Menuju konten utama

Akses Vaksin PCV Belum Merata, Rakyat Miskin Paling Terdampak

Rakyat miskin jadi kelompok paling terdampak beban pneumonia. Program vaksinasi PCV gratis pun belum mencakup seluruh daerah Indonesia.

Akses Vaksin PCV Belum Merata, Rakyat Miskin Paling Terdampak
Ilustrasi Pneumonia. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ketika negara tak mampu memberi perlindungan kesehatan secara menyeluruh bagi rakyatnya, si miskin adalah kelompok yang paling menanggung derita. Kelompok yang tak pernah punya “uang darurat” untuk masalah kesehatan, selain hanya bergantung pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)—atau bahkan tak punya jaring pengaman sama sekali.

Itulah yang dirasakan oleh keluarga Vika (29 tahun). Selama ini, dia selalu mengandalkan beragam program pemerintah untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi sang anak, termasuk urusan vaksinasi dasar. Vika bukannya tak mau memberi “yang terbaik” bagi buah hatinya, tapi uang bulanan dari suami hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pemerintah sebenarnya telah memiliki program vaksinasi dasar wajib bagi anak guna mencegah efek penyakit menular di masa depan. Namun, tak semua vaksin rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masuk dalam program ini, salah satunya Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV). Jadi, orang tua yang mau menambah vaksin rekomendasi IDAI harus membayar secara mandiri.

Mau vaksin PCV nggak mampu, mahal banget apalagi harus suntik sampai 3 kali,” kata ibu rumah tangga yang berdomisili di Kabupaten Bogor ini.

Indonesia sudah memiliki beberapa vaksin antipneumonia, diantaranya vaksin difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) untuk cegah pneumonia akibat bakteri pertussis. Kemudian, vaksin Haemophilus influenzae tipe B (Hib) untuk cegah pneumonia akibat bakteri Hib, serta vaksin PCV untuk cegah pneumonia akibat 13 jenis bakteri pneumokokus. Vaksin DPT dan Hib sudah masuk program vaksin wajib bagi anak dan tak berbayar, sementara PCV baru bisa terakses gratis di beberapa wilayah saja.

Bayi Vika sudah mendapat vaksin DPT-Hib 2, tapi dua kali pula sang anak terkena pneumonia. Kata Vika kemungkinan besar pencetus kekambuhan ini adalah perilaku merokok dan membakar sampah di lingkungan tempat tinggal mereka.

Polusi udara memang menjadi salah satu pencetus pneumonia, selain tidak terpenuhinya ASI ekslusif (54persen), berat badan lahir rendah (10,2 persen), dan belum imunisasi lengkap (42,1 persen). Kebijakan pembatasan selama pandemi COVID-19 justru membikin rentan pneumonia di kalangan menengah bawah.

Pneumonia umumnya menular lewat percikan kecil air liur. Penjarakan fisik yang diberlakukan selama pandemi COVID-19 terlihat seolah memotong jalur penularannya. Namun, Saunders dan Nellums dalam jurnal Public Health in Practice (Vol.3, 2022) menyebut aturan ini sebenarnya tidak realistis ketika diterapkan di lingkungan padat.

Perintah agar tetap di rumah memaksa banyak orang terkurung di ruang berventilasi buruk dengan paparan asap sebagai perokok pasif di rumah. Keduanya merupakan faktor insiden pneumonia anak (derajat berat dengan kematian),” demikian tulis Saunders dan Nellums.

Polusi udara rumah tangga merupakan penyebab kedua terbesar kematian anak akibat pneumonia. Sebagian besar polusi jenis ini berasal dari bahan bakar padat yang digunakan pada tungku. Di pemukiman keluarga miskin, dapur sering kali menyatu dengan ruang lain tanpa memiliki sekat dan ventilasi.

Karenanya, si miskin menjadi kelompok paling terdampak pneumonia selama gelombang pandemi COVID-19. Ketidakmampuan finansial mempengaruhi tempat tinggal anak, asupan makanan mereka, serta fasilitas kesehatan yang mereka terima.

Kusutnya Program Vaksinasi PCV

Wilayah tempat tinggal Vika, yakni Parung, Kabupaten Bogor, sejatinya sudah masuk program vaksinasi gratis PCV. Mula mendengar kabar ini, Vika tentu senang bukan kepalang. Setelah mencari informasi tempat serta waktu pelaksanaan vaksinasi, dia lantas pergi ke salah satu puskesmas di daerah sana.

Namun sesampainya di fasilitas kesehatan tingkat pertama itu, hanya kecewa yang Vika dapat. Bidan jaga menolak vaksinasi bayi Vika dengan alasan program tersebut hanya untuk bayi kelahiran di atas Mei 2021. Sementara itu, anaknya lahir pada Januari 2021.

Ketika datang ke puskemas, si bayi tengah berumur 6 bulan. Jika melihat jadwal imunisasi, vaksin PCV sebenarnya masih bisa dikejar hingga bayi berusia 11 bulan. Jadi, sesuai aturan seharusnya bayi Vika masih bisa mendapat PCV dari dosis pertama.

Guna mengurai karut-marut program vaksinasi PCV di lapangan, Tirto menghubungi Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine. Dia mengatakan program vaksinasi PCVgratis telah berjalan di beberapa wilayah, seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Bangka Belitung, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Program PCV di NTB dimulai dari 2 kabupaten/kota pada 2017 lalu. Kemudian dalam waktu 3 tahun, meluas menjadi 5 kabupaten/kota dan total provinsi NTB. Kepulauan Bangka Belitung juga sudah menerima vaksin ini secara total. Sementara itu, wilayah Jatim baru terealisasi di 8 kabupaten/kota dan 6 kabupaten/kota di Jabar.

Semula target PCV gratis di seluruh Indonesia itu di tahun 2024. Namun, Pak Budi (Menteri Kesehatan) mau dipercepat mengingat dampak kematian balita yang tinggi. Jadi, rencananya maju ke Juli 2022 nanti,” papar Prima mengonfirmasi pertanyaan dari Tirto, Senin (18/4/2022).

Infografik Vaksin Pencegah Pneumonia

Infografik Vaksin Pencegah Pneumonia. tirto.id/Sabit

Kelancaran pelaksanaan vaksinasi di tiap-tiap daerah sangat bergantung pada ketersediaan vaksin. Pasalnya,vaksin PCV belum diproduksi lokal dan masih mengandalkan impor. Sejauh ini, lanjut Prima, capaian vaksinasi PCV di daerah implementasi awal sudah mencapai 90 persen sehingga memengaruhi penurunan kasus pneumonia di wilayah-wilayah tersebut.

Kami lalu menanyakan perihal pembatasan waktu kelahiran tertentu sebagai syarat melakukan PCV balita—seperti yang dikeluhkan Vika. Prima menjelaskan aturan tersebut diambil berdasar bulan dimulainya program. Saat program dijalankan, bayi harus sudah berusia 2 bulan—dengan asumsi PCV pertama dilakukan pada umur 2 bulan.

Misal program di wilayah Vika (Kabupaten Bogor) berjalan pada Juli 2021 lalu, vaksinasi PCV gratisdiperuntukkan bagi bayi kelahiran Mei 2021 ke atas. Jika program menyeluruh di Indonesia berjalan pada Juli 2022 nanti, hanya bayi kelahiran Mei 2022 ke atas yang menerima manfaat tersebut.

Anak-anak yang lahir sebelum tanggal itu, misal di bulan April, belum bisa ikut di situ. Berarti sendiri, maksudnya tidak ikut di program itu (harus vaksinasi mandiri).”

Ketika kami tanya dasar pertimbangan syarat tersebut, Prima menekankan pada kemudahan pendataan. “Sementara seperti itu dulu karena mengadakan vaksinasi agak sedikit sulit menghitungnya.”

Singkat kata, tidak semua bayi akan mendapat perlindungan dari vaksin PCV. Pemerintah harus cepat-cepat memikirkan strategi pengejaran vaksin bagi bayi-bayi ini jika tak mau menuai ancaman penyakit pneumonia di masa depan.

Baca juga artikel terkait PNEUMONIA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi