Menuju konten utama

3 Draf RAPBD DKI, Versi Mana Bikinan Djarot dan Anies-Sandi?

Anies-Sandi tidak dilibatkan di awal perencanaan RAPBD, namun mereka punya otoritas melakukan perubahan saat draf ketiga RAPBD diperbaiki setelah pelantikan.

3 Draf RAPBD DKI, Versi Mana Bikinan Djarot dan Anies-Sandi?
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (kedua kiri) dan Sandiaga Uno (kedua kanan) menyapa wartawan saat akan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/2). Kedatangan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga tersebut ke KPK untuk melaporkan perubahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Sandiaga Uno. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc/17.

tirto.id - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyebut sejumlah kejanggalan dalam Rancangan APBD 2018 bukan dirancang di masa pemerintahan dirinya bersama Gubenur Anies Baswedan. Pernyataan ini dikemukakan Sandi terkait membengkaknya sejumlah mata anggaran dalam RAPBD yang kini sedang dibahas dengan DPRD DKI Jakarta.

Sandi menjelaskan, pembahasan dan penyusunan Rancangan Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2018 -- yang menjadi draf awal RAPBD-- dipegang pendahulu mereka, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat. Saat pembahasan dan penyusunan itu, Sandi bilang, mereka belum menjadi pucuk pimpinan di DKI Jakarta.

"Kami belum masuk," kata Sandi di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (24/11).

Jika merujuk RKPD, pernyataan Sandiaga memang benar. Draf RKPD 2018 ini sudah diteken pada Mei 2017. Saat itu, DKI Jakarta dipimpin Plt. Gubernur Djarot Saiful Hidayat. Djarot menjadi suksesor Basuki Tjahaja Purnama yang diberhentikan lantaran tersandung kasus dugaan pelecehan agama.

Baca juga: Belanja Tak Terduga dalam RAPBD DKI Dianggarkan 258 Miliar

Awal Juni 2017, draf RKPD ini diserahkan ke DPRD DKI. Setelah mendapat masukan dari DPRD, RKPD disusun menjadi KUA-PPAS 2018. Dalam penyusunan RKPD dan KUA-PPAS (draf pertama) ini, Pemda DKI mulai berkomunikasi dengan tim sinkronisasi Anies-Sandi.

"Pada bulan Mei itu, [kami] melaksanakan proses sinkronisasi dengan tim sinkronisasi [Anies-Sandi] untuk RKPD,” kata Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty Kusumawati kepada Tirto, Jumat petang.

Tuty menjelaskan, tim penyusun anggaran saat itu meminta izin kepada Djarot untuk berkomunikasi dengan tim sinkronisasi. Alasannya, ini sesuai Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2017.

Sudirman Said, ketua tim sinkronisasi, menolak memberikan keterangan. Saat dihubungi Tirto pada hari Jumat (24/11), Sudirman mengatakan tim sinkronisasi sudah selesai bertugas, sehingga dia pun sudah tidak lagi menjadi ketua tim, dan karenanya ia merasa tidak perlu berkomentar.

Draf pertama KUA-PPAS ini kemudian diserahkan kepada DPRD pada 16 Juni 2017. Namun, DPRD belum juga membahasnya sampai empat bulan kemudian ketika Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik pada 17 Oktober 2017.

Selepas pelantikan Anies-Sandi, barulah DPRD mengembalikan KUA-PPAS (draf pertama) kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Alasannya: program gubernur dan wagub baru belum dimasukkan.

"Semua (program Anies-Sandi) belum dimuat. Nomenklaturnya mana? Kami buka saja sama-sama," kata Wakil Ketua DPRD DKI Muhmmad Taufik, Kamis (19/10), tiga hari setelah pelantikan.

Sandi mengatakan, setelah draf pertama KUA-PPAS dikembalikan DPRD, ia dan Anies langsung menyisir KUA-PPAS (draf pertama) tak lama setelah dilantik. Kala itu, menurut Sandi, dia dan Anies beranggapan, masih banyak programnya yang belum terakomodasi dalam plafon anggaran sementara tersebut.

