Menuju konten utama

7 Bank jadi Korban Kredit Macet Perusahaan Rambut Palsu

Tujuh bank yang menjadi korban yaitu Bank BTPN, Bank CTBC, Bank DBS Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Bank Mega, Bank OCBC NISP, dan Bank Permata.

7 Bank jadi Korban Kredit Macet Perusahaan Rambut Palsu
pekerja pabrik rambut palsu mengenakan pakaian kebaya, dalam rangka memperingati hari kartini di pabrik pt. boyang industrial, purbalingga, jateng, kamis (21/4). sebanyak 10.696 pekerja pabrik rambut palsu berhasil memecahkan rekor muri dengan mengenakan kebaya saat bekerja, dalam rangka memperingati hari kartini. antara foto/idhad zakaria/pd/21.

tirto.id - Kasus kredit macet PT Hair Star Indonesia (PT HSI), perusahaan rambut palsu yang sahamnya pernah dimiliki oleh Konglomerat Susilo Wonowidjojo melalui PT Hari Mahardika Utama (PT HMU) melibatkan banyak bank nasional. Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby tertanggal 27 September 2021, tercatat ada tujuh bank yang menjadi korban yaitu Bank BTPN, Bank CTBC, Bank DBS Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Bank Mega, Bank OCBC NISP, dan Bank Permata.

Dalam putusan tersebut yang ditandatangani Ketua Majelis Hakim PN Surabaya, Khusaini SH, MH disebutkan bahwa ketujuh bank tersebut merupakan kreditur separatis yang mewakili total 145.550 suara dan bersama-sama menyatakan setuju untuk perpanjangan jangka waktu Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun, terdapat 11 kreditur konkuren yang mewakili 14.560 suara yang menyatakan tidak setuju. Atas dasar itu majelis hakim memutuskan PT HSI pailit.

Kepailitan PT HSI tersebut terjadi setelah PT HMU milik Susilo Wonowidjojo melepas 50 persen sahamnya kepada Hadi Kristanto Niti Santoso pada tanggal 17 Mei 2021. Pada bulan Juni 2021, sebulan setelah HMU keluar dari PT HSI, CV Duta Prima dan CV Kurnia Jaya dengan hanya memiliki nilai tagihan sebesar Rp4 Miliar bersama-sama mengajukan PKPU PT HSI di Pengadilan Niaga Surabaya yang akhirnya berujung pailit.

Pada saat pailit terjadi, 100 persen kepemilikan saham PT HSI sudah dikuasai oleh keluarga Niti Santoso. Selain Hadi Kristanto Niti Santoso yang membeli 50 persen saham PT HSI dari PT HMU, keluarga ini juga menguasai 50 persen saham PT HSI melalui PT Surya Multi Flora.

Kuasa hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengungkapkan, PT HSI tidak pernah menyampaikan informasi terkait perubahan kepemilikan saham di perusahaan sebelum proses PKPU terjadi. Padahal sesuai perjanjian kredit antara Bank OCBC NISP dengan PT HSI disebutkan bahwa, debitur harus memberitahukan dan mendapatkan persetujuan dari Bank.

“Banyak kesepakatan yang tercantum dalam perjanjian kredit dilanggar oleh PT HSI. Termasuk penyampaian dokumen laporan keuangan yang tidak sesuai fakta aslinya. Bank tidak mungkin memperpanjang kredit ke PT HSI jika laporan keuangannya tidak sehat atau berpotensi mengalami pailit seperti ini,” jelas Hasbi.

Pengamat Hukum Bisnis dari Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) Yudho Taruno Muryanto menyatakan, putusan pailit PT HSI ini merugikan bank-bank yang bertindak sebagai krediturnya. Ini merusak kepercayaan bank dalam memberikan kredit sesuai dengan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral) yang menjadi syarat pemberian kredit kepada debitur.

Apalagi kasus ini melibatkan nama besar dari perusahaan yang terafiliasi dengan salah satu pemilik grup usaha besar di Indonesia.

“Bagi bank, prinsip 5C adalah dasar penilaian dalam memberikan kredit. Di kasus kredit macet PT HSI ini telah merusak unsur C yang paling pertama: Character, yakni terkait siapa pengelola dan pemilik usaha si debitur,” ujar Yudho di Jakarta, Kamis (23/2/2023).

Yudho juga menilai jika proses PKPU PT HSI yang terjadi setelah PT HMU menjual sahamnya adalah tidak biasa. Apalagi keluarnya PT HMU dari PT HSI dilakukan tanpa sepengetahuan dari bank pemberi kredit. Sementara dalam setiap perjanjian dengan bank, PT HSI wajib menyampaikan informasi mengenai rencana ataupun perubahan pemegang saham perseroan.

“Perlu ditelisik apakah pengalihan saham itu memberikan keuntungan untuk perusahaan, atau untuk menghindar dari kewajiban,” ucapnya.

Menurutnya, penjualan saham PT HSI oleh PT HMU menjelang permohonan PKPU yang akhirnya berujung pailit itu berdampak besar terhadap tanggungjawab pengurus perseroan dan pemegang saham lama pada kewajiban PT HSI. Dengan kewajiban kredit kepada 7 bank yang lebih dari Rp 1 triliun, tentu pembeli 50 persen saham PT HMU adalah orang yang luar biasa.

Baca juga artikel terkait KASUS KREDIT MACET atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin