tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirop kemungkinan berasal dari empat bahan tambahan, yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol.
Bahan ini diduga dikonsumsi oleh pasien yang mengalami gangguan ginjal akut misterius pada anak di Indonesia.
Hal ini disampaikan Ketua BPOM Penny Kusumastuti Lukito via Zoom dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Badan POM RI pada Minggu (23/10/2022).
“Cemaran EG dan DEG pada sirop obat kemungkinan berasal dari empat bahan tambahan, yaitu profilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol,” kata Penny.
Penny menambahkan, ke-4 bahan tambahan tersebut sebenarnya tak berbahaya dalam pembuatan sirop pada obat. Fungsinya, kata Penny hanya sebagai pelarut obat.
Namun, Penny menuturkan bahwa sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman (tolerable daily intake/TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari.
“Jadi sebagaimana juga toksisitas yang ada di sekitar kita, bisa dimungkinkan adanya trace (jejak) kontaminan ini ya di dalam produk, di dalam ambience sekitar kita misalmya ini adalah di dalam produk,” jelasnya.
Akan tetapi, Penny mengatakan harus ada batas maksimal yang bisa ditolerir oleh badan manusia dan tidak boleh dilampaui. Selama itu masih di bawah minimal, berarti masih ditolerir oleh badan manusia sehingga dianggap aman, namun sesuai dengan ketentuan cara penggunaan obat dengan dosis dan lamanya konsumsi dari obat tersebut.
Dia juga menerangkan bahwa BPOM menindaklanjutinya dengan melakukan pengujian sampel terhadap 39 dari 26 sirop obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG berdasarkan kriteria sampling dan pengujian.
Kriteria sampling pengujian antara lain diduga digunakan pasien gangguan ginjal akut misterius sebelum dan selama berada di rumah sakit, diproduksi oleh produsen yang menggunakan empat bahan baku pelarut tersebut dalam volume yang besar, diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan yang tidak baik dan minimal dalam pemenuhan aspek mutu, serta diperoleh dari rantai pasok yang diduga berasal dari sumber beresiko terkait mutu.
“Kami berusaha mendapatkan informasi atau daftar nama-nama obat yang dikonsumsi oleh pasien selama di rumah sakit dalam fasilitas pelayanan kesehatan ataupun juga sebelumnya di rumah, nah itu penting sekali untuk kemudian Badan POM bisa menelusuri dengan lebih baik lagi dan lebih cepat ya,” tutur Penny.
Dia pun mengingatkan agar para orang tua untuk selalu dapat bisa mencatat, mengingat, dan melaporkan apabila ada kejadian luar biasa (KLB) terhadap obat yang dikonsumsi baik di rumah maupun juga di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Bayu Septianto