tirto.id - Perusakan ribuan atribut Partai Demokrat di Riau, hari Sabtu (15/12/2018), jadi bola liar dan memancing polemik antara kedua kubu pasangan capres-cawapres 2019. Perusakan itu bertepatan dengan kedatangan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Jokowi Widodo pada hari yang sama.
Polemik merebak setelah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief menyebut perusakan tersebut merupakan pesanan dari kader PDIP. Hal itu ia ketahui dari perempuan yang jadi tersangka perusakan. "Ya, pengakuan pelaku pada kami," kata Andi Arief kepada reporter Tirto.
Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah tudingan tersebut. "PDI Perjuangan tidak pernah main sembunyi-sembunyi. Kami selalu di ruang terbuka. Tidak ada untungnya bagi kami merusak atribut partai lain. Apalagi demokrat. Sebab kami tidak punya ilmu merusak. Secara survey, terbukti tidak ada irisan pemilih antara Demokrat dan PDI Perjuangan," tuturnya.
Peneliti dari The Political Literacy Adi Prayitno menilai, saling tuding serta perang urat saraf yang terjadi antara kedua kubu dapat memperuncing polarisasi politik di Tanah Air jelang Pilpres 2019.
"Ya ini mau tidak mau bisa bikin panas. Apalagi banyak dugaan kalau ini by design. Yang lainnya bilang ini playing victim. Orang atribut partai di sana banyak, kok cuma Demokrat yang dirusak," kata Adi saat dihubungi reporter Tirto, Minggu (16/12/2018).
Di tahun politik, kata Adi, setiap insiden bisa dijadikan alat untuk menarik simpati publik. Dalam hal ini, kubu oposisi mencoba mengambil keuntungan untuk mengerek elektabilitas capres-cawapres yang mereka usung, dengan memosisikan diri sebagai pihak yang diserang.
"Makanya ini harus dibuat clear, agar tidak jadi bola liar. Karena memang bisa berpengaruh untuk elektabilitas Prabowo maupun Jokowi. Publik akan menilai kalau salah satu capres-cawapres melakukan aksi-aksi vandalisme dalam pilpres," kata Adi.
Pengaruh terhadap elektabilitas dua pasangan capres-cawapres itu juga akan semakin besar jika isu perusakan atribut partai Demokrat terus diolah oleh kubu oposisi. Hal itu, misalnya, terlihat dari bagaimana SBY memberi pernyataan atas kejadian tersebut. SBY sempat menyinggung nama Jokowi, meski tidak menuduh.
"Saya ini bukan capres, saya tidak berkompetisi dengan bapak Presiden Jokowi," katanya.
SBY juga mengatakan kalau selama ini Demokrat bergerak "dengan cara-cara yang baik." "Tapi ternyata ini yang kami dapatkan," katanya.
Ia pun mengatakan perusakan, perobekan, dan pembuangan baliho bergambar wajahnya, sama saja dengan "menginjak saya, merobek saya, dan membuang saya ke selokan." Ia pun kemudian memerintahkan kader-kadernya menurunkan saja semua atribut partai. Lebih baik mengalah," kata SBY.
Adi menilai kalimat SBY adalah sebenarnya sindiran. "Kalimat itu, kan, halus sekali tapi menunjukkan ketidakpercayaan ke aparatur pemerintah," kata Adi.
Di sisi lain, reaksi kubu pengusung Jokowi-Ma'ruf juga akan berpengaruh terhadap elektabilitas pasangan nomor urut 01 tersebut.
"Respons itu juga nanti akan memengaruhi sentimen publik. Kalau [kubu Jokowi] misalnya justru menyalahkan Demokrat yang jadi korban perusakan, dengan alasan tidak menjaga atributnya dengan baik, publik jadi menilai, kok sikapnya begini, bukannya berempati," imbuh Adi.
Sementara itu, Ketua SDM dan Organisasi Bawaslu Abhan mengatakan pihaknya tengah berkomunikasi dengan Bawaslu Riau untuk melakukan penyelidikan atas insiden tersebut. Jika terdapat pelanggaran politis, kata Abhan, akan diproses oleh Tim Penegakan Hukum Terpadu Pemilu (Gakumdu).
"Kami masih kaji. Sudah koordinasi dengan Bawaslu Riau. Nanti ditunggu saja apakah memang terdapat pelanggaran atau tidak," ujar Abhan saat dihubungi Tirto, Minggu (16/12/2018).
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abul Muamar