tirto.id - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji merespons penemuan dua peserta beralamat fiktif dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 di Bogor, Jawa Barat. Hal tersebut, menurutnya, masih tak lepas dari perspektif sekolah favorit menurut orang tua siswa.
"Ini terjadi karena masyarakat masih mengejar sekolah favorit, dan tidak mempedulikan zonasi. Jadi zonasi ini akan selalu menimbulkan banyak masalah selama mutu sekolah belum merata," ujarnya kepada Tirto, Senin (1/7/2019).
Selain itu, ia menilai sinkronisasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah belum berlangsung baik. Di satu sisi, pemerintah pusat menghendaki pemerataan, di lain sisi daerah justru membuat sekolah-sekolah unggulan. Sehingga dampaknya, menurutnya, membingungkan masyarakat.
"Butuh keseriusan dan political will dari pemda untuk pemerataan mutu," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai, pemda masih belum memahami secara komprehensif perihal kebijakan zonasi. Sehingga aturan main yang ditetapkan belum sesuai Permendikbud No.51/2018.
Menurut Ubaid, pemerintah pusat dan daerah kembali melakukan rapat koordinasi untuk mengevaluasi dan menyepakati komitmen pemerataan mutu sekolah.
"Dengan begitu, pusat dan daerah, antara kebijakan dan implementasi bisa berjalan secara baik, sistematis, dan masif. Roadmap ini harus disepakati bersama supaya jalannya bersamaan dengan fokus yang sama," pungkasnya.
Wali Kota Bogor Jawa Barat Bima Arya Sugiarto menemukan dua peserta beralamat fiktif saat melakukan inspeksi mendadak (sidak). Peserta dengan alamat fiktif ini ditemukan di Kelurahan Paledang yang letaknya tak jauh dari SMA Negeri 1 Kota Bogor, Jumat (28/6/2019) malam.
"Kita menerima aduan dari warga sejak seminggu lebih soal ini. Mereka tahu sebagai orang tua siswa bahwa anak-anak itu tidak tinggal di situ," ujarnya, di Bogor, usai melakukan sidak.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri