tirto.id - Kata “bajingan” menjadi viral usai dipakai Rocky Gerung mengkritik Presiden Jokowi terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Lantas apa arti kata "bajingan" sebenarnya?
Dalam konteks itu, Rocky Gerung menilai usaha Jokowi membangun IKN sebagai upaya mengukuhkan warisan di masa pemerintahannya.
"Dia cuma pikirkan nasibnya sendiri, enggak memikirkan nasib kita (masyarakat Indonesia dan buruh). Itu bajingan yang tolol. Kalau dia bajingan pintar, dia bakal berdebat dengan Jumhur Hidayat," ujar Rocky dikutip Tirto.
Penggunaan kata "bajingan" itu memicu kemarahan relawan Jokowi, hingga melaporkan Rocky ke polisi. Pihak yang melaporkan adalah Ketua Umum Relawan Indonesia Bersatu Lisman Hasibuan dan politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean.
Menanggapi laporan itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak pada Rabu, 2 Agustus 2023 mengaku sedang melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan atas dua laporan itu, mulai dari mengklarifikasi para pelapor, para saksi, dan koordinasi efektif dengan para ahli.
Sementara pihak Bareskrim Polri menolak laporan itu dengan alasan harus ada klarifikasi dari presiden sebagai orang yang merasa dirugikan.
Apa Arti Kata Bajingan dan Bagaimana Sejarahnya?
Dalam sejarahnya, kata "bajingan" mengalami perubahan makna dari positif ke negatif. Saat ini, kata "bajingan" dikenal sebagai kata umpatan yang berkonotasi negatif. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendeskripsikan arti kata "bajingan" sebagai “penjahat dan pencopet” dan bermakna “kurang ajar”.
Namun, dalam sejarahnya, kata bajingan bukanlah hal yang negatif karena telah digunakan sejak abad 16 pada era Mataram Islam, untuk menyebut sebuah profesi. Ada dua versi profesi yang disebut bajingan, keduanya berhubungan dengan gerobak sapi atau kerbau.
Pertama, bajingan merujuk kepada orang yang mengendalikan gerobak sapi atau kerbau. Kedua, bajingan merujuk kepada pengawal yang dibayar untuk mengamankan barang para saudagar yang diangkut dengan menggunakan gerobak sapi atau kerbau.
Kala itu, bajingan jauh dari konotasi negatif, namun lambat laun mengalami pergeseran makna, karena bajingan yang menggunakan sapi kerap terlambat sehingga membuat emosi juragan yang tidak sabar menunggu.
Kemudian, para bajingan juga terkadang tidak berperilaku baik, mereka kerap melakukan kecurangan dengan cara mencuri sebagian barang yang mereka angkut. Sehingga, para juragan yang marah mengeluarkan umpatan “dasar bajingan”.
Kemudian, bajingan semakin erat kaitannya dengan konotasi negatif ketika muncul kejahatan bernama “bajing loncat” yang kerap menjadi momok menakutkan di jalur lintasan angkutan. Penggunaan kata bajing loncat di sini memiliki arti secara harfiah “tupai” yang melompat.
M Marhawi dalam studi berjudul Ritme Internal untuk Membangun Dramatisasi Adegan dalam Penyutradaraan Film Bergenre Kriminal “Bajing Loncat”, menyebut secara istilah bajing loncat adalah jenis kejahatan asli Indonesia.
Pelaku kejahatan akan meloncat ke dalam truk dan menguras habis isi bawaan truk. Tindak kriminal ini banyak terjadi di jalanan, para supir truk adalah korban empuk yang sering kehilangan muatannya karena dijarah oleh bajing loncat.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto