Menuju konten utama

Alasan Gerindra Tolak Orang dengan Gangguan Jiwa Dapat Hak Pilih

Gerindra menyatakan orang dengan gangguan jiwa tidak layak mendapat hak pilih. Gerindra juga menilai kualitas pemilu bisa dipertanyakan jika orang dengan gangguan jiwa bisa memilih.

Alasan Gerindra Tolak Orang dengan Gangguan Jiwa Dapat Hak Pilih
Ilustrasi Kotak suara KPU. ANTARA News/Ridwan Triatmodjo.

tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan orang dengan gangguan jiwa tidak seharusnya mendapat hak pilih. Dia menilai orang dengan gangguan jiwa tidak bisa dijamin kesadarannya saat memberikan hak pilih.

Dasco mengakui UU Pemilu memang tidak mengatur secara tegas mengenai larangan orang dengan gangguan jiwa untuk memilih di pemilihan umum (pemilu). Namun, menurut dia, pendapat Gerindra berpijak pada KUH Perdata.

“Meskipun tidak diatur secara tegas dalam UU Pemilu, tetapi dalam Pasal 1330 KUH Perdata secara jelas diatur jika orang gila tidak cakap untuk melakukan aktivitas hukum dan itu termasuk memilih dalam Pemilu,” kata Dasco kepada Tirto, Rabu (21/11/2018).

Dasco menegaskan, hak pilih untuk orang dengan gangguan kejiwaan juga mempunyai celah disalahgunakan. Sebab, kata dia, terbuka kemungkinan orang dengan gangguan jiwa yang memberikan hak pilih dimanpulasi agar memilih partai atau kandidat tertentu karena mereka tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan.

“Pada akhirnya bisa terjadi pelanggaran asas pemilu jujur dan adil. Orang dengan gangguan kejiwaan atau orang gila tidak seharusnya diberikan hak pilih,” tegasnya.

Meski belum diketahui secara pasti berapa banyak jumlah orang dengan gangguan jiwa di Indonesia, menurut Dasco, kekhawatiran partainya tidak terkait dengan jumlah suara kelompok pemilih ini. Dia mengklaim sikap Gerindra didasari keinginan untuk menjaga kualitas pemilu. Oleh karena itu, dia mendesak KPU mencabut hak pilih orang dengan gangguan kejiwaan.

“Ini kan soal apa yang diatur oleh Undang-undang dan Peraturan KPU. Kalau kemudian orang yang tidak layak memilih [diberi hak pilih], karena orang yang terganggu jiwanya tidak memiliki tanggung jawab akan pilihannya, ini potensi pelanggaran,” kata Dasco.

Sebagai catatan, pasal 198 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sama sekali tidak melarang orang dengan gangguan jiwa untuk menggunakan hak pilihnya.

Sementara pasal 1330 KUH Perdata menyatakan, bahwa "Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah; 1. anak yang belum dewasa; 2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu."

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom