tirto.id - PT Pertamina (Persero) menjelaskan perbedaan "blending BBM" dan "oplosan". Narasi "oplosan" beredar luas di masyarakat, sejak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan korupsi dengan cara "mengoplos" atau mencampur BBM RON 90 menjadi RON 92.
"Hasil penyidikan adalah RON 90 atau yang di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 di-blending dengan RON 92 dan dipasarkan seharga RON 92,” kata Qohar, dikutip Kamis (27/2/2025).
Dalam konferensi pers lebih lanjut, Qohar kemudian menjelaskan bahwa BBM berjenis RON 90 itu di-blending dengan RON 88 kemudian dijual dengan harga RON 92.
"BBM berjenis RON 90, tetapi dibayar seharga RON 92, kemudian dioplos, dicampur," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/1/2025).
Apa Arti Blending BBM?
Mengutip Scince Direct, blending adalah langkah terakhir dalam proses penyulingan yang mencampur kombinasi komponen yang optimal (di antara berbagai aliran minyak bumi) untuk menghasilkan produk akhir yang sudah jadi. Pencampuran ini jauh lebih rumit daripada sekadar pencampuran komponen.
Bahan bakar otomotif modern mungkin berasal dari sebanyak 15 aliran hidrokarbon yang berbeda, yang masing-masing berdampak pada spesifikasi akhir dan biaya keseluruhan. Ini merupakan salah satu masalah ekonomi yang paling kritis bagi pedagang minyak dan penyuling.
Tujuan utama pencampuran minyak mentah adalah untuk mengoptimalkan nilai komersial, meningkatkan atau mengurangi konsumsi minyak untuk memenuhi spesifikasi, dan memfasilitasi pergerakan minyak. Umumnya, pencampuran minyak mentah dilakukan sebelum minyak mentah tiba di kilang.
Optimalisasi campuran minyak mentah dan pemaksimalan zat antara kilang berbiaya rendah dalam campuran akhir merupakan proses dasar untuk mencapai tujuan penggunaan minyak mentah murah ini. Tingkat optimalisasi pencampuran tertinggi memerlukan pembaruan model simulasi secara terus-menerus.
Semua kilang harus memenuhi spesifikasi produk yang ketat dalam bentuk suhu ASTM, Viskositas, angka oktan, titik nyala, titik tuang, dan lain-lain. Proses blending dilakukan untuk mencapai produk yang diinginkan dengan spesifikasi minimum.
Sementara itu, arti oplosan adalah campuran atau larutan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oplosan artinya "hasil mengoplos; campuran; larutan". Mengoplos juga bisa berarti mencampur sesuatu yang asli dengan barang atau bahan yang lain sehingga kadar keasliannya berkurang (tentang minyak tanah, bensin, dan sebagainya).
Terlepas dari makna blending dan oplosan, fakta hukum kasus ini adalah dalam kurun waktu 2018–2023, PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembayaran untuk BBM berjenis RON 92, padahal sebenarnya membeli BBM berjenis RON 90 atau lebih rendah, yang kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk diubah menjadi RON 92.
Artinya, barang yang datang tidak sesuai dengan harga yang dibayar.
Arti Blending dalam Kasus Pertamina
PT Pertamina (Persero) kemudian menjelaskan bahwa proses blending dan oplosan itu berbeda. Pertamina menyebut, Bahan Bakar Non Subsidi itu tetap sesuai dengan standar dan memenuhi semua parameter Bahan Bakar yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM.
"Pemerintah melalui Kementerian ESDM juga terus melakukan pengawasan mutu BBM dengan cara melakukan uji sampel BBM dari berbagai SPBU secara periodik," terang Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, dikutip CNBC.
Menurut Fadjar, oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan sedangkan blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar.
Blending yang dimaksud Pertamina adalah proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lain.
Dalam kasus ini, blending dilakukan dengan mencampur antara minyak dengan kadar RON 88 (Premium) dan RON 92 (Pertamax), kemudian produk tersebut dijual dengan harga RON 92.
"Melakukan blending produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ (Gading Ramadhan Joedo)," kata Qohar dalam konferensi pers.
Blending yang dilakukan memang tidak hanya RON 90 (Pertalite) dengan Pertamax. Hal itu diketahui setelah penyidik memeriksa dan menetapkan tersangka Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga serta tersangka Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
"Tersangka MK dan tersangka EC atas persetujuan tersangka RS [Riva Siahaan] melakukan pembelian RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah (RON 88/Premium) dengan harga RON 92 (Pertamax)," ujar Qohar.
Tersangka Maya, kata Qohar, kemudian memerintahkan tersangka Edward untuk blending Premium dan Pertamax. Lalu, dijual dengan harga Pertamax.
Editor: Iswara N Raditya