tirto.id - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tidak tegas ketika menerima perbaikan gugatan yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga.
Menurut Feri, perbaikan gugatan itu sebetulnya tidak bisa dilakukan karena ketiadaan regulasi yang mengaturnya. Regulasi yang dimaksud Feri adalah Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 5 tahun 2018, khususnya pasal 3 ayat 2.
Berdasar aturan itu, kata Feri, perbaikan permohonan dikecualikan terhadap permohonan gugatan sengketa hasil pilpres. Perbaikan permohonan hanya berlaku untuk sengketa hasil pemilihan DPR, DPD, dan DPRD.
“Artinya, berdasarkan pasal pengecualian itu, dan lampiran itu, harusnya MK tegas, tidak [boleh] ada perbaikan permohonan. Ini soal ketegasan," kata Feri saat ditemui di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019) siang.
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga semula mengajukan permohonan sengketa hasil pilpres 2019 pada 24 Mei lalu. Kemudian, mereka mengajukan perbaikan permohonan pada 10 Juni 2019.
Saat sidang MK berlangsung, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga membacakan materi gugatan versi perbaikan yang terdiri atas 15 petitum. Feri berpendapat, seharusnya sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK hanya membahas materi gugatan versi 24 Mei agar ada kepastian hukum.
"KPU menjawabnya jelas, pihak-pihak terkait juga jawabannya jelas. Bawaslu memberikan keterangan juga jelas. Jadi jangan menimbulkan keraguan juga bagi publik,” ujar Feri.
Menurut dia, jika perbaikan gugatan bisa diterima padahal peraturannya tidak memperbolehkan, hal tersebut rentan membikin pengajuan permohonan menjadi cacat formal di persidangan.
“Sehingga nanti pemohon juga dirugikan, karena bisa saja kemudian cacat formal pengajuan permohonan, sehingga nanti tidak diterima permohonanya. Ini kan soal melindungi hak-hak orang. Baik yang mengajukan permohonan, maupun pihak-pihak yang berkaitan dengan itu,” kata Feri.
Proses sidang sengketa hasil Pilpres 2019 kini tinggal menunggu pembacaan putusan MK. Majelis hakim MK memiliki waktu sampai 28 Juni untuk mengambil keputusan.
Sepanjang seminggu persidangan yang dimulai sejak tanggal 14 Juni lalu, banyak hal yang terungkap dan diperdebatkan dengan sengit. Perdebatan itu nyatanya tak hanya berlangsung di ruang persidangan, namun juga menjadi diskursus di luar ruang persidangan.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom