tirto.id - Terdakwa kasus tindak pidana terorisme Aman Abdurrahman mengkritik keras kasus teror bom di Surabaya dengan menyebut sebagai tindakan yang keji. Hal itu disampaikannya dalam sidang pembacaan pledoi kasusnya.
Aman juga menyatakan tindakan teror bom terhadap 3 gereja dan 1 Mapolrestabes Surabaya yang melibatkan ibu dan anak di luar akal sehat.
"Tindakan [bom] gereja ibu dan anaknya di Surabaya ini juga tidak mungkin muncul dari orang yang sehat akalnya,” kata Aman di Ruang Sidang PN Jakarta Selatan Ragunan, Jumat (25/5/2018).
Begitu juga dengan kejadian seorang ayah yang membonceng anaknya dan meledakan diri di kantor polisi. Tindakan tersebut dinilai Aman sebagai tindakan keji dengan dalih jihad.
Aman mengakui bahwa dirinya memiliki prinsip bahwa aparat negara sebagai pihak yang kafir. Tetapi Aman menampik jika pemahamannya tersebut dia sebarluaskan kepada yang lain.
"Sampai detik ini saya dalam rekam kajian atau tulisan disebarluaskan tidak ada ajakan-ajakan soal masalah ini dan menyuruh untuk menyerang aparat keamanan," ucap Aman.
Aman sendiri sering dikaitkan dengan beberapa aksi teror yakni kasus bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, bom Thamrin di tahun 2016, dan bom Kampung Melayu di tahun 2017 serta penembakan polisi di Medan dan Bima di tahun 2017.
Tapi Aman membantah jika dirinya terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Menurut Aman, sejak November 2016 hingga September 2017 dirinya diisolasi di LP Pasir Putih Nusakambangan.
"Di mana di masa isolasi itu saya tidak tahu berita sama sekali dan tidak bisa bertemu maupun komunikasi siapapun selain sipir LP," kata Anam.
Walaupun begitu, dirinya tetap menerima apapun vonis yang diterimanya. Pasalnya Anam mengaku tidak akan takut dengan hukuman yang akan divonis oleh hakim.
“Oleh sebab itu, silakan kalian bulatkan tekad untuk memvonis saya mau vonis seumur hidup silakan atau mau eksekusi mati silakan juga. Jangan ragu atau berat hati tidak ada sedikitpun gentar dan rasa takut dengan hukuman zalim kalian ini," tutup Aman.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Alexander Haryanto