Menuju konten utama

Alasan PSI Kritik LPJ APBD Pemprov DKI Jakarta 2019 Kurang Mendalam

PSI mengemukakan kekecewaannya terkait laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Pemprov DKI 2019.

Alasan PSI Kritik LPJ APBD Pemprov DKI Jakarta 2019 Kurang Mendalam
Gedung Balai Kota DKI Jakarta.FOTO/antaranews

tirto.id -

DPRD DKI Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta menyatakan kekecewaannya dengan pembahasan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun 2019.

Kekecewaan pertama lantaran Pemprov DKI belum memberikan data yang diminta oleh DPRD fraksi PSI.

Sekretaris Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anthony Winza mengaku pihaknya telah mengirimkan surat permintaan data pada 15 April 2020 kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Data yang diminta oleh PSI untuk APBD 2019 diantaranya adalah penyerapan anggaran yang rinci per kegiatan dan per rekening dalam format excel.

“Perlu diingat bahwa APBD adalah uang rakyat. Oleh karena itu, sewajarnya Pemprov DKI memberikan data yang rinci mengenai penggunaan anggaran, lalu kita buka bersama-sama. Jika Pemprov DKI tidak mau memberikan data, maka apa yang mau dibahas?” kata Anthony melalui keterangan tertulisnya, Kamis (3/9/2020).

PSI juga lanjut dia, telah berkali-kali menindaklanjuti permintaan data tersebut di dalam rapat Komisi C pada tanggal 1 September 2020 kemarin. Namun, sampai saat ini tidak membuahkan hasil.

“Tapi di forum rapat itu pun pihak BPKD hanya menjawab bahwa masih dalam proses koordinasi, padahal data tersebut sudah diminta sejak April 2020,” ucapnya.

Kemudian, menurutnya, pembahasan pertanggungjawaban anggaran masih menggantung, tidak tuntas dan mendalam. Akibatnya, berbagai masalah sering terulang dari waktu ke waktu.

Anthony menerangkan, penjelasan Pemprov DKI mengenai realisasi belanja hanya secara global alias gelondongan. Padahal, sebenarnya ada hal-hal yang perlu dibahas secara lebih mendalam.

Misalnya hambatan-hambatan dalam menjalankan anggaran, sehingga di APBD berikutnya bisa lebih optimal.

"Jangan sampai sudah dianggarkan tapi lagi-lagi penyerapan dan performanya tidak optimal,” tuturnya.

Anggota Komisi A Fraksi PSI August Hamonangan juga menyayangkan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) tidak terbuka. Di dalam rapat, terungkap ada temuan BPK terkait pembelian robot pemadam dengan jumlah sekitar Rp1,4 miliar dan Rp840 juta.

Temuan BPK ini baru disampaikan oleh Dinas Gulkarmat setelah PSI bertanya. Seharusnya temuan BPK seperti ini dipaparkan di awal, sehingga DPRD dan Pemprov DKI bisa mengetahui dan ambil sikap.

"Perlu diingat bahwa APBD disusun bersama-sama antara eksekutif dan DPRD. Dengan demikian, pihak eksekutif dan DPRD punya tanggung jawab yang sama untuk menjaga agar pelaksanaan anggaran bisa efisien dan efektif,” kata dia.

Contoh lain dikemukakan Wakil Ketua Komisi E dari Fraksi PSI Anggara Wicitra Sastroamidjojo, yakni mengenai anggaran Formula E di Dinas Pemuda Olahraga (Dispora).

Pada APBD 2019, Pemprov DKI membayar uang commitment fee sebesar Rp360 miliar untuk pelaksanaan Formula E tahun 2020. Sementara itu, pada APBD tahun 2020 juga telah dibayarkan commitment fee sebesar Rp200 miliar untuk pelaksanaan Formula E tahun 2021.

Di sisi lain, pelaksanaan Formula E tahun 2020 yang sedianya dilakukan Juni telah dibatalkan akibat pandemi COVID-19. Sedangkan Formula E tahun 2021 belum ada kejelasan.

“Sampai sekarang belum jelas bagaimana nasib uang commitment fee yang sudah terlanjur dibayarkan sebesar Rp560 miliar. Kami tidak melihat adanya kemauan politik atau political will dari Pak Gubernur untuk mengembalikan uang ini, padahal sekarang sedang kondisi defisit anggaran,” tuturnya.

Selain itu, terdapat juga anggaran untuk penanganan banjir. Di era Gubernur Anies Baswedan, pelaksanaan normalisasi sungai mandek. Sementara bencana banjir terus mengancam Ibu Kota.

“Kalau kami tanya, katanya ada masalah pembebasan lahan. Tapi sudah tiga tahun masalah ini selalu berulang, tidak ada perbaikan. Mungkin karena memang tidak ada kemauan untuk menangani banjir,” imbuhnya.

PSI menegaskan, pembahasan pertanggungjawaban APBD adalah kesempatan terakhir bagi DPRD untuk melakukan evaluasi kemampuan eksekutif melaksanakan anggaran. Dari situ, bisa dinilai dan diputuskan bagaimana alokasi anggaran pada APBD berikutnya.

“Ini adalah proses yang sangat penting, jangan hanya jadi formalitas tahunan. Fraksi PSI tidak bisa dan tidak akan serta merta menyetujui pertanggungjawaban APBD begitu saja. Kita minta data dibuka dan dibahas secara mendalam,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait APBD DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri