tirto.id - Arti kata Dirty Vote membuat penasaran banyak orang usai film dokumenter karya Dandhy Laksono dengan judul yang sama rilis di kanal YouTube Dirty Vote pada Minggu, 11 Januari 204 pukul 11.11 WIB. Tidak sedikit pula yang ingin tahu siapa saja pemainnya?
Dirty Vote adalah film dokumenter karya sutradara Dandhy Laksono berkolaborasi dengan sejumlah pihak lainnya seperti sutradara fotografi, Jagad Raya; videographer, Yusuf Priambodo dan Benaya Harobu; produser, Irvan dan Joni Aswira.
Dirty Vote menggandeng lima orang researchers yaitu Helmi Lavour, Kafin Muhammad, Nurdinah Hijrah, Rino Irlandi, dan Joni Aswira. Pemain atau pemeran utama Dirty Vote adalah tiga ahli hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Secara garis besar, Dirty Vote menceritakan tentang campur tangan elite politik untuk memenangkan Pemilu 2024. Film ini mengajak penonton mengetahui rencana para elit politik itu dalam merusak tatanan demokrasi. Penonton akan disuguhi analisa hukum tata negara terkait kecurangan Pemilu dan penyalahgunaan instrumen kekuasaan.
Perilisan film Dirty Vote mengambil momentum di hari pertama masa tenang Pemilu, dan berhasil menyedot perhatian publik dan viral di berbagai platform sosial media. Film ini banyak mendapat apresiasi dari masyarakat, tidak sedikit penonton yang berkomentar dan menilai bahwa film ini telah membuka mata dan cara berpikir dalam melihat politik di Indonesia saat ini.
Film Dirty Vote full movie berdurasi 1 jam 57 menit pertama kali diunggah melalui kanal YouTube resmi Dirty Vote. Sekira dua jam sebelum Dirty Vote full moviedirilis, trailer berdurasi 2.14 menit ditayangkan. Hingga berita ini ditulis, film Dirty Vote full movie dari kanal resminya sudah ditonton lebih dari 6,9 juta kali dan telah menuai lebih dari 58 ribu komentar.
Apa Arti Dirty Vote?
Dirty Vote merupakan istilah yang diambil dari bahasa Inggris. Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, arti harfiah atau sebenarnya adalah “suara kotor”.
Namun, apabila ditilik secara istilah, maksud dari Dirty Vote adalah “pemilu kotor”. Istilah itu berdasarkan simpulan dari arti dua kata “Dirty” dan “Vote”.
Dirty (adj): Kotor, buruk, hina, busuk, jijik, keji, kumuh.
Vote (v): Indikasi formal pilihan antara dua atau lebih kandidat atau tindakan, yang biasanya dinyatakan melalui pemungutan suara atau tunjuk tangan atau dengan suara.
Siapa Pemain Dirty Vote?
Film dokumenter eksplanatori Dirty Vote disampaikan langsung oleh tiga ahli hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Berikut ini adalah uraian mengenai rekam jejak tiga pemain Dirty Vote.
1. Zainal Arifin Mochtar
Zainal Arifin Mochtar lahir di Makassar pada 8 Desember 1978. Dia merupakan ahli hukum tata negara yang telah menuntaskan pendidikan tertinggi hingga doktoral.Dia meraih gelar sarjana Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2003. Zainal melanjutkan pendidikannya ke luar negeri tepatnya Amerika Serikat, di sana dia menuntaskan Master of Law di Universitas Northwestern, Chicago, lulus 2006. Pada jenjang doktoral, dia kembali melanjutkan pendidikannya di UGM, lulus tahun 2012.
Zainal Arifin Mochtar adalah dosen hukum tata negara di UGM, ia mulai sebagai pengajar di kampus almamaternya itu sejak 2014 dan turut aktif menjadi pegiat anti korupsi.
Dedikasinya untuk melawan korupsi di tanah air, membuat dia mengemban sejumlah amanah jabatan seperti anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (2007), Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM (2008-2017), dan anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (2020).
Zainal juga adalah mantan anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2015 – 2017 dan anggota Komisaris PT Pertamina EP 2016 – 2019. Mochtar pernah menjabat sebagai anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (2022) dan sedang menjabat Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan periode 2023-2026.
Sebagai akademisi, dia aktif menulis penelitaian, beberapa di antaranya adalah Pertanggungjawaban Hukum Partai Politik yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi (2017) dan Fungsi Koordinasi dan Supervisi KPK dalam Pemberantasan Korupsi (2013).
2. Bivitri Susanti
Bivitri Susanti akrab disapa Bibip merupakan dosen Hukum Tata Negara sekaligus Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Dia sudah mengajar sejak perguruan tinggi itu berdiri yaitu pada 2015. Jabatan fungsional yang dia miliki adalah asisten ahli dengan status dosen tetap.Merangkum dari data PDDikti, sejak semester genap 2022 Bivitri juga mengajar mata kuliah Hukum Tata Negara di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Bivitri menuntaskan pendidikan tingginya hingga jenjang master atau starata dua. Dia merupakan alumni sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang menuntaskan pendidikannya pada 1999.
Dia lalu melanjutkan pendidikannya ke Inggris dengan menuntut ilmu di University Of Warwick, dia mengambil Master Law in Development, tamat pada 2003.
Bivitri diketahui merupakan peneliti di Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK). Dia juga aktif sebagai penggiat pembaruan hukum, anti korupsi, dan hak-hak konstitusi.
Bersama dengan sejumlah organisasi masyarakat dia juga aktif memberikan advokasi kepada masyarakat mengenai isu dan kebijakan di bidang hukum yang menjadi ranah studinya.
3. Feri Amsari
Feri Amsari lahir pada 2 Oktober 1980 di Padang, Sumatera Barat. Dia merupakan dosen Universitas Andalas (Unand) yang telah menuntaskan pendidikan hingga jenjang magister.Feri meraih gelar sarjana (2004) dan magister (2006) Ilmu Hukum dari Unand, tempatnya mengabdi saat ini. Feri lalu kembali menempuh pendidikan master perbandingan hukum Amerika dan Asia di William and Mary Law School, Virginia.
Selain menjadi akademisi di Fakultas Hukum Unand, dia juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Unand periode 2017 – 2023.
Dia juga diketahui aktif menulis lewat sejumlah media cetak lokal maupun nasional. Sebagai ahli hukum tayay negara, dia pernag merilis sederet penelitian antara lain adalah Penanaman Modal yang berpihak kepada Masyarakat Adat dan Investor (2017), Konstitusionalitas Hak Asal-Usl Mayarakat Adat (2017), Putusan Hakim Terkait Sekte Agama (2010), hingga Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Penyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat (2015).
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra