Menuju konten utama

#2019GantiPresiden: Asal Bukan Jokowi, tapi Jokowi Juga Boleh

Reportase langsung dari acara Deklarasi #2019GantiPresiden di Monas. Apa yang mereka mau sebenarnya?

#2019GantiPresiden: Asal Bukan Jokowi, tapi Jokowi Juga Boleh
Relawan mendeklarasikan hashtag #2019GANTIPRESIDEN di kawasan Monas Jakarta, Minggu (6/5/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal.

tirto.id - Dian, 32 tahun, bersama suaminya tampak kompak mengenakan kaus bertuliskan tagar #2019GantiPresiden. Menggandeng sepasang anak mereka yang masih balita, keduanya teliti memilih kaus serupa yang dijajakan seorang pedagang.

Keempatnya jauh-jauh berangkat dari kediaman mereka di Cibubur, Jakarta Timur, sekitar pukul 8 pagi. Selang satu jam perjalanan, Dian dan keluarganya tiba di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. Dari situ, mereka berjalan kaki ke pintu barat daya Monumen Nasional (Monas), pusat pelaksanaan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden.

Dian adalah karyawati perusahaan swasta di Jakarta. Dia mengaku mendukung deklarasi tersebut karena ingin memiliki presiden yang bersosok lebih tegas.

"Saya belum tahu juga mau pilih siapa. Yang paling kelihatan kan Prabowo, tetapi belum tahu juga sih," ujar Dian kepada Tirto.

Dian bukan satu-satunya orang tua yang mengajak anak ke deklarasi tersebut. Ria dan Ahmad, sepasang suami-istri asal Ciledug, Tengerang Selatan, juga turut memboyong empat anak mereka ke gelaran yang dihadiri seribuan orang itu.

"Kami mengajarkan kepada anak-anak soal demonstrasi cara damai sambil rekreasi," ujar Ria sambil menyuapi makan siang salah satu anak perempuannya.

Ahmad mengaku tidak pernah mengajak anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan mobilisasi massa macam ini. Anak-anaknya lah yang punya keinginan sendiri. Menurut Ahmad, keinginan tersebut tumbuh lantaran dirinya rajin mengikuti berbagai aksi bela islam, mulai dari 411, 212, hingga Reuni Alumni 212.

"Kami tidak mengajak anak-anak untuk dieksploitasi politik. Jangan salah paham. Kadang-kadang pemerintah salah paham. Kalau punya otak dan pemikiran pasti tahu. Kami, kan, rekreasi di sini. Ini kan, Monas. Ini tempat umum," ujar Ahmad.

Menyambung Aspirasi lewat Dagangan

Hadirin deklarasi #2019GantiPresiden di pintu barat daya Monas itu beragam. Selain bersama keluarga, ada pula yang datang sendirian.

Di tengah kerumunan massa, lebih dari 10 orang berjibaku menjajakan pernak-pernik. Ada yang menjual kaus, pin, topi, hingga gelang tangan.

Sekitar sepuluh meter dari posisi keluarga Ahmad, Enriko Simatupang bersila menunggu lapak kausnya. Warga Ciputat ini mulai berjualan kaus #2019GantiPresiden sejak dua pekan lalu. Kaus-kaus itu dia dapatkan dari konveksi milik koleganya di Ciledug.

Pada Minggu (6/5/2018) itu, Enriko datang sendiri. Ia berangkat bakda subuh menumpang Kereta Rel Listrik (KRL) dari Stasiun BSD—stasiun terdekat dari rumahnya.

Mengenakan kaus hitam bertagar #2019GantiPresiden, Enriko tak luput senyum saat sejumlah pengunjung mampir di lapak dagangannya.

"Yang ini berapa harganya?" tanya seorang pengunjung.

"Enam puluh ribu aja," jawab Enriko.

Enriko pun mengaku tidak sekadar berdagang. Dia mendukung gerakan #2019GantiPresiden karena bosan dengan pemerintahan Jokowi yang menurutnya lebih mementingkan hajat pribadi daripada kepentingan bersama.

Salah satu peristiwa yang begitu membekas di benaknya adalah saat Paspampres mencegah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengikuti rombongan Presiden Jokowi menuju podium usai Persija Jakarta menjadi juara Piala Presiden 2018.

Kata Enriko, "Gubernur yang punya Persija sampai disingkirin. Bukan kami ngediemin. Kita mesti tahu mana yang benar dan salah. Kalau kami ngikut aja, ya, ini ibarat Indonesia pintar, tapi rakyatnya bodoh."

Enriko juga menyangsikan kinerja dan capaian pemerintahan Jokowi. Dia mempertanyakan kualitas proyek infrastruktur yang dibangun rezim Jokowi selama ini.

"Infrastruktur dibangun. Benar apa enggak? Kalau pun benar, ada tiang tol kemarin yang ambruk. Benar itu dia yang buat, tetapi kualitasnya? Mau ditutupin bagaimana tuh kebusukan?"

Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Enriko mendukung Prabowo Subianto. Dia pun turut serta Aksi Bela Islam 212.

Untuk Pilpres 2019, Enriko tidak ingin memilih Jokowi. "Saya lihat nanti saja lah, Pak. Kalau capresnya ada dua [Jokowi dan Prabowo], ya saya pilih Prabowo," ujar Enriko.