Pada 15 November 2017 (sekira sebulan setelah pelantikan), KUA-PPAS 2018 (draf kedua) yang sudah disisir oleh Anies-Sandi disetujui DPRD DKI. Namun belakangan diketahui, banyak anggaran yang nilainya membengkak.

Sandi tidak menampik kenaikan. Hanya saja, dia mengatakan, KUA-PPAS (draf kedua) masih akan kembali disisir. Namun yang menyisir kali ini juga melibatkan masyarakat.

"Saya sisir lagi kemarin. Jadi ini sudah melalui beberapa sisiran. Nanti akan disisir lagi oleh masyarakat di proses APBD," sambungnya.

Baca juga: Haji Lulung Membela Lonjakan Anggaran RAPBD DKI untuk DPRD

Merujuk waktu pengembalian KUA-PPAS (draf pertama), peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, mengatakan kepada Tirto, Anies-Sandi punya kewenangan mengubah anggaran tersebut lantaran, KUA-PPAS (draf pertama) disusun dengan merujuk ke RPJMD sebelumnya yang belum melibatkan Anie-Sandi.

“[Mereka] bisa [ubah] anggaran yang dianggap pemborosan atau tidak, sesuai prioritas untuk gubernur baru atau tidak, atau [jika dianggap] tidak punya dasar hukum,” kata Roy.

Roy memahami pernyataan Sandi yang menuding Djarot dalam konteks absennya keterlibatan Anies-Sandi dalam mengisi besaran anggaran. Namun, Roy mengatakan, itu tidak lantas menjadikan Sandi perlu menyalahkan pendahulu mereka. Sebab keduanya bisa menyesuaikan anggaran dalam KUA-PPAS draf kedua yang memang disusun saat Anies-Sandi sudah dilantik.

“Jadi jangan salahkan yang lama,” kata Roy menegaskan betapa Anies-Sandi -- jika mau -- sebenarnya punya ruang untuk memperbaiki apa yang dianggap tidak pas karena KUA-PPAS draf kedua terjadi setelah pelantikan.

Untuk diketahui, salah satu anggaran yang disoroti adalah dana kunjungan kerja DPRD. Anggaran ini membengkak dari Rp 8,8 miliar menjadi Rp107,7 miliar. Angka ini melonjak dalam KUA-PPAS (draf kedua) yang diajukan Anies-Sandi. Sebab, RKPD dan KUA-PPAS (draf pertama) tidak memasukkan biaya perjalanan dinas anggota DPRD.

Namun, pembengkakan ini juga tak bisa dilepaskan dari perubahan besaran satuan uang perjalanan dinas yang diatur Keputusan Gubenur (Kepgub) Nomor 1005 tahun 2017 tentang Biaya Perjalanan Dinas Dalam dan Luar Negeri yang dikeluarkan Plt Gubernur Djarot Saiful Hidayat tertanggal 23 Mei 2017. Kepgub ini merevisi Kepgub Nomor 190 Tahun 2017 yang dikeluarkan Plt. Gubernur Soemarsono tertanggal 1 Februari 2017.

Dalam Kepgub 1005/2017, angka besaran satuan uang dinas dalam negeri eselon II dan anggota DPRD melonjak dari Rp1,5 juta menjadi Rp4 juta. Sedangkan untuk gubernur, wakil gubernur, dan pimpinan DPRD naik dari Rp2,5 juta menjadi Rp5 juta. Ada pun satuan uang perjalanan dinas luar negeri masih merujuk ke Kepgub 190/2017.

Pada 3 November 2017, Djarot sempat menyebut, dirinya menolak permintaan anggota DPRD yang menginginkan biaya kunjungan anggota DPRD ke luar negeri dinaikkan. Djarot merasa, anggaran tersebut akan digunakan untuk jalan-jalan dan tidak sesuai dengan Permenkeu Nomor 97/PMK.05/2010 tentang Perjalanan Dinas Luar Negeri bagi Pejabat Negara.

Baca juga artikel terkait RAPBD DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Zen RS