tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono (AP) menampung uang hasil gratifikasi menggunakan rekening orang lain. Andhi juga memegang kartu ATM untuk memudahkan transaksi.
Dugaan itu berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap saksi wiraswasta bernama Radiman pada Senin (28/8/2023) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
"Saksi Radiman hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya penggunaan rekening bank dan setoran uang atas perintah tersangka AP. Diduga pula buku rekening bank dan kartu ATM dipegang langsung oleh tersangka AP," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, dikutip Antara, Selasa (29/8/2023).
Selain itu, penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Rektor Universitas Bandar Lampung (UBL) M Yusuf S Barusman sebagai saksi atas dugaan adanya kerja sama bisnis dengan Andhi Pramono (AP).
"Saksi M Yusuf S Barusman hadir dan kembali didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan kerja sama bisnis dan adanya keuntungan fee yang diterima tersangka AP," katanya.
Rektor UBL sebelumnya diperiksa penyidik KPK pada Kamis (10/8/2023) terkait dugaan bisnis kursus bahasa asing mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Pada pemeriksaan itu penyidik KPK juga memeriksa saksi dari pihak swasta Desi Falena terkait perkara yang sama. Kedua saksi diperiksa penyidik pada di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Meskipun demikian hingga saat ini Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai bisnis tersebut seperti besarnya modal yang disetorkan dan fee dalam bisnis tersebut.
Sebelumnya, Jumat (7/7/2023) , KPK menahan Andhi sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). AP diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.
Sebagai broker, tersangka AP diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran (fee).
Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka AP itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.
Siasat tersangka AP menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.
Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, di mana saat itu AP menduduki posisi; penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), pejabat eselon III di Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut. Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.
Atas perbuatannya, tersangka Andhi dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Andhi Pramono juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.