Infografik HL #2019GantiPresiden

Di Bawah Naungan Kaus Bertagar

Menurut laman analisis twitter ctrlq.org, tagar #2019GantiPresiden dicuit pertama kali oleh akun @70k0w1d4nc0kc0k pada pukul 06.55, 28 Maret 2018. Lalu, menurut pengukuran Tweet Reach, tagar #2019gantipresiden menjangkau 96.054 akun Twitter dan dilihat 114.917 kali pada 30 April 2018 antara pukul 07.30 hingga 08.00.

Mobilisasi massa berkaus #2019GantiPresiden pun telah dimulai seminggu sebelum deklarasi, yakni di acara Car Free Day (CFD) di sejumlah kota.

Salah satu peristiwa yang disorot dari mobilisasi itu adalah dugaan tindak intimidasi massa terhadap orang-orang berkaus #DiaSibukKerja (simbol para pendukung Presiden Jokowi) di CFD Jakarta. Dua orang korban tindakan tersebut antara lain Stedi Repki Watung dan Susi Ferawati.

Abdullah Fauzi, pengemudi ojek online berumur 40, adalah salah satu massa berkaus #2019GantiPresiden yang hadir di CFD Jakarta pekan lalu. Namun, dia mengaku sudah keburu pulang saat peristiwa intimidasi berlangsung dan hanya mengetahuinya melalui media sosial.

"Kalau berita-berita yang ada di medsos itu, kan, jadi simpang siur. Ada yang bilang [intimidasi] itu operasi intelijen. Antara yang menyodorkan uang dan yang diintimidasi memakai gelang yang sama. Lihat aja mana yang benar mana yang enggak," ujar Abdullah.

Abdullah mengakui, empat tahun lalu dia adalah ketua organisasi yang menginduk kepada salah satu partai pendukung Jokowi dalam Pilpres 2014. Namun, sebagaimana ditunjukkan lewat kehadirannya di deklarasi gerakan #2019GantiPresiden, Abdullah kini tidak ingin lagi Jokowi jadi presiden.

Sikap itu juga dia tunjukkan saat menjalani aktivitas sehari-hari. Dalam seminggu, Abdullah menyempatkan mengenakan kaus bertagar #2019GantiPresiden sebanyak tiga kali. Abdullah pun rajin menyampaikan sikapnya itu kepada teman-temannya.

Abdullah mengatakan dua tahun terakhir ini situasi dan kondisi perekonomiannya semakin sulit karena kenaikan tarif dasar listrik dan BBM. Kata Abdullah, "Insya Allah siapa pun dia. Yang penting asal bukan Jokowi [yang jadi presiden]. Ini kan momennya ganti presiden. Pokoknya asal bukan Jokowi."

Asal Bukan Jokowi

Kesangsian terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dan harapan akan munculnya tokoh seperti satrio piningit yang membuat kehidupan jauh lebih baik menjadi benang merah yang mengikat Ahmad, Abdullah, Ria, Enriko, dan seribuan orang lainnya untuk datang ke deklarasi #2019GantiPresiden. Siapa satrio piningit yang mereka harapkan? Siapapun, asal bukan Jokowi.

Kesangsian dan harapan itu pula yang dilontarkan para orator di atas mobil komando. Melalui corong-corong pengeras suara yang dipasang di mobil itu, suara mereka membahana ke telinga semua hadirin.

"Kita katakan cukup bagi pemerintah yang sibuk dengan pencitraan. Kita katakan cukup bagi pemerintah yang cuma berdiri di atas penderitaan rakyat. Kita katakan cukup bagi pemerintah yang tidak menurunkan harga sembako," lantang Mardani Ali Sera, politikus Partai Keadilan Sejahtera.

Mardani, bersama Neno Warisman dan Eggi Sudjana, mengaku sebagai penggagas gerakan #2019GantiPresiden. Eggi bahkan mengatakan sudah menyebarkan kampanye "2019 Ganti Presiden" di pelbagai daerah.

“Ini muncul begitu saja," ujar Eggi. "Memang ide awalnya itu dari Pak Mardani Ali Sera. Saya dan Neno Warisman juga ikut menggagas. Ini sangat cair. Jadi, kalau ada yang bilang mengklaim koordinator umum, itu tidak ada. Tidak ada koordinator di gerakan ini,” ujar Eggi pada akhir April 2018.

Namun, kelantangan-kelantangan itu menyisakan pertanyaan: kepada siapa aliran dukungan gerakan #2019GantiPresiden akan diberikan?

Seusai deklarasi, kepada awak media, Mardani mengatakan gerakan #2019GantiPresiden membuka peluang dukungan kepada tokoh-tokoh, seperti bekas Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Presiden PKS Shohibul Iman, dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan syarat: seluruh tokoh tersebut mampu mengimplementasikan Pancasila dalam memimpin bangsa.

“Karena selama ini Pancasila hanya sebatas sebagai lip service saja," kata Mardani.

Mardani pun mengatakan gerakan #2019GantiPresiden masih memiliki kemungkinan untuk mendukung Jokowi, yang ingin diganti itu, untuk jadi presiden lagi.

“Pak Jokowi juga bisa diuntungkan. Kalau nanti Pak Jokowi berubah, kami mungkin akan mempertimbangkan [dukungan di Pilpres]. Tetapi sampai sekarang kami yakin 2019 ganti presiden,” kata Mardani.

Kalau pada akhirnya mendukung Jokowi, apa maknanya energi ribuan massa dan tagar #2019GantiPresiden?

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Politik
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan