Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Adab dan Hukum Menasihati Seseorang dalam Agama Islam

Adab menasihati seseorang dalam Islam dan hukum memberi nasihat menurut agama Islam.

Adab dan Hukum Menasihati Seseorang dalam Agama Islam
Ilustrasi. foto/istockphoto

tirto.id - Islam memerintahkan umatnya untuk bertawashau atau saling nasihat-menasihati.

Saling menasihati ini pun memiliki batas tegas, yakni menasihati dalam rangka kebenaran dan kebaikan. Mengapa kita dianjurkan untuk saling menasehati antar sesama?

Dikutip dari laman Kemenag, Allah telah menjelaskan kepada kita tentang ciri orang beriman, yaitu orang-orang yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Niat baik untuk menasihati orang lain bisa saja diterima kurang baik oleh orang lain jika cara menyampaikan nasihat kurang tepat.

Oleh karena itu, menasihati orang lain harus ada seninya dan harus dapat disesuaikan kepada siapa nasihat tersebut ditujukan.

Dalil Saling Menasihati dalam Islam

Saling menasihati merupakan sebuah perintah dalam Islam yang telah Allah tegaskan melalui QS. An-Nahl ayat 125:

اُدۡعُ اِلٰى سَبِيۡلِ رَبِّكَ بِالۡحِكۡمَةِ وَالۡمَوۡعِظَةِ الۡحَسَنَةِ‌ وَجَادِلۡهُمۡ بِالَّتِىۡ هِىَ اَحۡسَنُ‌ؕ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعۡلَمُ بِمَنۡ ضَلَّ عَنۡ سَبِيۡلِهٖ‌ وَهُوَ اَعۡلَمُ بِالۡمُهۡتَدِيۡنَ‏

Ud'u ilaa sabiili Rabbika bilhikmati walmaw 'izatil hasanati wa jaadilhum billatii hiya ahsan; inna Rabbaka huwa a'almu biman dalla 'an sabiilihii wa Huwa a'lamu bilmuhtadiin

Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."

Kemudian dalam QS. Al-Ashr ayat 1-3, Allah SWT berfirman:

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

وَالۡعَصۡرِۙ

Wal' asr

1. Demi masa,

اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ

Innal insaana lafii khusr

2. sungguh, manusia berada dalam kerugian,

اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ

Il lal laziina aamanu wa 'amilus saali haati wa tawa saw bil haqqi wa tawa saw bis sabr

3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

Adab Saling Menasihati dalam Islam

Saling menasihati termasuk dalam perkara hablu minannass sehingga persoalan ini berkaitan erat dengan hubungan sosial.

Seseorang harus terlebih dahulu mengerti cara dan adab dalam menasihati sebelum mulai menasihati orang lain.

Dilansir situs NU Online, Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad memberikan petunjuk cara bijak menasihati sebagaimana termaktub dalam kitab beliau yang berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, hal. 146).

“Apabila menasihati orang lain mengenai sesuatu (yang kurang baik) yang sampai beritanya kepada Anda, hendaknya Anda melakukannya di tempat yang tidak ada orang lain bersamanya dan dengan kata-kata yang lembut. Sebaiknya jangan membicarakannya secara terus terang bila cukup dimengerti dengan cara tidak langsung (dengan ucapan samar-samar). Sekiranya ia bertanya siapa yang menyampaikan berita itu pada Anda, jangan memberitahukannya agar tidak menimbulkan permusuhan antara keduanya. Kemudian, jika ia dapat menerima nasihat Anda itu, ucapkan puji syukur kepada Allah; tetapi jika ia tidak menerimanya dengan baik, tunjukkanlah kecaman Anda kepada diri Anda sendiri. Katakan pada diri sendiri, “Wahai nafsu yang membisikkan kejahatan, patutlah engkau menerima balasanmu sebab engkau tidak melaksanakan persyaratan-persyaratan serta adab-adab memberi nasihat.”

1. Sampaikan Nasihat secara Personal

Menyampaikan nasihat harus menggunakan pertimbangan 'Apakah nasihat ini akan melukai dan membuka aibnya di hadapan publik?’

Memberi nasihat kepada orang lain sebaiknya disampaikan dalam keadaan sepi, tidak ada orang lain yang melihat atau mendengarnya.

Sebagaimana dalam kutipan yang disampaikan oleh Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad.

Menyampaikan nasihat di kala sepi termasuk dalam upaya menjaga nama baik orang yang dinasihati agar kesalahan atau keburukannya tidak menyebar luas dari mulut ke mulut.

2. Hindari To the Point

Akan lebik jika dalam menasihati, sampaikan intro terlebih dahulu. Jangan secara tegas dan lugas langsung memberikan nasihat.

Coba pancing atau dalam istilah Jawa adalah mlipir-mlipir sehingga penyampaian nasihat ini dilakukan secara tidak langsung.

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga perasaan orang yang dinasihati agar dia tidak merasa sedang dihakimi.

Namun, dalam menasihati juga jangan terlalu sering dan lama.

Dikutip dari laman NU Online, Ibnu Mas‘ud RA mengatakan, “Unsur yang menghalangiku untuk melakukannya (menasihati) setiap hari adalah keenggananku membuat kalian jemu. Namun, aku memberikan nasihat berkala pada kalian seperti yang dilakukan Rasulullah SAW. terhadap kami. Beliau SAW pun dulu khawatir akan timbul kejemuan dalam diri kami.”

3. Tetap Rendah Hati dan Bersyukur

Tetap rendah hati dan bersyukur pada Allah apabila nasihat diterima dengan baik. Itu tak lain karena rida Allah SWT.

Tidak mungkin orang lain dengan mudah menerima nasihat kita tanpa Allah yang membukakan hatinya. Selain itu, terus doakan agar orang yang kita nasihati diberi keistikamahan.

4. Tabayyun Sebelum Menasihati

Terkadang kita hanya mendengar dari berita orang tentang perilaku orang lain yang perlu dinasihati.

Sebelum benar-benar menasihati, harus terlebih dahulu ber-tabayyun. Nasihat yang tidak dibersamai dengan kebenaran fakta akan menyakiti hati orang yang dinasihati sehingga aspek tabayyun sangat diperlukan.

5. Jangan Melakukan Tahrisy

Dilansir dari laman Pondok Al Hasanah, tahrisy adalah sikap memancing pertengkaran atau provokasi.

Tahrisy juga disebut sebagai bagian dari namimah atau adu domba. Adu domba termasuk ke dalam dosa besar. Oleh karena itu, nasihat seharusnya dilakukan tanpa ada unsur memancing permusuhan sesama muslim.

Baca juga artikel terkait NASEHAT ISLAM atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Dhita Koesno