Menuju konten utama

36 Warga Demak di Wilayah Tembagapura Berhasil Hubungi Keluarga

Kepala Desa Kedondong, Kecamatan Demak, Sistianto di Demak mengatakan berdasarkan laporan warganya diperkirakan ada 36 warga yang merantau di Mimika yang bekerja sebagai pendulang emas.

36 Warga Demak di Wilayah Tembagapura Berhasil Hubungi Keluarga
Area pengolahan mineral pt freeport indonesia di tembagapura, papua, selasa (19/8). Antara foto/puspa perwitasari.

tirto.id - Hingga saat ini, sekitar 36 warga Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, diduga masih berada di salah satu desa di Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua yang ditengarai masih berada di lokasi kawalan kelompok bersenjata.

Menurut Kepala Desa Kedondong, Kecamatan Demak Sistianto di Demak, Selasa (14/11/2017), berdasarkan laporan warganya diperkirakan ada 36 warga yang merantau di Mimika yang bekerja sebagai pendulang emas. Ia memperkirakan puluhan warganya itu bekerja sebagai pendulang emas di Desa Kembeli, Kecamatan Tembagapura.

Selain warganya, kata Sistianto, warga desa lain, seperti dari Desa Mlaten dan Tanggul, Kecamatan Mijen, Demak, juga dikabarkan di desa yang sama bekerja sebagai pendulang emas.

"Untuk warga desa lain, memang perlu dipastikan apakah benar di sana," ujarnya.

Sistianto mendapatkan informasi keberadaan warganya di Mimika dari laporan keluarga para pekerja yang disampaikan pada tanggal 6 November 2017. Laporan itu, lanjut dia, sudah diteruskan ke Polsek maupun Polres.

"Informasinya, Polres Demak melanjutkannya ke Polda Jateng," ujarnya.

Puluhan warganya yang berada di Mimika, lanjut dia, memang ketakutan, karena mendapat intimidasi kelompok bersenjata dilarang keluar desa setempat.

"Aktivitas memang diperbolehkan, namun karena warga yang sebelumnya mendulang emas lebih memilih menyelamatkan diri," kata Sistianto.

Beberapa hari lalu, kata dia, memang ada komunikasi dengan salah satu warga di Mimika yang mengabarkan bahwa stok kebutuhan pangan mulai menipis.

"Mereka juga hanya makan nasi putih tanpa lauk, karena tidak bisa keluar desa untuk mencari kebutuhan makan. Informasinya hanya kaum perempuan yang diizinkan keluar desa," ujarnya.

Warganya, kata dia, saat ini masih berada di tempat persembunyian karena ketakutan dan khawatir dengan kelompok bersenjata tersebut.

Apalagi, lanjut dia, beberapa waktu lalu uang dan telepon genggam yang dimiliki warganya juga dirampas, sehingga lebih memilih menyelamatkan diri.

Salah satu warga Desa Kedondong yang sebelumnya juga bekerja sebagai pendulang emas di Mimika, dikatakan Sistianto, ada yang pulang sebelum terjadinya intimidasi dari pihak kelompok bersenjata.

Berdasarkan keterangan dari Amin Triyono yang sudah pulang lebih awal, sebelum terjadi kontak senjata tidak ada permasalahan, karena mereka bisa mendulang emas dengan tenang.

Sementara itu, Camat Mijen Iskandar Zulkarnain ketika dihubungi lewat telepon belum bisa dihubungi karena telepon genggamnya tidak aktif.

Dari laporan Tirto sebelumnya, dalam beberapa pekan terakhir, situasi di Distrik Tembagapura menjadi sorotan setelah Polri mengklaim ada penyanderaan terhadap “1.300 warga” yang dilakukan oleh “Kelompok Kriminal Bersenjata”.

Klaim itu dibantah juga oleh Hendrik Wanmang dari TPN-OPM sebagaimana disampaikan ke redaksi Tirto.

Hendrik berkata, masyarakat di Kampung Banti dan Kembeli—yang berjumlah sekitar 1.300 orang—“tidak perlu mengungsi” karena “perang” yang dilancarkan oleh TPN-OPM hanya terhadap TNI-Porli, bukan sipil. Kedua kampung ini terletak di dekat lokasi Freeport di Tembagapura.

Dari sumber informasi mengenai kronologi "konflik bersenjata" di Mimika, yang diterima redaksi Tirto, ada 11 kali penembakan sepanjang Agustus hingga Oktober 2017 di lokasi Freeport, termasuk menewaskan seorang personel Brimob pada 22 Oktober 2017.

Baca juga: TPN-OPM di Timika: Tidak Benar Ada Perkosaan dan Penyanderaan

Baca juga artikel terkait FREEPORT INDONESIA

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri