tirto.id - Unjuk rasa menentang Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.108/2017 masih terus digelar menjelang penerapannya pada 1 Februari mendatang. Kelompok masa dari Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) menyerukan akan berdemo di depan istana negara hari ini, Senin (29/1/2018), membawa serta mobil yang biasa digunakan untuk taksi online.
"Kami minta maaf kepada warga Jakarta apabila Jakarta macet total hari Senin, 29 Januari 2018 karena kami kan menyampaikan aspirasi kepada Presiden Jokowi," demikian pesan yang disampaikan oleh Koordinator Aliando, Babe Bowie kepada Tirto, Minggu (28/1/2018).
Aliando menyatakan menolak tegas Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 karena dinilai tidak mengakomodasi suara mereka. Pada regulasi kedua tentang taksi online, Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 keluar, Babe mengatakan telah mengajukan revisi keberatan tapi merasa tidak diindahkan.
"Sampai saya demo pertama 26 November, 31 November, saya enggak minta tolak, tapi minta revisi. Tapi, enggak digubris. Oke. Pada 22 Januari saya demo, langsung saya menyatakan saya menolak karena kalau usulan enggak diakomodir saya turun ke bawah," ungkapnya.
Sejumlah aturan yang diterangkan dalam Permenhub 108 Tahun 2017 dinilai Babe sangat mengekang hak kemandirian dari para driver penyedia jasa transportasi berbasis digital, yang menurutnya tidak bisa disamakan dengan taksi konvensional.
Beberapa poin keberatan mereka meliputi: Pertama, driver harus meningkatkan SIM A miliknya menjadi SIM A Umum. Kedua, kendaraan dan akun driver harus terdaftar di badan hukum (koperasi atau PT). Ketiga, Uji KIR.
Untuk mengurus semuanya, Babe mengatakan kalai membutuhkan dana tidak sedikit. "Bikin SIM itu murah, bullshit semua. Dari SIM A ke SIM A Umum harus training dulu, harus bisa memiliki sertifikat kompetensi driver, itu mahal. Saya nego-nego untuk kolektif 200 orang, dapet Rp500 ribu per orang. Berjuangnya sangat berat," ucapnya.
Setelah mendapatkan SIM A Umum dan lolos uji KIR, supir akan mendapatkan kartu pengawas dan mobil sebagai taksi onlinenya serta mendapat stiker tanda angkutan sewa khusus (ASK).
Gerakan unjuk rasa yang digelar hari ini juga diikuti Front Driver Online Indonesia (FDOI). "Kami menyerukan kepada seluruh rekan FDOI yang tergabung di dalamnya untuk ikut aksi turun bersama teman-teman driver online lainnya," demikian seruan dari Ketua Umum FDOI Bintang Wahyu Saputra, Minggu (28/1/2018).
Dalam pesan elektroniknya tersebut Bintang menyampaikan bahwa penolakan bukan karena Permenhub tidak baik. Menurutnya, terdapat beberapa poin dalam Permenhub yang menghilangkan asas keadilan dan objektivitas pemerintah dalam mengambil keputusan terkait pengemudi taksi online.
FDOI ini berbalik menyerang dengan menilai bahwa regulasi taksi online bukanlah wewenang dari pada Kemenhub, "Dan jauh dari fungsi Kementerian Perhubungan terkait transportasi online, karena pembentukan transportasi online di bawah Kominfo [Kementerian Komunikasi dan Informasi] bukan Kemenhub."
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christiansen F. W Wagey menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman di kelompok yang menentang Permenhub Nomor 108 Tahun 2017.
Pada dasarnya yang saat ini masih menjadi persoalan adalah Kominfo yang belum juga mengeluarkan regulasi untuk pengaturan, terutama terkait sanksi untuk perusahaan aplikasi online. Sementara, aturan Permenhub telah keluar untuk mengatur dari sisi kendaraannya.
"Perusahaan aplikasi ini kan ranahnya Kominfo. Bukan Kemenhub, jadi Kominfo yang harus mengatur, tapi sampai saat ini belum ada. Ini efek terbesar kenapa kelompok sebelah masih menolak [regulasi Permenhub]," ujarnya kepada Tirto pada Minggu (28/1/2018).
Pihaknya telah mendesak Kominfo untuk kelarkan aturan terhadap penyedia aplikasi. "Pada 18 Desember kami demo di Kominfo, dijanjikan sebelum 1 Februari akan keluarkan Permenkominfo, tapi sampai saat ini enggak ada," terangnya.
Belum sinkronnya regulasi antar-kementerian menjadikan aturan terhadap taksi online dirasa tidak adil. Dalam Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 pasal 65 disebutkan bahwa penyedia aplikasi tidak boleh menerima driver baru, tapi ternyata mereka masih membuka pendafaran.
Dalam Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 juga telah diatur harga batas bawah dan batas atas. Namun kenyataannya perusahaan aplikasi online masih banyak yang melanggar. Mereka engenakan tarif batas bawah, di bawah Rp3500.
Setelah disampaikan ke Kominfo, Christiansen menjelaskan muncul tiga kesepakatan dalam pertemuan itu. Pertama, Kominfo akan memanggil perusahaan aplikasi untuk mempertanyakan mengenai kemitraan antara driver dan perusahaan aplikasi. Kedua, mengeluarkan moratorium pendaftaran driver baru. Ketiga, mengeluarkan Permenkominfo yang mengatur segala sesuatunya tentang perusahaan aplikasi terutama sanksi-sanksinya.
Selebihnya, persoalan aturan di Kemenhub yang diatur Permenhub 108/2017 sudah lebih baik dari pada sebelumnya. Terkait stiker, ia mengatakan hal itu seharusnya sudah beres. Telah disepakati stiker bisa dilepas pasang. Ketentuannya, saat mobil pribadi digunakan untuk bekerja sebagai taksi online maka wajib dipasang.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari