Menuju konten utama

Ahli Pihak Setya Novanto Tuding KPK Tak Etis Saat Praperadilan

Terjadi perbedaan pandangan antara KPK dengan Mudzakir sebagai saksi ahli dari pihak Novanto.

Ahli Pihak Setya Novanto Tuding KPK Tak Etis Saat Praperadilan
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/12/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak beretika karena sudah memasukkan berkas perkara tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto sebelum sidang praperadilan selesai.

Hal tersebut ditegaskan Mudzakir saat menjadi saksi ahli dalam sidang praperadilan Setya Novanto yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin (11/12/2017). Mudzakir beralasan, penegak hukum harusnya menghargai pengajuan gugatan praperadilan sebelum memproses sidang pokok perkara.

“Etikanya harusnya hargai orang ajukan praperadilan, setelah itu selesai barulah ajukan berkasnya. Karena dia harus sadari, bahwa saat sidang perdana dimulai itu kan merugikan hak orang lain,” kata Mudzakir di Ruang Sidang Utama PN Jakarta Selatan, Senin (11/12/2017).

Mudzakir juga menganggap ketentuan Pasal 82 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dipertanyakan maksudnya. Beleid tersebut mengatur, praperadilan atas sebuah kasus bisa gugur jika pemeriksaan suatu perkara telah dimulai pengadilan negeri.

"Pasal 82 itu kan dinyatakan setelah sidang perdana, maka praperadilan gugur. Nah gugur ini maknanya apa? Karena yang diujikan beda, praperadilan penetapan tersangka, di sidang sana materi pokok," ujarnya.

Menurut Mudzakir, KPK mestinya memiliki kebijakan untuk menunda pelimpahan berkas perkara ke pengadilan tipikor, meski kejaksaan sudah menyatakan lengkap atau P21. Penundaan dianggap sah jika dilakukan untuk menghargai hak Novanto dalam sidang praperadilan.

Jika jalannya sidang praperadilan dan pokok perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP sesuai jadwal, maka besar kemungkinan gugatan Novanto di PN Jakarta Selatan gugur. Sebabnya, pembacaan dakwaan di sidang pokok perkara sudah dilakukan.

Sidang perdana perkara Novanto dijadwalkan digelar pada Rabu (13/12/2017). Sementara, praperadilan bisa diselesaikan selambat-lambatnya 7 hari sejak sidang dimulai. Sidang praperadilan Novanto telah dimulai sejak Kamis, 7 Desember lalu, dan dijadwalkan oleh Hakim Ketua Kusno selesai satu pekan setelahnya.

Anggapan KPK tak memiliki etika dalam memproses kasus Novanto juga disampaikan Kuasa Hukum Ketua DPR RI itu, Ketut Mulya Arsana. Ia memandang proses praperadilan kliennya harusnya dipertimbangkan KPK, sebelum melimpahkan berkas ke Pengadilan Tipikor.

"Harusnya kan memang begitu. Karena praperadilan itu kan menguji prosedur dan sebagainya, apakah sah alat buktinya dan sebagainya, itu dulu yang harus diprioritaskan. Logikanya, bagaimana seseorang yang hak formalnya masih diuji tetapi kemudian didorong materiilnya harus sudah masuk disidangkan," kata Ketut kepada Tirto.

Ketut memandang perlu ada yang diperbaiki dari KPK, karena lembaga ini kerap melakukan praktik serupa saat menghadapi gugatan praperadilan. Menurut Ketut, perbaikan harus terjadi agar perlindungan hukum kepada warga negara tercipta.

Selain menuding KPK tak beretika, Ketut juga memandang aneh prosedur yang digunakan lembaga itu saat menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Salah satu keanehannya, KPK dituding tetap menggunakan alat bukti yang sudah dianggap tidak sah oleh pengadilan.

"Sekarang penyidikannya dilakukan setelah orang ditetapkan tersangka, jadi orang ditetapkan maling baru dicari buktinya, kan tidak benar. Masalah ini clear sebenarnya, proses ini terang benderang bahwa ada kesalahan prosedur di situ,” kata dia.

Respons KPK

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi berkata bahwa pelimpahan berkas perkara Setya Novanto dilakukan cepat karena berdasarkan Pasal 50 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengatur "tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum." Selain itu, "tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum."

Setiadi mempersilakan Ketut dan Mudzakir menganggap KPK tak beretika. Namun, Setiadi mempertanyakan dasar argumentasi kuasa hukum dan ahli hukum pidana yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan Setya Novanto, pada Senin (11/12).

“Kalau semua dikaitkan dengan etika, sekarang etika tidak pemohon dipanggil 4-5 kali loh, dipanggil jelas datang ke KPK hari, jam, tanggal, malah ada kegiatan ke luar kota, ke Kupang lah, itu kan lebih tidak etis lagi,” tutur Setiadi.

Menurut Setiadi, tindakan KPK melimpahkan berkas perkara Setya Novanto ke pengadilan sudah sesuai prosedur. Namun, ia memandang wajar perbedaan pandangan antara dirinya dengan Mudzakir dan Ketut.

"Saya sekarang jawab strategi pemohon dan termohon selalu berlawanan. Masing-masing kan punya strategi, silakan saja."

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz