tirto.id - Legal and Corporate Affair Alexis, Lina Novita mengatakan, selama ini pihaknya menjalankan usaha Hotel dan Griya Pijat Alexis, di Jalan Martadinata, Kelurahan Pademangan, Jakarta Utara sesuai dengan izin operasional yang mengacu pada regulasi yang berlaku.
Sayangnya, dengan pertimbangan opini yang berkembang di publik, Pemprov DKI Jakarta justru tidak memperpanjang izin operasional Hotel dan Griya Pijat Alexis. Padahal, kata Lina, belum pernah terjadi pelanggaran sejak Alexis beroperasi selama ini.
“Perlu diketahui bahwasanya sampai dengan saat ini di Hotel dan Griya Pijat kami, tidak pernah ditemukan pelanggaran, baik berupa peredaran narkoba maupun kasus asusila,” kata Lina di Hotel Alexis, Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Selain itu, kata Lina, selama ini Alexis juga taat bayar pajak. Lina mengklaim, Alexis telah menjadi penyumbang nyata Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov DKI Jakarta. Sepengetahuan Lina, pihaknya membayar pajak hingga miliaran rupiah untuk seluruh unit usaha Alexis.
“Kalau tidak salah Rp30 miliar per tahun untuk pariwisata ini. Ada hotel, restoran, dan gerai pijat,” kata Lina.
Sayang, Lina tidak mau merinci seberapa besar perputaran uang yang diperoleh Alexis. Lina hanya mengandaikan pendapatan Alexis jauh lebih besar daripada pajak. “Kalau dari pajak seperti itu, omsetnya berapa? Kalkulasi tidak bisa saya jawab," kata Lina.
Karena itu, Lina mengatakan, pihak Alexis akan terus berupaya melakukan audiensi dengan pihak Pemprov DKI Jakarta agar pengajuan perpanjangan izin operasional Hotel dan Griya Pijat Alexis diproses oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI.
Baca juga:
- Pemprov DKI Tolak Perpanjangan Izin Usaha Hotel Alexis
- Alexis Dapat Dikenakan Sanksi karena Beroperasi Ilegal
“Beberapa bulan belakangan ini, banyak sekali laporan masyarakat dan informasi di media massa yang mengangkat mengenai praktek prostitusi di Hotel Alexis, tentunya hal tersebut menjadi catatan kami,” kata Edy dalam rilis yang diterima Tirto, Senin (30/10/2017).
Dalam surat tanggal 27 Oktober 2017, DPMPTSP membalas penolakan kelanjutan izin operasional yang diajukan oleh PT Grand Ancol Hotel selaku pengelola Hotel dan Griya Pijat Alexis. Dalam surat itu, disebutkan pula tiga pertimbangan mengapa izin perpanjangan tidak diproses.
Pertama, berkembangnya informasi di media massa terkait kegiatan yang tidak diperkenankan dan dilarang di usaha hotel dan griya pijat di Alexis. Kedua, seharusnya pengelola mencegah segala bentuk perbuatan melanggar kesusilaan dan melanggar hukum yang tersiar di berbagai media massa. Ketiga, pemerintah berkewajiban mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi dampak negatif bagi masyarakat luas.
Baca juga: Sandiaga Janji Tanggung Nasib Pegawai Alexis Lewat Program OK-OCE
Pemprov DKI Harus Buktikan Praktik Prostitusi di Alexis
Keputusan Pemprov DKI untuk tidak memproses perpanjangan izin Hotel dan Griya Pijat Alexis mendapat respons beragam. Sebagian mengapresiasi, tetapi tak sedikit yang mempertanyakan langkah itu mengingat Pemprov DKI belum membuktikan adanya tudingan praktik prostitusi di tempat tersebut.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Aspija) Erick Halauwet bahkan menyebut tidak diperpanjangnya izin operasional Hotel dan Griya Pijat Alexis sebagai tindakan arogan Pemprov DKI. Seharusnya, kata Erick, pemerintah daerah membuktikan terlebih dahulu terkait tudingan adanya praktik prostitusi seperti yang dipaparkan Gubernur DKI, Anies Baswedan.
“Harusnya kan ada peringatan dulu, ada tim investigasi datang. Jangan opini masyarakat terus, nanti lama-lama semua hotel digituin,” kata Erick saat dihubungi Tirto, Selasa (31/10/2017).
Baca juga:
- Pengusaha Hiburan Nilai Pemprov DKI Arogan
- Alexis Rumahkan 1.000 Pegawai Pasca Izinnya Tidak Diperpanjang
Pada Senin (30/10/2017), Gubernur Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, alasan Pemprov DKI menolak perpanjangan izin Hotel dan Griya Pijat Alexis tersebut salah satunya lantaran ada indikasi dan laporan warga terkait adanya praktik prostitusi.
“Pemprov memiliki dasar [tidak memperpanjang izin Alexis], dan ini menyangkut juga menjaga moral kita. Tapi dasar-dasar itu ada. Kami minta kepada semua pihak untuk menaati keputusan itu,” kata Anies.
Namun demikian, Erick Halauwet menyebut keputusan Pemprov DKI tersebut tergesa-gesa. Sebagai orang yang lama bergelut dengan usaha hiburan di Jakarta, Erick menilai apa yang dilakukan DPMPTSP kurang tepat.
Apalagi, kata Erick, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) DKI, Tinia Budiati justru tidak mengetahui bahwa surat permohonan tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) Alexis tidak diproses sejak akhir Agustus lalu. Semestinya, kata Erick “koordinasi dong sama Dinas terkait. Pariwisata, Pajak, Satpol-PP. Kalau seperti ini arogan banget.”
Selain itu, kata Erick, penutupan Alexis akan berdampak negatif bagi pertumbuhan usaha hiburan di Jakarta. Dia mengatakan, misalnya, dalam beberapa pekan terakhir para pengusaha merasa risau dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penutupan Alexis yang hanya didasarkan pada opini yang berkembang di masyarakat.
Padahal, lanjut Erick, pemasukan pajak dari hiburan cukup besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). "Ini sudah digiring ke politik. Kita ini ibu kota, Bang. Ya masa nanti orang pindah semua ke Bali,” kata Erick.
Di sisi lain, kata Erick, tidak ada jaminan dari Pemprov DKI soal nasib tenaga kerja tempat hiburan-hiburan yang ditutup atau tidak dilanjutkan izinnya. Hal ini dianggap kontraproduktif dengan tujuan Pemprov DKI untuk menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi warga Jakarta.
“Bukannya saya bela [Alexis], tapi caranya enggak cantik. Enggak elok. Arogan banget,” kata Erick.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz