tirto.id - Pemerintah hingga kini belum memutuskan pemeberlakuan sistem lockdown atau penguncian wilayah untuk menekan angka penularan virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Kepala BNPB sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo menyatakan saat ini pemerintah masih mempertimbangkan berbagai aspek dalam upaya pengendalian pandemi virus corona.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah pengalaman sejumlah negara yang menerapkan karantina wilayah maupun lockdown untuk mengendalikan penyebaran virus corona.
Menurut Doni, jika tidak diputuskan secara hati-hati sekaligus melalui pertimbangan komprehensif, kebijakan karantina wilayah maupun lockdown justru berisiko memperluas penularan covid-19.
“Berkaca ke negara lain yang sudah lockdown ternyata gagal, sehingga terjadi penumpukan begitu besar. Bisa bayangkan jika ada satu di antara mereka yang terpapar, betapa banyaknya warga yang negatif bisa jadi positif," kata Doni pada Senin (30/3/2020) seperti dilansir Antara.
Doni menyatakan hal ini dalam keterangan persnya yang disampaikan via telekonferensi di Jakarta usai ia mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo.
Dia menjelaskan pemerintah mencermati dampak lockdown yang diberlakukan di sejumlah negara, seperti Italia, Perancis, Denmark dan termasuk India.
Doni meminta semua pihak mengikuti kebijakan politik pemerintah yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo. Saat ini pemerintah memilih untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
"Dalam konsep penanganan bencana, penyelesaian bencana jangan sampai menimbulkan masalah baru. Maka ini senantiasa diperhitungkan dengan melibatkan pakar hukum," ujar Doni.
"Dan akan diterbitkan Perppu dalam waktu dekat," tambah dia.
Doni memastikan pemerintah tidak akan mengikuti langkah sejumlah negara dalam mengatasi pandemi corona yang terbukti tidak efektif dan memicu masalah baru.
Saat membuka Rapat Terbatas pada hari ini, Jokowi memang menegaskan kebijakan karantina wilayah merupakan wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.
"Kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat bukan kewenangan pemerintah daerah," ujar dia.
Dia meminta seluruh menteri dan kepala daerah memiliki visi dan kebijakan yang sama dengan perhitungan matang terhadap dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan yang akan diambil.
Jokowi juga bilang, penerapan pembatasan sosial berkala besar untuk mengendalikan penularan COVID-19 akan didampingi dengan kebijakan darurat sipil.
"Saya minta pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi, sehingga tadi juga sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," ujar Jokowi.
Namun, rencana penerapan darurat sipil menuai kritik. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan pemerintah harus berhati-hati dalam menggunakan dasar hukum agar bias tafsir dapat dimimalisir dan penggunaan kewenangan dapat lebih tepat sasaran.
Koalisi juga mendesak pemerintah menangani pandemi Covid-19 dengan mengacu pada UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Mengingat pembatasan sosial akan disertai sanksi, Koalisi mendesak pemerintah untuk berpijak pada UU Karantina kesehatan. Koalisi menilai, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil," demikian pernyataan resmi koalisi.
Koalisi tersebut merupakan gabungan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, yakni ELSAM, Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia dan KontraS.
Editor: Agung DH