Menuju konten utama

Abdul Latif Tak Mau KPK Jual Kendaraannya Sebelum Putusan Inkrah

"Ya dilihat dulu lah, barang yang mana dari kejahatan mana yang bukan. Nggak musti harus diambil semua kan?" kata Latif.

Abdul Latif Tak Mau KPK Jual Kendaraannya Sebelum Putusan Inkrah
Bupati non-aktif Hulu Sungai Tengah Abdul Latif bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (20/2/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif menolak kendaraan bermotor yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diserahkan kepada negara. Ia pun tak mau seluruh kendaraannya yang disita KPK akan dijual sebelum kasusnya inkrah.

Usai diperiksa KPK, Jumat (23/3/2018), Latif mengakui sudah mendengar kabar mobil dan motor Harley dibawa ke Jakarta. Namun, Latif memberi sinyal belum mau menyerahkan harta sitaan tersebut kepada negara.

"Ya dilihat dulu lah, barang yang mana dari kejahatan mana yang bukan. Nggak musti harus diambil semua kan?" kata Latif usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/3/2018).

Abdul Latif pun menolak saat ditanya tentang rencana KPK langsung menjual kendaraan sitaannya tanpa putusan pengadilan. "Jangan dong. Jangan," kata Latif.

KPK memeriksa Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, Jumat (23/3/2018) dalam kapasitas sebagai tersangka.

"Yang bersangkutan diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat.

Abdul Latif datang sekitar pukul 10.04 WIB. Ia datang mengenakan pakaian putih. Saat sebelum masuk ruang pemeriksaan, Abdul pun tidak berbicara kepada awak media.

KPK resmi menetapkan Abdul Latif sebagai tersangka setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 4 Januari 2018. Usai OTT, KPK menetapkan Abdul Latif sebagai tersangka dalam pengerjaan proyek RSUD Damanhuri, Barabai, Hulu Sungai Tengah tahun anggaran 2017. Ia diduga menerima fee proyek rumah sakit RSUD Damanhuri senilai Rp3,6 miliar.

KPK menyangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf atau pasal 11 UU No. 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Dalam pengembangan perkara, KPK pun menambahkan sangkaan terhadap Abdul Latif. KPK menetapkan Abdul Latif sebagai tersangka gratifikasi dan pencucian uang. Abdul Latif dinilai telah menerima gratifikasi selama menjadi Bupati Hulu Sungai Tengah senilai Rp23 miliar selama aktif menjadi bupati.

Selain itu, KPK menyangkakan Abdul Latif melakukan pencucian uang. Diduga, uang gratifikasi telah dibelanjakan untuk membeli kendaraan bermotor.

KPK pun menyita 23 mobil dan 8 motor milik Abdul Latif. Total kendaraan yang disita KPK yakni 23 mobil serta 8 unit motor.

Ke-23 mobil tersebut terdiri atas 1 mobil Mitsubishi Strada, 1 unit mobil BMW 640i Coupe, 1 mobil Toyota Vellfire ZG, 1 mobil Lexus tipe 570 4x4, 1 Hummer/H3 jenis Jeep, 1 mobil Jeep Rubicon Model COD 4 Door, 1 jeep Rubicon Brute 3.6 AT, 1 Cadillac Escalade 6.2 L, 1 Hummer/H3 jenis jeep, 3 unit Toyota Hiace, 1 unit Toyota Fortuner, 8 unit Daihatsu Grand Max, serta 2 unit Toyota Cayla. Sementara itu, 8 motor terdiri atas 1 motor BMW Motorrad, 1 motor Ducati, 1 motor Husberg TE 300, KTM 500 EXT, dan 4 unit Harley Davidson.

KPK menyangkakan Abdul Latif melanggar pasal 12 B Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam kasus gratifikasi. Sementara itu dalam pencucian uang, KPK menyangkakan Abdul Latif melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri