Menuju konten utama

Abraham Samad: Dewan Pengawas KPK Itu Mahluk Luar Angkasa

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abrahan Samad menyampaikan, revisi UU KPK yang memasukkan unsur Dewan Pengawas (Dewas) tak tepat.

Abraham Samad: Dewan Pengawas KPK Itu Mahluk Luar Angkasa
Pimpinan KPK 2011-2015 Abraham Samad (tengah), Pakar Hukum Abdul Ficar Hadjar (kanan), Anggota Komisi III DPR Faksi PDIP Arteria Dahlan ( kiri) menjadi pembicara dalam diskusi akhir pekan di Jakarta , Sabtu (7/9/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AbrahaM Samad menyampaikan, revisi UU KPK yang memasukkan unsur Dewan Pengawas (Dewas) tak tepat.

Keberadaan Dewas ini dikaitkan dengan perizinan penyadapan terkait sebuah kasus. Namun, menurut dia, dalam penyadapan sudah ada mekanisme kontrol dari bawah ke atas.

“Tahapan penyadapan itu mulai dari satgas dinaikkan ke Direktorat Penyelidikan lalu ke Deputi Penindakan, lalu kepada 5 pimpinan. Setelah semua ini disetujui, penyadapan baru dijalankan. Jadi tak mungkin ada penyadapan liar,” kata Abraham dalam Festival Konstitusi dan Antikorupsi di Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (10/9/2019).

Abraham menolak Dewas yang memiliki tujuan untuk kontrol KPK dari penyalahgunaan wewenang. Konsep Dewas, kata dia, justru melemahkan KPK karena merupakan unsur luar yang mengatur KPK.

“Dewas itu seperti makhluk dari luar angkasa. Sok tiba-tiba mengatur. Di KPK sudah ada mekanisme internal yang kuat dan ketat,” kata dia.

Pembicara lain dalam acara ini, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mocktar menilai, revisi ini harus ditolak, karena melanggar UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ia menilai prosedur, usulan revisi tak melalui mekanisme pembentukan UU, terlebih usulan ini di luar Program Legislasi Nasional 2019.

“RUU KPK ini didorong DPR di masa tugasnya tersisa 10 hari. Coba bayangkan kualitas macam apa yang ditawarkan DPR. Dlm sejarah revisi UU tak ada yang secepat ini, kecuali UU MD3 yang hanya 3 hari, itu pun karena kepentingan politik. Masak UU KPK diperlakukan seperti itu,” kata Zainal.

Menurut Zainal, saat ini keputusan melanjutkan revisi UU KPK di tangan Presiden Jokowi. Dalam catatannya, Jokowi pernah menolak Revisi UU KPK pada 2017 silam, sehingga saat ini juga harus ditolak.

“Kami mendesak presiden untuk tak mengirimkan surat presiden untuk membahas revisi UU KPK. Kalau tetap dikirimkan, ini ada apa? Pasti ada kepentingan. Karena Jokowi pernah menolak revisi UU KPK pada 2017,” ujar dia.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Maya Saputri