tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memperkirakan aturan wajib Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) mampu mendorong peningkatan cadangan devisa RI hingga 100 miliar dolar AS dalam setahun.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor diketahui, eksportir wajib menyimpan 30 persen hasil ekspor di dalam sistem keuangan RI minimal tiga bulan. Adapun, nilai devisa ekspor yang wajib ditahan ini di atas 250.000 dolar AS.
"Dan dengan ketentuan DHE minimal 30 persen bisa antara 60 sampai 100 miliar dolar AS," ujarnya dalam konferensi pers DHE, di Kantornya, Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Airlangga menuturkan potensi ekspor sumber daya alam dari empat sektor: pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan cukup besar. Selama 2022 saja, total ekspor dari empat sektor ini mencapai 203 miliar dolar AS dari total ekspor.
Dari empat sektor tersebut pertambangan menyumbang kontribusi tertinggi, yakni sebesar 44 persen atau 129 miliar dolar AS. Utamanya ini ditarik dari batu bara.
Kemudian sektor perkebunan mencapai 18 persen atau Rp36,54 miliar. Jika dirinci, komoditas kelapa sawit bisa menyumbang hingga 27,8 miliar dolar AS 5,3 persen.
Di sisi lain, sektor kehutanan menyumbang mencapai 11,9 miliar dolar AS atau 4,1 persen disumbang dari pulp and paper dan sektor perikanan menyumbang 6,9 miliar dolar AS didominasi dari ekspor udang.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekan aturan sanksi bagi eksportir yang melanggar regulasi Devisa Hasil Ekspor (DHE). Sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73 Tahun 2023 yang juga merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) 36/2023 tentang DHE.
Mengutip Pasal 5 PMK 73/2023 tersebut, terdapat sejumlah sanksi yang akan dikenakan pemerintah kepada eksportir nakal yang ogah memarkirkan DHE. Kemenkeu melalui Bea dan Cukai akan mengenakan sanksi penangguhan layanan ekspor berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Penangguhan pelayanan ekspor adalah pemblokiran terhadap akses yang diberikan kepada eksportir untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan ekspor baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual," tulis Pasal 1 PMK 73/2023, dikutip Jumat (28/7/2023).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat