tirto.id - Ribuan atribut Partai Demokrat, dari mulai bendera, poster, dan baliho, dirusak orang tak dikenal di depan DPRD Riau, Sabtu (15/12/2018) dini hari. Aksi vandalis ini bertepatan dengan kedatangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi Widodo pada hari yang sama.
SBY, Presiden ke-6 Indonesia sekaligus Ketua Umum Demokrat, datang dalam rangka pelantikan pengurus DPC Partai Demokrat se-Provinsi Riau. Sementara Jokowi, Presiden ke-7 Indonesia sekaligus kader PDIP, datang untuk menghadiri beberapa acara.
Spekulasi pun merebak. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief menyebut perusakan ini adalah pesanan kader PDIP. Hal itu ia ketahui dari perempuan yang jadi tersangka perusakan.
"Ya, pengakuan pelaku pada kami," kata Andi Arief kepada reporter Tirto.
Dalam cuitannya di Twitter pukul 08.57 WIB, Andi menyebut pelaku perusakan berjumlah 35 orang dan dibagi dalam lima tim. Masing-masing dibayar Rp150 ribu per orang.
Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari mengatakan hal serupa, bahwa pelaku disuruh orang PDIP.
"Menurut pengakuan satu orang yang tertangkap [perusakan diperintahkan kader PDIP] dan saat ini sedang dalam pemeriksaan Polresta Pekanbaru," sebut Imelda kepada reporter Tirto.
Pernyataan keras pun keluar dari SBY sendiri. Ketika melihat sendiri atribut-atribut itu tergeletak begitu saja di trotoar hingga selokan, SBY geleng-geleng kepala. Kepada wartawan, ia pun menyinggung Jokowi, tapi bukan dalam rangka menuduh.
"Saya ini bukan Capres, saya tidak berkompetisi dengan bapak presiden Jokowi," katanya.
Ia pun mengatakan kalau selama ini Demokrat bergerak "dengan cara-cara yang baik." "Tapi ternyata ini yang kami dapatkan," kata SBY. Ia pun mengatakan perusakan, perobekan, dan pembuangan baliho bergambar wajahnya sama saja dengan "menginjak saya, merobek saya, dan membuang saya ke selokan."
Ia pun kemudian memerintahkan kader-kadernya menurunkan saja semua atribut partai. Lebih baik mengalah, kata bekas tentara ini.
Sang anak, Agus Harimurti Yudhoyono yang menjabat sebagai Komandan Kogasma, mengutuk perusakan tersebut.
Ia mengatakan perusakan atribut sebagai reaksi berlebihan dari pihak yang khawatir terhadap konsolidasi Partai Demokrat di daerah itu.
"Saya mengutuk keras terjadinya insiden perusakan terhadap bendera, baliho, dan atribut Partai Demokrat di Pekanbaru, Riau, oleh sekelompok orang terorganisir," ucap AHY dalam siaran persnya.
Tanggapan PDIP
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi tuduhan ini. Menurutnya, kader PDIP tidak akan pernah melakukan hal-hal semacam itu.
"PDI Perjuangan tidak pernah main sembunyi-sembunyi. Kami selalu di ruang terbuka. Tidak ada untungnya bagi kami merusak atribut partai lain, apalagi Partai Demokrat. Sebab kami tidak punya ilmu merusak," kata Hasto dalam keterangan resmi yang diterima Tirto.
Ia kemudian balik menyerang dengan mengatakan bahwa mereka tak pernah main tuding seperti yang dilakukan Andi Arief.
"Ketika kantor PDI Perjuangan diserang pada tanggal 27 Juli 1996, kami tidak melodramatik dan tidak latah menuduh pak SBY. Kami menempuh jalur hukum dan yang kami tuduh adalah pemerintahan yang antidemokrasi-otoriter, meskipun saat itu pak SBY mungkin mengetahui hal ihwal serangan itu," sambung Hasto.
Penyerangan kantor PDIP dua tahun sebelum Soeharto jatuh itu dalam sejarah Indonesia dikenal sebagai Kudatuli atau Kerusuhan Dua Tujuh Juli. Saat itu, SBY masih aktif sebagai militer. Ia menjabat Kepala Staf Komando Daerah Militer Jaya.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Rio Apinino