tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan tim hukum dari pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Berdasarkan amar putusan yang dibacakan hakim Mahkamah, tak ada satu pun dalil yang diterima, bahkan tudingan kecurangan yang digembar-gemborkan pun tidak mampu dibuktikan.
Saat konferensi pers yang digelar usai pembacaan putusan, Prabowo mengaku menerimanya, meskipun hasil itu mengecewakan kubu dan pendukungnya.
“Kami mengerti bahwa keputusan itu sangat mengecewakan bagi kami dan pendukung, namun sesuai kesepakatan kami patuh dan ikuti jalur konstitusi yaitu UUD 45 dan sistem UU yang berlaku, maka dengan ini kami nyatakan bahwa kami hormati hasil keputusan MK,” kata Prabowo, di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019).
Kendati demikian, Prabowo berkata, dirinya dan Sandiaga akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim hukum guna meminta pendapat dan saran terkait langkah hukum dan konstitusi yang bisa ditempuh selanjutnya.
Sementara itu, calon presiden petahana, Joko Widodo menilai putusan MK bersifat final dan semestinya dihormati sebagai keputusan akhir terkait sengketa Pilpres 2019.
“Tidak ada lagi 01 dan 02, yang ada persatuan Indonesia, walau pilihan politik berbeda tetapi kita harus saling menghargai, walau politik berbeda kita harus saling menghormati,” kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, sebelum bertolak ke Jepang, Kamis malam.
Tak Bisa Buktikan Kecurangan
Dalam sidang putusan yang digelar MK sejak Kamis siang, Tirto mencatat setidaknya ada 50 pernyataan hakim Mahkamah Konstitusi bahwa dalil pemohon "tidak beralasan menurut hukum.”
Dalilnya bermacam-macam, mulai dari tudingan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif hingga pemilihan yang berlangsung tanpa saksi. Namun, Mahkamah menilai semua itu tidak beralasan menurut hukum.
Apa yang disampaikan sembilan hakim MK dalam pertimbangannya ini tertera lengkap dalam dokumen putusan setebal 1.944 halaman. Pertimbangan mereka sebagian besar, jika bukan seluruhnya, senada dengan respons KPU atas permohonan kubu 02.
Sebagai pihak termohon, KPU lebih "kasar" daripada Mahkamah Konstitusi. Semua dalil tim hukum 02 dilucuti satu persatu dan ditolak dengan beragam pernyataan.
Ada 58 pernyataan KPU secara tertulis yang intinya meminta agar "dalil pemohon mengenai ini harus ditolak atau dikesampingkan." Sebanyak 24 lain mengatakan dalil pemohon harus dikesampingkan. Delapan yang lain menyatakan bahwa dalil harus ditolak dan dikesampingkan, satu menyatakan tak berdasar dan harus dikesampingkan.
Sementara dua dalil yang diajukan pemohon dinilai termohon sebagai sesuatu yang tidak masuk akal, dan dua sisanya menganggap dalil tak wajar dan harus dikesampingkan. Total ada 95 dalil yang intinya ditolak oleh pihak termohon.
Tidak Ada Dissenting Opinion
Saat membacakan putusan, Ketua MK Anwar Usman mengatakan dengan singkat dan tegas. “Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Sidang kemudian dinyatakan selesai setelah Usman mengetok palu. Tidak ada dissenting opinion dari sembilan hakim MK setelah pembacaan amar putusan. Pendamping pengacara Jokowi-Ma'ruf, Trimedya Panjaitan menyambut baik putusan MK ini. Politikus PDIP ini bahkan menyebut tidak adanya dissenting opinion ini di luar ekspektasinya.
"Bagi kami yang luar biasa juga, tidak ada Hakim Konstitusi yang dissenting opinion, semua utuh, dan dengan suara bulat memutuskan sebagaimana yang disampaikan Pak Yusril, menolak semua permohonan pemohon," ujar Trimedya di lokasi yang sama.
Menurut dia, persiapan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres ini lebih buruk daripada tahun 2014. Meski penolakan dalil yang disampaikan mencapai 50, Trimedya mengungkap bahwa dalil yang ditolak hanya 25. Intinya sama: semua ditolak.
"Ini sama sekali semua dari 25 poin yang mereka dalilkan, satu pun tidak bisa terbukti," ujar Trimedya.
Berdasarkan pemaparan hakim MK, sebagian besar penolakan atau tidak beralasannya dalil pihak 02 karena minimnya alat bukti dan pembuktian paslon 02. Paslon 02 juga sebenarnya mendalilkan agar termohon dan pihak terkait ikut membuktikan kesalahan tudingan pihak pemohon. Sayangnya, MK tidak berpendapat demikian.
Ketika pemohon tak bisa membuktikan tuduhannya, maka selesai nasib dalil mereka. Misalnya, soal TPS siluman. MK kemudian lebih percaya pada data KPU terkait TPS daripada pihak pemohon yang tak bisa menyebutkan di mana saja TPS siluman berada.
"Justru sebaliknya, termohon [KPU] dapat membuktikan tentang data jumlah TPS seluruh Indonesia, dengan demikian merujuk pada eksistensi termohon sebagai lembaga yang berwenang menyelenggarakan pemilu, maka Mahkamah meyakini bahwa dalil pemohon tersebut tidak didukung dengan alat bukti yang valid, dan sebaliknya mahkamah menerima data yang disampaikan termohon," kata hakim MK Saldi Isra.
Dalil lain misalnya soal penggelembungan dan pencurian suara diperkirakan sebanyak 16.769.369 sampai dengan 30.462.162. Namun, MK tetap menegaskan tak ada bukti kuat yang mendasari dalil itu.
"Analisis yang dilakukan oleh pemohon tidak didukung dengan bukti yang cukup," lanjut hakim MK lainnya Manahan M.P Sitompul.
Kubu Prabowo Belum Akui Kekalahan?
Ketua tim hukum paslon nomor.urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, berharap Mahkamah Konstitusi bisa bertindak lebih jauh untuk menyelidiki dugaan kecurangan yang memengaruhi perolehan hasil Pilpres 2019.
BW menilai MK tidak melakukan judicial activism. Padahal, kata BW, dengan menerapkan itu, MK bisa menganalisis lebih jauh untuk mencari kebenaran dalil pihal 02, misalnya soal politik uang dalam pilpres.
"Maka kemudian indikasi vote buying yang kami kemukakan itu tidak dianalisis secara jauh. Kalau judicial activism dipakai secara paripurna oleh Mahkamah, maka tidak perlu harus ada definisi yang disebut money politic untuk menjustifikasi ada tidaknya vote buying,” kata BW saat sidang sedang diskors dan dalil tim 02 sudah ditolak 10 kali.
Setelah sidang MK selesai, BW juga tidak serta merta mengatakan menerima hasil keputusan MK. Dia malah menyatakan ada perbedaan cara pandang menuntaskan kasus ini antara MK dengan pihak 02. Meski MK sudah berusaha keluar dari sebutan Mahkamah Kalkulator oleh BW, tapi mantan pimpinan KPK, itu masih beranggapan MK tidak maksimal.
"MK mencoba keluar dari jebakan (Mahkamah Kalkulator) itu, tapi pikirannya masih berpihak pada keadilan prosedural. Kami ingin mendorong keadilan yang substansial," kata BW.
BW juga segera melaporkan hasil putusan MK ini kepada Prabowo. Sementara melalui konferensi pers yang dilakukan pada Kamis malam, Prabowo mengaku menerima putusan MK dan akan mencari jalur lain yang memungkinkan untuk perkara PHPU ini.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz