Menuju konten utama

Adu Kuat Film Hanum & Rangga dengan A Man Called Ahok

Sulit menentukan mana yang bakal lebih banyak ditonton orang: Hanum & Rangga atau A Man Called Ahok.

Adu Kuat Film Hanum & Rangga dengan A Man Called Ahok
Poster film Hanum dan Rangga. FOTO/hanumrangga.com

tirto.id - Film Hanum & Rangga, yang diadaptasi dari kisah nyata Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, akan tayang pada 8 November 2018. Film itu akan tayang pada hari yang sama dengan A Man Called Ahok, film yang juga diangkat dari kisah nyata mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Tentu menarik untuk membandingkan dua film ini. Sebab, dua-duanya punya banyak kesamaan: sama-sama berasal dari kisah nyata; sama-sama bersumber dari novel (buku The Faith and The City karya Hanum dan buku A Man Called Ahok karya Rudi Valinka); sama-sama diangkat ke layar lebar; tampil di bulan yang sama; dan direncanakan diputar pada hari yang sama.

Dua film ini semakin menarik untuk dibandingkan karena faktanya dua tokoh utama punya pandangan politik yang berseberangan.

Ahok adalah mantan kolega politik dan berteman dekat dengan Joko Widodo. Sementara Hanum adalah anak Amien Rais, sosok yang dikenal kritis bahkan cenderung nyinyir terhadap Jokowi. Amien dekat dengan Prabowo Subianto dan bisa dibilang pendukung garis keras capres nomor urut 02 tersebut.

Film Hanum & Rangga sebetulnya bakal tayang pada 15 November 2018, tetapi dipercepat. Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan jadwal dipercepat sangat mungkin bermuatan politis: bahwa itu tak lain untuk menjegal popularitas Ahok.

Namun produser Hanum & Rangga, Manoj Punjabi, berkata itu spekulasi yang terlalu liar. Ia merasa head to head dengan A Man Called Ahok akan jauh lebih masuk akal ketimbang bersaing dengan film Hollywood jika tayang pada tanggal awal.

"Ini kan strategi marketing saya," tegas Manoj kepada Tirto, Rabu (10/10/2018).

Sulit Menebak Popularitas Film

Sutradara Hanung Bramantyo mengatakan, terlepas dari kesamaan dan perbedaan yang mencolok itu, sulit menerka mana film yang akan lebih banyak ditonton, meski mungkin, Ahok lebih populer ketimbang Hanum.

Film yang mengangkat kisah hidup seseorang semisal Rudi Habibie memang sukses besar, angkanya mencapai dua juta penonton. Namun tak semua film serupa bisa sesukses itu meski tingkat popularitas tokoh yang di-film-kan setara.

"Tidak bisa juga membandingkan film-film yang sudah lalu. Memang Ahok itu tokoh yang sangat populer, tapi apakah sasaran masyarakatnya tepat? Saya belum tahu," jelas Hanung kepada Tirto, Rabu (10/10/2018).

Hanung menegaskan, jumlah penonton pada masa-masa awal penayangan sangat menentukan sukses atau tidaknya sebuah film. Biasanya, jumlah penonton pada hari-hari pertama tayang akan menjadi referensi pihak bioskop dan produser film untuk menjawab pertanyaan: "apakah film akan tetap tayang atau tidak?"

Bila mencapai 30-50 ribu penonton di hari pertama atau kedua, Hanung yakin film itu bisa bertahan lama karena setidaknya akan mendapat 500 ribu penonton—angka yang dianggap aman—hingga akhir.

"Kalau sudah 5.000 atau 6.000 itu tandanya pasti ada yang satu studio kosong. Itu akan jadi pertimbangan untuk menarik film [dari layar]. Meski kadang ada yang berbeda juga. Pernah ada itu hari pertama 100 ribu penonton tapi berikutnya tidak mencapai 1 juta penonton, itu karena review-nya jelek," jelasnya.

Nama Hanum Rais sedang hangat diperbincangkan saat ini setelah ia membela Ratna Sarumpaet yang mengaku dianiaya. Ratna akhirnya mengaku kalau dia berbohong dan kini sedang diperiksa polisi. Sejumlah orang yang kabarnya turut menyebar hoaks juga diperiksa, namun Hanum Rais belum mendapat giliran.

Pengurus harian media kritik dan kajian film Cinema Poetica, Adrian Jonathan Pasaribu, menegaskan status Hanum yang demikian mungkin bisa membuat jumlah penonton jadi lebih banyak.

"Misal Arwah Goyang Karawang sempat mengundang perhatian, dan jumlah penonton yang terhitung besar pada tahunnya karena perseteruan Jupe (Julia Perez) dan Dewi Perssik di luar film. Tentunya tidak bisa dibandingkan apple to apple, tapi bisa jadi pertanda bahwa simpati publik terhadap ranah personal suatu tokoh bisa berpengaruh," tegas Adrian.

Namun mantan kurator di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Hikmat Darmawan punya pendapat berbeda.

Hanum sebelumnya dikenal sebagai tokoh inspiratif. Dengan terbukti menyebar berita bohong—entah sengaja atau memang tidak kroscek saja—bakal banyak orang yang sebelumnya mengidolakan dia yang kecewa.

"Biasanya sanksi sosialnya lumayan keras, ya," jelas Hikmat.

Infografik CI Film Hanum vs Ahok

Rekam Jejak Hanum

Nama Hanum di bidang film sebetulnya sudah ada sejak tahun 2013. Hanum sudah membuktikan bahwa ia bisa menjual karyanya menjadi film dan diminati banyak orang. Ia adalah penulis buku bergenre drama religi berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa dan difilmkan tahun 2013 dan 2014.

Filmindonesia.or.id mencatat pada tahun 2013, film garapan sutradara Guntur Soeharjanto itu menarik perhatian 1.189.709 penonton dan menjadi film terlaris ke-2 di antara film Indonesia lain yang tayang pada tahun yang sama.

Tahun 2014 bagian kedua film itu keluar. Namun penonton pada tahun kedua menurun 50 persen menjadi 587.042. Padahal pada empat hari pertama, film ini berhasil menempati urutan kedua film terlaris di bioskop dengan 209 ribu penonton. Namun tetap saja pada akhir tahun film ini berhasil menduduki peringkat ke-6.

Pada 2015 Hanum menjadi penulis skenario untuk film Bulan Terbelah di Langit Amerika 1 dan 2. Film ini rilis berturut-turut pada tahun 2015 dan 2016. Pada tahun 2015, film itu meraih penonton 917.865 dan duduk di peringkat ke-4 film Indonesia yang meraih penonton terbanyak.

Pada tahun 2016, sama seperti film 99 Cahaya di Langit Eropa yang kedua, film Bulan Terbelah di Langit Amerika 2 meraih 582.487 penonton. Angka ini turun hampir dua kali lipat dan berada di peringkat ke-13 film terlaris.

Baca juga artikel terkait FILM INDONESIA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Film
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino