tirto.id - Modal nekat. Itulah yang tergambarkan dari seorang bocah yang baru lulus SMP bernama Diky untuk bisa datang mengikuti Aksi Halalbihalal 212 dan Tahlil Akbar 266 di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Ia datang dari Serang, Banten ke Jakarta hanya untuk mengikuti aksi yang digagas ormas-ormas Islam seperti Persaudaraan Alumni 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) dan Front Pembela Islam (FPI).
Diky tak sendiri. Ia bersama rekan-rekannya, tak kurang dari 10 orang ke Jakarta menumpang kendaraan truk terbuka, istilahnya “BM” atau Bonceng Mobil. Berkali-kali dia berganti tumpangan.
Jika mobil yang ditumpanginya tak sesuai dengan arah yang dituju, Diky dan kawan-kawannya turun mencari mobil lain yang searah dengan tujuannya ke Jakarta.
"Kami BM saja. Ganti-ganti terus sampai di sini Selasa siang," ucap Diky.
Tiba di Jakarta Selasa siang, Diki dan kawan-kawannya langsung berkeliling sekitar Monumen Nasional (Monas) hingga petang. Mereka pun berlanjut ke Masjid Istiqlal untuk menunaikan Salat Magrib, sekaligus Isya. Tak lupa di masjid ini mereka menyempatkan diri untuk membersihkan dirinya.
Ia berencana menghabiskan malam di bagian dalam Masjid Istiqlal, tapi malang baginya lantaran mereka diminta keluar dari masjid karena harus ditutup.
Tak bisa melawan, Diky dan kawan-kawan mengaku memutuskan tidur di pinggiran jalan sekitar Istiqlal. Beruntung, malam kemarin langit Jakarta sedang bersahabat, tak ada hujan.
“Itu jam 10 malam. Katanya masjid mau ditutup. Kami jadinya tidur di emperan jalan," ungkap Diky.
Diky dan kawan-kawannya merupakan pengagum Bahar bin Smith. Mereka seringkali mengikuti acara-acara yang diselenggarakan Majelis Pembela Rasulullah, pimpinan Bahar bin Smith.
Berangkat ke Jakarta, mereka bahkan membawa spanduk-spanduk bertuliskan kekagumannya pada Bahar bin Smith, terdakwa kasus dugaan penganiayaan anak-anak yang saat ini menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Bogor.
Dari tulisan di bagian belakang kaosnya yang berwarna hitam: Kelak Cacian Dan Hinaan Akan Menjadi Tepuk Tangan. Terus Sampaikan Kebenaran Walau Penuh dengan Fitnahan, tampaknya ia merupakan pengagum berat penceramah yang sedang ditahan akibat kasus kekerasan terhadap anak itu.
Kedatangannya di Jakarta diakui Diky hanya untuk menghadiri halalbihalal. Ia tak tahu bahwa acara di Jakarta ini tujuan utamanya adalah mengawal putusan sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil sengketa Pilpres 2019.
"Saya tahunya ada halalbihalal," kata Diky menjawab tegas.
Namun, tak jelas apakah ia dan teman-temannya dikoordinir oleh pihak tertentu untuk hadir di aksi ini. Diky pun mengaku datang atas inisiasinya sendiri bersama rekan-rekannya.
Berbeda dengan Diki dan kawan-kawannya. Nur Hadi, pria paruh baya yang sengaja datang dari Pondok Kelapa, Jakarta Timur untuk menuntut para hakim MK independen dan netral.
Memakai baju koko putih, celana hitam, dan memakai topi hitam bertuliskan kalimat tauhid, Nur Hadi berangkat bersama teman-teman pengajiannya. Tak ada paksaan dari seorang pun untuk hadir, begitu kata Nur Hadi saat ditanya apakah kedatangannya atas inisiasi sendiri atau adanya ajakan dari orang lain.
"Pribadi saya sendiri. Kebetulan kesininya saya bareng teman-teman saya," kata Nur Hadi.
Nur Hadi mengatakan ia perlu mendukung para ulama untuk menyuarakan agar MK memutus perkara ini seadil-adilnya.
“MK harus netral ya, jangan sampai diintervensi sama penguasa yang tak berpihak pada ulama," tegas dia.
Ia pun akan kembali lagi hadir ke Patung Kuda ini bersama teman-temannya Kamis (27/2019), saat MK membacakan putusannya.
"Pasti besok saya ke sini lagi," kata dia saat ditemui reporter Tirto di lokasi hahalbihalal 212, di Jakarta Pusat, Rabu kemarin.
Sama seperti Nur Hadi, Siti Fajriyah, seorang ibu asal Depok, Jawa Barat ini juga akan hadir kembali ke aksi mengawal putusan MK terkait sengketa hasil Pilpres 2019. Siti bersama teman-temannya akan membawa perbekalan berupa makanan dan minuman yang tak hanya dikonsumsi sendiri, tetapi akan dibagikan ke massa aksi lainnya, tanpa dipungut biaya sepeser pun.
Menurut Siti, ia ikhlas dengan kegiatannya ini. Ia merasa senang karena bisa membantu perjuangan umat Islam lainnya yang menginginkan perubahan kepemimpinan. Baginya pemerintahan saat ini sangatlah tak manusiawi, apalagi kepada ulama.
"Jokowi banyak bohongnya, banyak janji-janji enggak ditepati dan terutama ulama-ulama dikriminalisasi. Enggak boleh pemimpin seperti itu," kata Siti.
Ia pun berharap kepada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk bisa menjadi pemimpin Indonesia berikutnya. Kehadirannya untuk mengikuti aksi ini, kata Siti, tak ada paksaan dari pihak lain, seperti partai politik ataupun organisasi keagamaan.
"Kalau saya lihat Prabowo itu tegas, dekat dengan ulama," tutur dia.
Selepas Salat Asar berjamaah dan berdoa bersama pada Rabu (26/5/2019), massa aksi pun perlahan membubarkan dirinya.
Komando untuk meninggalkan lokasi aksi dipimpin langsung oleh para orator yang ada di atas mobil berwarna putih yang terparkir tepat di depan kantor Kementerian Pariwisata. Salah satu yang meminta massa aksi untuk membubarkan diri adalah Koordinator Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) Abdullah Hehamahua.
“Aksi kita hari ini insyaallah akan ditutup, tapi tentu aksi ini bukan yang terakhir karena besok adalah endingnya, besok adalah penentuan proses di Mahkamah Konstitusi (MK)," jelas Abdullah.
Hari ini, Kamis (27/6/2019) merupakan sidang pembacaan putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 oleh Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu meminta massa aksi untuk datang lagi.
“Besok [Kamis (27/6)] kita siap datang lagi jam 8, kita sudah sampaikan surat pemberitahuan untuk Polda Metro," teriak Abdullah dari atas mobil komando.
“Sampaikan kepada Alumni 212 dan rakyat Indonssia untuk datang jangan sampai menyesal," teriak Abdullah lagi.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz