Menuju konten utama

Aksi Simpatik dan Orasi-Orasi Politis dalam Reuni 212

Sejumlah orang membagikan makanan dan minuman ke peserta aksi.

Aksi Simpatik dan Orasi-Orasi Politis dalam Reuni  212
Massa mengikuti aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (2/12). Aksi yang diselenggarakan sebagai bentuk reuni kegiatan 2 Desember 2016 itu diisi dengan pembacaan zikir, salawat serta salat berjamaah. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nz/17

tirto.id -

Arus manusia sudah datang berduyun-duyun memadati lapangan Monumen Nasional (Monas) Jakarta, sejak Sabtu (12/2) pagi. Seiring meningginya matahari, jumlah mereka kian bertambah. Mereka datang untuk Reuni Aksi 212 dan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Reuni aksi 212.

Di sekitar area pintu masuk Monas, sejumlah orang dengan sikap simpatik sibuk menawarkan aneka makanan dan minuman gratis kepada massa. Ada yang menawarkan kue sus, risoles, cokelat panas, dan nasi kotak untuk peserta lanjut usia.

Di depan panggung lautan manusia terhampar dengan puluhan bendera hitam dan putih yang dikenal dengan nama Al-Liwa dan Ar-Rayyah berkibar mewarnai angkasa. Bendera berbagai ormas pun tak ketinggalan.

Orang-orang yang datang belakangan tampak berjalan hati-hati, melangkahi ratusan orang lainnya yang sudah lebih dahulu duduk. Mereka berusaha merangsek maju ke barisan terdepan. Tiba-tiba dari panggung terdengar suara seruan. "Pada 2018, pilih gubernur, bupati, walikota yang suka berjamaah. Takbir!" yang langsung disambut seruan takbir dari massa aksi yang lain.

Selanjutnya sang orator menjelaskan persatuan umat, salah satunya di urusan ekonomi "Kita sepakat kita hanya akan membeli keperluan kita dari orang Islam, setuju?" teriak sang orator.

Massa pun berseru: "Setuju!"

Kali ini Fahrurozi Ishak ambil alih pelantang. Orang yang pernah mengklaim diri sebagai "gubernur" tandingan Ahok di Jakarta ini bercerita tentang bagaimana gerakan ini terbentuk di 2014. Ia mengatakan aksi ini bermula dari percakapan via telepon dengan Rizieq Shihab. Selanjutnya ia menegaskan sikap politiknya yang tidak sudi Jakarta dipimpin oleh non-muslim

"Kita tidak rela dan kita tidak mau Jakarta dipimpin orang di luar Islam!" serunya. Ia mengklaim bahwa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia adalah orang Islam seraya menyebut nama pahlawan dari Pattimura hingga Bung Tomo.

"Ada gak, pahlawan Indonesia namanya Maling Sang Siang Siang?! Gak ada! Karena itu habib dan ulama gerak sejak 2014," teriaknya.

Aksi kali ini diklaim diikuti oleh lebih dari 7,5 juta peserta, lebih dari peserta aksi 212 tahun lalu. Selain itu, aksi ini juga diklaim diikuti peserta dari berbagai penjuru Indonesia dari Sumatera sampai Jawa Timur.

Hadir juga berbagai tokoh nasional seperti Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, dan Ketua PKS Sohibul Iman sampai penceramah Felix Siauw. Tak hanya hadir, mereka pun memberikan orasi di aksi tersebut.

Dalam orasinya, Ketua FPI Ahmad Shobri Lubis menolak bila ini disebut aksi politik. "Ini bukan aksi politik! Ini aksi agama!" tegasnya.

Tak lama berselang setelah mengucapkan itu, Ahmad Shobri menegaskan di mana Muslim menjadi mayoritas, wajib hukumnya memilih pemimpin Muslim. Ia pun menambahkan, pentingnya berkonsultasi dengan ulama ketika akan memilih pemimpin.

Felix Siauw yang juga menjadi orator pun menolak apabila ini disebut aksi intoleransi. Hal ini diamini salah satu peserta aksi Abu Raffi.

"Kalau kita bicara intoleransi, kembali lagi siapa yg bicara seperti itu, sementara kita di sini kita ketemu, senyum," jelasnya

Hal serupa ditegaskan peserta aksi dari Purwakarta, Feri. Ia mengatakan bahwa ia keberatan jika aksi ini disebut bagian dari intoleransi, "Intoleransi dari mana? Malah ini tuh toleransi," tukasnya.

Feri dan Abu Raffi menyatakan bahwa kehadirannya di aksi 212 dan reuni 212 tahun ini adalah bagian dari ukhuwah.

Baca juga artikel terkait AKSI 212 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Jay Akbar