Menuju konten utama

Antisipasi Gelombang Kedua Corona Saat Pantai Jakarta Dibuka

Pantai di Jakarta siap dibuka. Protokol kesehatan pun telah dipersiapkan.

Antisipasi Gelombang Kedua Corona Saat Pantai Jakarta Dibuka
Kucing berjalan di Pantai Ancol yang sepi dari pengunjung di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Sabtu (14/3/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Berkaca pada sejarah pandemi seperti Flu Spanyol, para pakar memperingatkan pemerintah kalau relaksasi pembatasan sosial potensial memicu gelombang kedua COVID-19. Tapi toh relaksasi sudah mulai dilakukan atas nama the new normal atau kelaziman baru.

Di DKI Jakarta, penerapan relaksasi diberi nama 'Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi', berlaku sejak 4 Juni hingga 18 Juni. Seperti namanya, PSBB ini adalah periode transisi menuju the new normal.

Dalam periode ini berbagai sektor kembali dibuka setelah ditutup sejak PSBB pertama kali dilaksanakan pada 10 April. Salah satuya adalah pantai seperti Taman Impian Jaya Ancol dan pantai-pantai di Kepulauan Seribu yang bakal kembali dapat dikunjungi pada 13 Juni.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Cucu Ahmad Kurnia mengatakan kepada reporter Tirto, Selasa (9/6/2020), pembukaan pantai diatur dalam Surat Keputusan (SK) Disparekraf DKI Nomor 131 tahun 2020.

Tidak hanya mengatur kapan persisnya pantai dibuka, peraturan ini juga menjelaskan apa saja yang perlu dipersiapkan pengelola tempat wisata untuk mencegah penyebaran COVID-19. Dengan kata lain, protokol kesehatan.

"Protokol ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian pelaku usaha dan menjadi acuan bagi pejabat maupun staf pada masa transisi menuju masyarakat sehat, aman, dan produktif," tulis Cucu dalam SK yang ditandatanganinya itu, Jumat (5/6/2020).

Salah satu poin protokol adalah pengelola memaksimalkan pekerja yang usianya di bawah 45 tahun, sementara mereka yang berusia lebih dari itu atau memiliki penyakit bawaan disarankan dipekerjakan di tempat dan waktu khusus. Pengelola juga diminta untuk mengatur jam kerja agar para pekerja tidak lembur. Sebab lembur "akan mengakibatkan pekerja kurang istirahat yang dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh."

Para pekerja juga diwajibkan menggunakan masker, pun dengan pengunjung. Kemudian, para pekerja diminta membersihkan dan senantiasi mendisinfeksi area kerja atau titik-titik yang sering disentuh orang setiap empat jam sekali. Dalam konteks pantai itu misalnya tempat bilas.

Siapa pun yang hendak memasuki pantai harus dicek dulu suhu tubuhnya. Baik pekerja atau pengunjung tidak boleh masuk jika dalam dua kali pemeriksaan dengan jarak lima menit suhu tubuh mereka lebih dari 37,3 derajat celsius. Pengunjung juga dianjurkan tidak membawa balita.

Jumlah orang yang ada di pantai pun dibatasi, yaitu tidak lebih dari 50 persen dari kapasitas normal.

Pengelola juga diminta untuk menambah fasilitas cuci tangan hingga, sampah khusus COVID-19, dan media informasi yang berisi ketentuan apa saja yang harus dipenuhi seperti pakai masker, jaga jarak, dan rajin cuci tangan. Kontak dengan pengunjung pun harus dibatasi terutama saat bertransaksi. Pengelola dianjurkan mendorong pembayaran non-tunai dalam setiap transaksi.

Semua peraturan ini harus terus berupaya ditegakkan dengan menerjunkan petugas pengawas khusus. Selain itu pengelola juga diminta berkoordinasi dengan instansi kesehatan di daerah setempat.

Terakhir, Cucu meminta pengelola tempat wisata untuk mendokumentasikan seluruh penerapan protokol ini dan menyimpannya setidaknya selama tiga bulan.

Wakil Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (Asita) Budijanto Ardiansjah mengatakan kepada reporter Tirto, Selasa (9/6/2020), protokol ini memang "harus dipatuhi jika suatu obyek wisata sudah dibuka." Ia dan para anggota asosiasi sendiri telah siap menerapkannya.

Ia mengatakan dibanding objek wisata lain, pantai memang relatif akan lebih banyak diserbu masyarakat karena misalnya harga yang murah. Ia lantas menegaskan pantai-pantai hanya akan "menerima setengah dari kapasitas yang seharusnya" meski belum bisa memprediksi berapa banyak yang akan datang nanti.

Kata Pakar

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan selama ini ia melihat potensi penyebaran COVID-19 di wilayah terbuka seperti pantai. Potensi penyebaran lebih banyak di tempat-tempat tertutup seperti pasar.

Meski demikian, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI menerangkan protokol kesehatan tetap penting. Maka dari itu pria yang tergabung dalam komunitas Kawal COVID-19 itu meminta pengelola wisata menerapkan protokol yang telah ditetapkan pemerintah. Ini penting karena menurutnya "kadang aturan tidak dipatuhi walaupun pemerintah sudah kasih tahu."

Infografk Responsif

Infografk Skedul 1 Pelonggaran PSBB di Jakarta. tirto.id/Sabit

Apabila melanggar, katanya kepada reporter Tirto, Pemprov DKI jangan segan memberikan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020. Di sana disebutkan kalau setiap orang atau pelaku usaha yang melanggar ketentuan PSBB akan dikenakan denda paling banyak Rp50 juta.

Selain itu, ia juga menyarankan sebaiknya pengelola pantai membuka pembelian tiket secara online. "Jadi kalau tiket sudah 50 persen dari kapasitas, penjualan bisa ditutup. Jangan hanya mengejar keuntungan," katanya.

Sementara pakar epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Laura Navila mengatakan kuota sebaiknya dinaikkan bertahap. "Misalnya awal-awal 30 persen dulu, terus naik sampai 50 persen," katanya kepada reporter Tirto.

Pengelola pantai juga harus rutin merekam kegiatan dengan CCTV agar jika suatu hari ditemukan kasus positif dari pengunjung pantai tersebut, pengelola mampu menelusuri rekam jejak orang tersebut dengan mudah.

"Perlu juga melakukan evaluasi secara berkala agar dapat meminimalisasi potensi penyebaran," tambahnya.

Baca juga artikel terkait DESTINASI WISATA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino