tirto.id - Bertamu atau silaturahmi saat Lebaran termasuk salah satu yang dianjurkan dan tradisi bertamu pun sudah ada serta diterapkan pada zaman Rasulullah SAW.
Bertamu dalam agama islam seperti memiliki niat yang baik, namun ada adab yang perlu diperhatikan saat melakukannya.
Dalam konteks Lebaran, niat baik tersebut merupakan niat silaturahmi. Terkait ini, Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Barangsiapa ingin dilapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi,” (H.R. Bukhari).
Adab Bertamu
Dikutip laman Majelis Ulama Indonesia (MUI), ada 5 adab bertamu yang perlu diperhatikan dalam agama Islam. Berikut penjelasannya:
1. Bertamu harus memiliki niat yang baik
Saat bertamu, hal utama yang perlu diterapkan adalah memiliki niat yang baik, seperti niat untuk silaturahmi, menjenguk, dan lainnya.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hijr ayat 51-54 bahwa sebaik-baik tamu adalah yang membawa kabar gembira.
“Dan kabarkanlah kepada mereka tentang tamu-tamu Ibrahim; Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: “Salaam”. Berkata Ibrahim, “Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu.” Mereka berkata, “Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim.” Berkata Ibrahim, “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?” (QS. Al-Hijr: 51-54).
2. Izin terlebih dahulu dan pilih waktu yang tepat ketika akan berkunjung
Dalam Islam, ada batasan minta izin sebanyak tiga kali ketika ingin bertamu.
Seperti sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu:
"Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR Bukhari dan Muslim)
Selain itu, Islam juga menganjurkan umatnya untuk bertamu di waktu yang tepat dan menghindari tiga waktu aurat dalam Islam, yaitu sehabis Zuhur, sesudah Isya, dan sebelum Subuh.
Allah SWT berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya.(Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS. An-Nur: 58).
Anjuran meminta izin terlebih dahulu juga dimaksudkan agar penerima tamu dapat menyiapkan kondisi rumah.
3. Bersalaman
Hal cukup penting lainnya yang perlu dilakukan ketika bertamu atau berkunjung adalah bersalaman atau berjabatan tangan yang tujuannya untuk menghormati dan mempererat tali silaturahmi sesama umat Islam.
4. Sopan santun dalam bersikap dan bertutur kata
Hal ini dilakukan untuk menghormati dan menghargai penerima tamu. Selain itu hal ini juga dapat menghindarkan kita dari perbuatan yang menyinggung atau menyakiti orang lain
5. Menerapkan batas waktu bertamu
Bertamu atau silaturahmi perlu menerapkan batasan waktu, karena jika seseorang bertamu terlalu lama dikhawatirkan akan memberikan rasa tidak nyaman atau bisa membebani sang penerima tamu.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah ﷺ berkata, “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.” (HR Baihaqi).
Selain itu, Syekh Sulaiman al-Jamal juga menjelaskan adab lainnya ketika sedang bertamu:
“Sebagian adab dalam bertamu adalah tidak beranjak keluar kecuali atas seizin tuan rumah, tidak duduk di hadapan ruangan perempuan, tidak banyak memandangi ruangan tempat keluar makanan,” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 17, hal. 407)
Editor: Iswara N Raditya