Menuju konten utama

7 Mobil Mewah Abdul Latif Tak Ada di Laporan LHKPN Tahun 2015

Hanya satu mobil mewah Abdul Latif yang dilaporkan dalam LHKPN.

7 Mobil Mewah Abdul Latif Tak Ada di Laporan LHKPN Tahun 2015
Tersangka Bupati nonaktif Hulu Sungai Tengah Abdul latif keluar dari ruang penyidik seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/3/18). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Bupati Hulu Sungai Tengah nonaktif 2016-2021 Abdul Latif (ALA) tak melaporkan 7 mobil mewah miliknya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tertanggal 3 Mei 2015.

Dalam LHKPN tercatat hanya satu mobil mewah yang dilaporkan, yaitu mobil merk Jeep Wrangler tahun pembuatan 2013 seharga Rp900 juta. Sejumlah mobil lain yang sebelumnya tercatat dalam LHKPN 2014 dihapus karena sudah dijual.

Mobil-mobil yang sudah dijual, yaitu BMW 318i tahun pembuatan 2003, Nissan Terrano tahun 2001, Daihatsu Rocky tahun 2001, Toyota tahun 1978, Daihatsu Hiline tahun 2001, 3 mobil Mitsubishi tahun 2003, dan Toyota Kijang tahun 2001.

Delapan mobil mewah milik Abdul Latif, termasuk Wrangler tahun 2013 telah disita KPK pada Selasa (13/3/2018). KPK juga menyita 8 motor mewah Abdul yang juga tidak tercantum dalam LHKPN 2015.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan 16 kendaraan tersebut diduga terkait dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi di Hulu Sungai Tengah.

Daftar mobil yang disita KPK: 2 mobil merk Rubicon, 2 mobil merk Hummer, 1 mobil merk Cadilac Escalade, 1 mobil merk Vellfire, 1 mobil BMW sport, dan 1 mobil Lexus SUV.

Sementara, 8 motor yang disita yaitu 4 motor Harley, 1 motor BMW, 1 motor Ducati, dan 2 motor Trail KTM.

Abdul tercatat melaporkan LHKPN terakhir pada 3 Maret 2015 saat ia menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan. Total jumlah kekayaannya saat mencalonkan diri sebagai bupati Hulu Sungai Tengah itu mencapai Rp41,156 miliar.

KPK menyita kendaraan Latif setelah ia ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Januari 2018 dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi menerima atau memberikan janji terkait pengadaan pekerjaan pembangunan RSUD Damanhuri tahun 2017.

Abdul Latif ditetapkan sebagai tersangka lantaran menerima fee proyek pembangunan rumah sakit senilai 7,5 persen atau atau sekitar Rp3,6 miliar. Diduga, pemberian fee proyek telah dilakukan sebanyak 3 kali.

Uang pertama dikirimkan dalam rentang waktu September-Oktober 20117 sebesar Rp1,8M. Kemudian, pengiriman kedua terjadi pada tanggal 3 Januari 2018 sebesar Rp1,8M. Terakhir, DON transfer ke FRI sebesar Rp25 juta.

Dalam proses pengembangan kasus, KPK juga menetapkan Abdul Latif (ALA) sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Dugaan pencucian uang muncul setelah KPK menemukan indikasi adanya penerimaan gratifikasi sebesar Rp23 miliar yang berasal dari fee proyek-proyek Kabupaten Hulu Sungai Tengah digunakan untuk membeli aset.

"Penyidik telah menyita aset, baik yang diduga terkait dengan penerimaan suap, gratifikasi, atau tindak pidana pencucian uang," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (16/3/2018).

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra