Menuju konten utama

Akhiri Kekerasan di Papua, Komnas HAM Desak Jokowi Tempuh Dialog

Dalam beberapa kali pertemuan, Komnas HAM menyarankan kepada Jokowi untuk menempuh dialog guna memutus mata rantai kekerasan di Papua.

Akhiri Kekerasan di Papua, Komnas HAM Desak Jokowi Tempuh Dialog
Kerusuhan Wamena. Sepatu tertinggal di halaman kantor bupati Jayawijaya. tirto.id/Fahri Salam

tirto.id - Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mendesak Presiden Jokowi untuk menempuh upaya dialog untuk mengakhiri kekerasan di Papua.

"Kepada Bapak Presiden dalam beberapa pertemuan, kami mengusulkan diberi kelonggaran dan sedikit keleluasaan untuk mengambil inisiatif pendekatan-pendekatan dialog dengan pihak-pihak tertentu,” ucap dia, Senin (15/2/2021).

Dialog untuk mengakhiri konflik, kata dia, mulai dirancang oleh Komnas HAM dengan melibatkan Kardinal Ignatius Suharyo dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Gomar Gultom.

Bahkan pihaknya mencatat beberapa peristiwa kekerasan dilakukan oleh kelompok bersenjata usai demonstrasi tolak rasisme orang Papua merebak pada Agustus 2019.

Koalisi Masyarakat Sipil-Papua Untuk Semua (Ko Masi Papua) merilis hasil investigasi independen terkait jumlah korban pascaaksi anti-rasisme Agustus 2019. Ada 28 elemen lembaga sipil yang tergabung. Menurut perwakilan koalisi, Sem Awom, pada 29 Agustus, ada tiga warga sipil yang tertembak. Dua warga kena peluru nyasar saat aksi di Expo Waena. Pada hari yang sama, juga ada satu warga tertembak di Abepura usai mengikuti demo.

"Koalisi juga menemukan sweeping yang dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu pada 30 Agustus. Akibatnya, setidaknya 9 orang alami luka berat dan ringan, karena senjata tajam. Sedangkan 1 orang pemuda tewas,” kata Sem dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Selasa (17/9/2019). Pihaknya juga mencatat 8 warga dan 1 anggota TNI tewas dalam demonstrasi di Deiyai pada 28 Agustus.

Lantas, 18 Juni 2020, Sekretaris II Dewan Adat Papua John NR Gobai berpendapat pengusutan kasus pelanggaran HAM berat di Papua yang hingga kini mandek berdampak kepada kepercayaan masyarakat Papua terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Ia mengambil contoh Kejaksaan Agung yang dua kali mengembalikan berkas penyelidikan peristiwa Paniai ke Komnas HAM. Ditambah kasus Wasior Berdarah pada 2001 dan Wamena Berdarah pada 2003 yang juga belum rampung penyelidikannya hingga saat ini.

"Penantian penyelesaian pelanggaran HAM berat di Papua ini seperti merebus batu yang tidak akan masak. Masyarakat Papua lama-lama tidak percaya penegakan HAM di Indonesia," kata John dalam diskusi daring berjudul 'Masa Depan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Papua'.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali