tirto.id - Sejumlah aktivis Hak Asasi Manusian (HAM) mengecam putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi tentang perkara keterbukaan informasi dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir Said Thalib.
Kasasi yang diajukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu menuntut pembatalan putusan PTUN yang mengabulkan permohonan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) untuk tidak membuka dokumen TPF kasus Munir ke publik dengan alasan berkasnya hilang. MA menolak permohonan kasasi itu belum lama ini.
Koordinator KontraS, Yati Andriyani mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan ini dengan menyatakan, "(Pertimbangan) Hakim-hakim MA dangkal dalam menangani kasus ini." Dia mengecam lagi, "Lembaga-lembaga yudikatif justru menjadi sarana impunitas."
Yati juga menilai ada beberapa kejanggalan dalam proses pengambilan putusan kasasi itu. Laman resmi MA menyebutkan bahwa permohonan kasasi diputus pada 13 Juni 2017. Padahal KontraS sudah mengajukan permohonan kasasi sejak 27 Februari 2017.
Menurut Yati, berdasar Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Informasi Publik di Pengadilan, MA wajib memutus permohonan kasasi maksimal 30 hari sejak Majelis Hakim ditetapkan.
Yati menegaskan putusan MA atas pengajuan kasasi lembaganya tidak menggugurkan kewajiban pemerintah untuk mengumumkan isi dokumen TPF kasus pembunuhan Munir ke publik. "Kewajiban itu tidak bisa digugurkan hanya karena dokumen tidak bisa ditemukan," kata Yati.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa menambahkan putusan MA tersebut tidak menghapus kewajiban pemerintah untuk membuka dokumen TPF kasus Munir sebab ketentuannya sudah tercantum dalam Keppres Nomor 111 Tahun 2004.
Kepress tersebut, menurut dia, menyatakan bahwa pemerintah wajib mengumumkan hasil temuan TPF kasus Munir ke publik.
Aktivis HAM yang sekaligus istri Munir, Suciwati menyebutkan bahwa ketidakjelasaan nasib dokumen TPF kasus Munir merupakan preseden buruk bagi pemerintah. "Sebuah preseden buruk, lembaga negara menghilangkan dokumen yang sangat penting dan tidak ada pertanggungjawaban," ujarnya.
Pegiat HAM lainnya, Haris Azhar menilai pengumuman dokumen tersebut penting untuk menunjukan peran negara dalam kasus pembunuhan Munir. "Kita ingin tahu seberapa sistematis peran negara dalam kasus ini," kata Haris.
Karena itu, Haris mendesak MA menjelaskan alasan putusannya tidak mengabulkan permohonan kasasi KontraS. "Bagi saya, Mahkamah Agung sudah kehilangan kata Agungnya," kata Haris.
Sementara Direktur Imparsial, Al Araf menganggap klaim pemerintah bahwa dokumen TPF Kasus Munir telah hilang merupakan alasan aneh. Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa dengan mudah mengumumkan dokumen tersebut ke publik. "Buka aja dokumennya, enggak perlu takut," ujar dia.
Penulis: Satya Adhi
Editor: Addi M Idhom