Menuju konten utama

Ada "Gajah Politik" di Proyek e-KTP

Saksi sidang mengungkap adanya "gajah-gajah politik" dalam proyek pengadaan e-KTP.

Ada
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Persidangan kasus korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Senin (12/2) mengungkap istilah baru yakni, "gajah politik". "Gajah-gajah" politik tersebut diduga mengendalikan proyek tersebut.

Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi PPP Nu'man Abdul Hakim mengungkap istilah itu muncul dari politikus Golkar Agun Gunandjar saat masih menjadi Ketua Komisi II DPR periode 2012-2014. Saat itu Nu'man bertanya ke Agun perihal proyek e-KTP.

"Pak Agun jawabnya "kemungkinannya gajah-gajah. Jangan sampai melibatkan diri dan terlibat" kira-kira gitu bahasanya," kata Nu'man di persidangan hari ini.

Nu'man bertanya ke Agun perihal e-KTP, setelah mengalami kesulitan dalam perekaman data di Bandung, Provinsi Jawa Barat. Ia mengaku sempat merekam data e-KTP hingga dua kali tapi gagal.

Perekaman ulang dilakukan karena catatan awal datanya tidak ditemukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Selain karena perekaman ulang, Nu'man juga bertanya ihwal proyek e-KTP setelah melihat besarnya anggaran pengadaan kartu identitas itu.

"Pak Agun tidak menyebutkan (maksud gajah di proyek e-KTP). Saya menafsirkan kira-kira di kementerian yang mempengaruhi," ujarnya.

Politikus PPP itu juga mengaku sempat membicarakan proyek e-KTP dengan Ganjar Pranowo, Wakil Ketua Komisi II DPR 2009-2013 dari PDI Perjuangan. Nu'man mengaku sempat diberi pesan saat membicarakan proyek e-KTP dengan Ganjar.

"Pak Ganjar berpesan "kalau ada yang nawarin apapun Pak Nu'man jangan sampai terima." Waktu itu kalau tidak salah sambil ngobrol saat pembentukan daerah otonom baru," kata Nu'man.

Nu'man Adul Hakim menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Dalam dakwaan disebutkan, Novanto diduga menerima fee sebesar USD 7,3 juta dari penggarap proyek yakni Andi Narogong.

Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Agung DH