tirto.id - Bentrokan antara warga Palestina dengan tentara Israel pada demo penolakan pembukaan kedutaan besar AS di Yerusalem pada Senin (14/5/2018) telah menewaskan 55 orang Palestina dan melukai sedikitnya 2.700 orang.
Sebagaimana diberitakan BBC, bentrokan berdarah tersebut terjadi sepanjang hari di bagian timur Jalur Gaza di dekat perbatasan dengan Israel.
Kedutaan AS kini ditempatkan di kompleks yang sebelumnya adalah konsulat AS di Arnona, di tepi selatan Yerusalem. Langkah pemindahan itu dinilai telah mengangkangi perbatasan hasil gencatan senjata pra-1967 yang dikenal sebagai Garis Hijau.
Langkah AS tersebut menindaklanjuti pernyataan Donald Trump yang akan mengakui kota suci tersebut sebagai ibu kota Israel. Hal ini memicu kemarahan warga Palestina dan mengundang kecaman banyak pemerintah dunia sebagai kemunduran upaya perdamaian.
Pemimpin Front Rakyat bagi Pembebasan Palestina Jamil Mizher, sebagaimana dilansir Xinhua, mengatakan kepada wartawan, "Hari ini, rakyat pergi ke daerah di bagian timur Jalur Gaza untuk mengubah sejarah dan mencatat tahap penting dalam sejarah mereka dan perjuangan mereka."
Aksi tersebut diikuti murid sekolah, mahasiswa, pegawai bank dan toko. Dilaporkan juga, jalan-jalan lengang dari lalu-lintas serta pejalan kaki. Kendaraan membawa ratusan peserta ke berbagai daerah di bagian timur Jalur Gaza di dekat perbatasan dengan Israel.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, korban tewas termasuk enam anak di bawah usia 18 tahun. Para pejabat kesehatan mengatakan, 900 warga Palestina terluka, sekitar 450 dari mereka dengan peluru tajam.
Sementara itu, pemimpin utama Hamas di Jalur Gaza Mahmoud Zahar mengatakan mereka akan tetap meneruskan aksi meskipun telah terjadi pertumpahan darah yang menewaskan sejumlah warga Palestina.
"Kami akan melanjutkan pawai kami sampai sasaran kami tercapai,” ujarnya.
Editor: Yulaika Ramadhani