tirto.id - Hari hujan ketika saya menginjakkan kaki di sebuah gerai supermarket kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Kendaraan roda empat tampak jarang di lapangan parkir, seakan menunjukkan sepinya kunjungan di toko ritel belanja modern berlogo serdadu dengan topi perang ala romawi itu.
Di dalam, suasana sepi makin nyata. Pengunjung yang datang bisa dihitung dengan jari. Jumlahnya bahkan kalah sedikit dibanding pramuniaga yang sigap membantu konsumen. Selain itu, dari empat kasir yang tersedia, hanya dua yang beroperasi.
Pemandangan serupa juga saya jumpai di gerai Hero kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Tak tampak antrian mengular di tempat pembayaran. Dari empat kasir yang ada, satu bertuliskan 'closed.' Di gerai ini, saya melihat ekspatriat yang berbelanja banyak barang. Pemandangan yang tidak saya temui di gerai Hero sebelumnya.
"Mungkin karena hujan dan sedang libur anak sekolah, jadinya agak sepi. Di sini ramai memang Sabtu-Minggu. Kemarin lumayan ramai, tapi memang lebih sepi karena sedang libur anak sekolah," cerita seorang kasir yang melayani saya di gerai Hero kawasan Bintaro.
Kunjungan saya ke dua gerai Hero mungkin tidak mewakili penurunan bisnis yang tengah dihadapi perusahaan ritel saat ini. Di atas kertas, kinerja keuangan PT Hero Supermarket Tbk memang tengah menunjukkan tren penurunan.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi perusahaan, setidaknya selama lima tahun belakangan pendapatan bersih yang berhasil dikantongi perusahaan terus menyusut. Bahkan sepanjang 2015 sampai dengan saat ini, perusahaan berhasil mencetak cuan hanya pada 2016 silam, yakni sebesar Rp120,59 miliar.
Angka itu lebih rendah ketimbang berbagai kerugian yang menghantam perusahaan pada 2015, 2017, 2018 dan triwulan III tahun 2019 ini. Tutup tahun 2018, perseroan membukukan kerugian sampai dengan Rp1,25 triliun sekaligus merupakan kerugian tertinggi HERO selama lima tahun belakangan.
Angka itu membengkak dibanding kerugian-kerugian yang pernah dicatat perusahaan yaitu senilai Rp144,08 miliar pada 2015 dan Rp191,41 miliar pada 2017. Per 30 September 2019, kerugian yang ditorehkan perusahaan mencapai Rp7 miliar.
Pendapatan bersih yang diraih perusahaan selama sembilan bulan pertama 2019 pun mengalami penurunan sebesar 3,7 persen. Angka penjualan yang berhasil dicatatkan sebesar Rp9,49 triliun dari sebelumnya senilai Rp9,85 triliun.
Bisnis yang Kelabu?
Sejak awal 2019, HERO memang tengah berselimut awan mendung. Tiga bulan pertama 2019, pendapatan perseroan hanya naik tipis 0,5 persen menjadi Rp3,06 triliun dibanding periode yang sama 2018 sebesar Rp3,04 triliun. Tapi, rugi bersih yang dicatat perusahaan mencapai Rp4 miliar sepanjang Januari-Maret 2019.
Kondisi ini belum berubah hingga memasuki kuartal II-2019. Pada periode tersebut, perseroan mengalami penurunan pendapatan bersih 2,6 persen menjadi Rp6,67 triliun, dibanding Juni 2018 sebesar Rp6,85 triliun.
Penurunan pendapatan HERO yang dijabarkan perseroan dalam laporan keuangan ini disebabkan oleh menurunnya penjualan lini makanan. Selama sembilan bulan terakhir, penjualan lini bisnis makanan yang ditopang oleh supermarket Hero dan Giant turun sebesar 10,76 persen atau setara Rp756 miliar.
Per September 2019, lini makanan menyumbang pendapatan sebesar Rp7,08 triliun. Capaian itu lebih rendah dibanding capaian September 2018 yang mencapai Rp7,84 triliun. Periode yang sama, pendapatan yang disumbang lini non-makanan justru naik 16,34 persen setara Rp392 miliar.
Pendapatan bersih yang disumbang dari lini bisnis non-makanan mencapai Rp2,4 triliun per September 2019. Realisasi itu lebih tinggi dibanding September 2018 yang sebesar Rp2,01 triliun. Sejak awal 2019, pendapatan bersih yang disumbang dari lini bisnis non-makanan memang berada dalam tren kenaikan.
Per Maret 2019, misalnya, kenaikan penjualan dari lini bisnis non-makanan mencapai 17,64 persen menjadi Rp715,32 miliar. Realisasi itu lebih tinggi dibanding periode yang sama 2018 yang sebesar Rp589,15 miliar. Pun demikian pada kuartal II-2019. Kenaikan penjualan mencapai 16,08 persen dan menyumbang pendapatan bersih senilai Rp1,68 triliun, lebih tinggi ketimbang Juni 2018 sebesar Rp1,41 triliun.
"Pendapatan bersih perusahaan turun sebesar 3,7 persen di kuartal ketiga tahun ini terutama karena rencana optimasi toko yang sedang berjalan untuk merevitalisasi bisnis makanan," tutur Presiden Direktur Hero Patrik Lindvall.
Amunisi Baru
Kontribusi bisnis non-makanan HERO ditopang oleh IKEA dan Guardian. Masing-masing bergerak di segmen perabot rumah tangga dan kesehatan. Menurut manajemen perusahaan, bisnis IKEA dan Guardian membukukan pertumbuhan yang solid dan menjadi andalan HERO dalam mengumpulkan pundi rupiah.
Guardian bahkan melakukan penambahan jumlah gerai terbanyak di antara lini bisnis HERO lainnya. Ekspansi toko Guardian yang lebih masif boleh jadi dilakukan salah satunya karena kebutuhan lahan tidak seluas format gerai lain milik HERO.
Periode kuartal III-2019, HERO menambah sembilan gerai Guardian dan menggenapkan jumlahnya menjadi 289 gerai. Pembukaan gerai lini bisnis kesehatan dan kecantikan milik HERO ini paling masif terjadi pada semester I-2019, dengan jumlah gerai yang dibuka sebanyak 22 gerai.
"Kami terapkan desain-desain modern di gerai-gerai baru kami (Guardian) di Indonesia. Kami juga mempunyai program untuk merenovasi gerai-gerai yang sudah mulai beroperasi tahun ini," tutur Direktur HERO Kalani Naresh Kumar.
Manajemen HERO juga menyebut pihaknya akan menambah cakupan produk di segmen kecantikan dan merambah penjualan segmen produk halal. Inovasi ini dilakukan untuk produk perawatan kulit serta kosmetik.
IKEA juga menjadi salah satu amunisi bisnis HERO yang baru. Manajemen bahkan menyulap satu gerai Giant Hypermarket menjadi gerai IKEA di Sentul City. Presiden Direktur HERO Patrik Lindvall menyebut transformasi gerai IKEA Sentul City ini sebagai pilot project alias proyek percontohan.
"Gerai di Sentul City yang bertransformasi dari Giant menjadi IKEA biayanya lebih rendah karena memanfaatkan lahan dan bangunan yang sudah ada. Ini adalah pertama kali dan akan menjadi percontohan," imbuh Lindvall.
Tidak menutup kemungkinan ke depan akan ada lagi gerai Giant yang bertransformasi menjadi IKEA. Lindvall belum dapat memberikan kepastian lebih lanjut lantaran ingin lebih dulu mempelajari dampak konversi dan transformasi tersebut. Namun, Lindvall memastikan akhir tahun 2020 mendatang jumlah gerai IKEA akan bertambah dua lagi dan menggenapkannya menjadi empat gerai. Proyek pembangunan gerai baru sedang berlangsung di Jakarta Garden City dan Kota Baru Parahyangan, Bandung.
"Pertumbuhan penjualan IKEA tetap solid di kuartal III tahun ini dengan pendapatan yang semakin meningkat. Kontribusi bisnis online IKEA pun semakin meningkat dan membukukan pertumbuhan lebih dari dua digit selama sembilan bulan pertama tahun ini," jelas Patrik.
Format baru pun disediakan perseroan untuk mengasah bisnis lini perabot rumah tangga. Salah satunya dengan menyediakan format pick-up point IKEA di Bandung pada September 2019. Format baru ini dikenalkan satu tahun sebelum pembukaan toko IKEA di Kota Kembang tersebut.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara