tirto.id - Memasuki Maret 1998, semakin terang betapa krisis ekonomi berdampak menjadi krisis politik.
Pada 10 Maret 1998, Soeharto resmi ditetapkan sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR untuk masa periode 1998-2003. Ini menjadi yang ketujuh kalinya Soeharto ditahbiskan sebagai penguasa tertinggi di Republik Indonesia (pertama kali terjadi pada 1968). Kali ini ia berpasangan dengan B.J. Habibie sebagai wakil presiden.
Pelantikan Soeharto-Habibie dengan segera disambut rangkaian demonstrasi, terutama dari mahasiswa. Penolakan terhadap Soeharto tidak hanya semakin massif, namun juga disampaikan dengan cara-cara yang verbal. Bentrokan antara demonstran dengan aparat keamanan mulai bermunculan di bulan Maret ini.
Daya gedor penolakan ini sudah tak bisa disepelekan lagi. Sampai-sampai, untuk pertama kalinya, ABRI -- melalui Wiranto sebagai Pangab -- bersedia melakukan dialog dengan mahasiswa.
Krisis politik tampak pada tuduhan-tuduhan kepada beberapa orang yang disebut sebagai otak atau master mind rencana kudeta. Arifin Panigoro dan Amien Rais menjadi salah dua nama yang disebut-sebut merencanakan kudeta kepada rezim yang sah. Selain problem ekonomi yang semakin mencekik, Soeharto juga semakin tertekan oleh makin massifnya informasi tentang penculikan para aktivis.
Berikut peristiwa-peristiwa terpenting sepanjang Maret 1998.
1 Maret 1998
Selain Habibie, Golkar Tutup Pintu
Fraksi Karya Pembangunan menutup pintu bagi cawapres selain B.J. Habibie. Meskipun mereka tetap terbuka bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi nama lain, hal itu tidak akan mengubah keputusan fraksi yang sudah final.
(Kompas, 2 Maret 1998)
2 Maret 1998
Cadangan Devisa RI Capai Rekor Terendah
Cadangan devisa berupa aktiva luar negeri Indonesia kembali mencapai rekor titik terendah. Posisinya di akhir Februari hanya berjumlah $16,33 miliar. Cadangan devisa ini setara dengan empat bulan impor nonmigas. Jika dibandingkan posisi 15 Januari 1998 yang sebesar $20,385 miliar berarti telah terjadi penurunan 4,052 miliar dalam jangka waktu satu setengah bulan. Pengamat ekonomi Hartojo Wignjowijoto mengatakan, penurunan itu terjadi lantaran intervensi yang dilakukan BI untuk menstabilkan rupiah.
(Republika, 3 Maret 1998)
3 Maret 1998
Soeharto Bicara 1,5 Jam dengan Utusan Khusus Clinton
Utusan Khusus Presiden AS Bill Clinton, Walter Mondale, melakukan pembicaraan dengan Soeharto selama 1,5 jam. Menurut Mondale, beberapa waktu terakhir, Soeharto dan Clinton selalu mengadakan kontak secara teratur dalam rangka membantu Indonesia menyelesaikan kesulitan ekonomi. Clinton juga disebut sangat prihatin dengan krisis ekonomi yang sedang dihadapi rakyat Indonesia. Bahkan, secara pribadi Clinton melibatkan diri dalam masalah ini.
(Kompas, 4 Maret 1998)
4 Maret 1998
PPP Belum Putuskan untuk Menerima LPJ Soeharto
Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) menjadi satu-satunya fraksi MPR yang belum secara eksplisit memutuskan menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Presiden/Mandataris MPR dalam SU MPR. Sikap F-PP belum final dan masih akan dibahas dalam rapat-rapat komisi berikutnya. Sementara juru bicara Fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (F-ABRI) Hari Sabarno menyatakan bersyukur berkat kepemimpinan Soeharto, bangsa Indonesia bisa lepas dari kemelut 1966 dan dapat menikmati Orde Baru yang ditandai adanya ciri kehidupan konstitusional yang mantap.
(Kompas, 5 Maret 1998)
5 Maret 1998
Mahasiswa UI Serahkan Pemikiran Reformasi kepada Fraksi ABRI
Delegasi mahasiswa UI yang terdiri dari 20 orang menyerahkan dokumen berisi pemikiran mengenai upaya melakukan reformasi politik dan ekonomi di Indonesia kepada F-ABRI. Dokumen tersebut diterima Letjen. Yunus Yosfiah selaku Ketua F-ABRI. Di UGM, sejumlah dosen bergabung dengan belasan ribu mahasiswa yang melakukan aksi keprihatinan. Mereka menuntut diturunkannya harga-harga dan reformasi politik sesegera mungkin. Aksi serupa juga dilakukan para mahasiswa di Bandung, Padang, Surabaya, dan Ujungpandang.
(Kompas, 6 Maret 1998)
6 Maret 1998
Rupiah Tembus 12.000 per Dolar
Nilai tukar rupiah makin melemah dan sempat menembus angka Rp 12.100 per dolar AS. Terpuruknya nilai tukar rupiah antara lain dipicu kabar menyangkut kerugian Bank Exim dalam transaksi valuta asing.
(Republika, 7 Maret 1998)
7 Maret 1998
IMF Tunda Pencairan Dana
Tanri Abeng, Anggota Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan menyayangkan sikap IMF yang menunda pelaksanaan rapat pembahasan pencairan bantuan tahap kedua. Pencairan dana dari IMF tahap kedua sejumlah $3 miliar hampir dipastikan tidak turun bulan Maret. Sejauh ini, Indonesia telah menerima $3 miliar dari total $43 miliar dalam apa yang disebut paket penyelamatan ekonomi guna memulihkan kepercayaan serta stabilitas pasar dan ekonomi Indonesia.
(Republika, 8 Maret 1998)
8 Maret 1998
Soeharto Bersedia Dicalonkan Lagi
Presiden Soeharto secara resmi menyatakan kesediannya untuk dipilih kembali sebagai Presiden Republik Indonesia periode 1998-2003. Pernyataan tersebut disampaikan di hadapan lima fraksi MPR (F-ABRI, F-KP, F-PDI, F-PP, F-UD) dalam pertemuan di kediaman Soeharto.
(Media Indonesia, 9 Maret 1998)
9 Maret 1998
Aksi Keprihatinan Terus Berlanjut di Berbagai Kota
Aksi keprihatinan dari kelompok mahasiswa terus berlanjut dalam bentuk mimbar bebas di sejumlah daerah seperti Semarang, Solo, Surabaya, Denpasar, dan Padang. Mereka menuntut penurunan harga sembako, reformasi ekonomi, reformasi politik, dan pemerintahan yang bersih. Di Ujungpandang, sedikitnya 500 mahasiswa dari berbagai kampus berunjukrasa di kampus IAIN Alauddin menolak sikap AS yang dianggap menekan Indonesia melalui IMF.
Program IMF Tetap Jalan
Pemerintah tetap melangsungkan program IMF yang sudah disepakati sejak 15 Januari 1998. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Ali Alatas. Penundaan pencairan dana tahap kedua sebesar $3 miliar oleh IMF dikecam Soeharto. Menurutnya, program reformasi yang diajukan IMF menjurus kepada liberalisme.
(Kompas dan Media Indonesia, 10 Maret 1998)
10 Maret 1998
Soeharto Resmi Menjabat Lagi
H.M. Soeharto resmi ditetapkan sebagai Presiden RI periode 1998-2003 dalam Rapat Paripurna ke-10 MPR RI. Rapat tersebut dipimpin Ketua MPR/DPR Harmoko dan hanya berlangsung selama 30 menit. Dari seribu anggota MPR, 923 orang yang menghadiri rapat paripurna sepakat bulat memilih Soeharto sebagai presiden. Soeharto menjadi calon tunggal yang diajukan lima fraksi MPR dengan satu alasan: penilaian atas kemampuan dan pengalaman demi kesinambungan nasional.
Setelah SU MPR, Sekjen Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) Widjojo Nitisastro beserta timnya dikabarkan segera berangkat ke Washington untuk menemui pejabat IMF. Hasil perundingan tersebut akan dijadikan patokan tentang langkah apa yang akan diambil Indonesia.
(Republika, 11 Maret 1998)
11 Maret 1998
Terpilihnya Soeharto-Habibie Disambut Unjuk Rasa
Dalam sidang paripurna SU-MPR ke 13, B.J. Habibie mengucapkan sumpah jabatan sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Soeharto. Mengakhiri SU MPR, Harmoko selaku Ketua MPR RI mengharapkan presiden, wapres, dan para menteri Kabinet Pembangunan VII untuk segera mengambil langkah-langkah mengatasi krisis.
Sementara itu, pekik “Merdeka” dan “Allahu Akbar” mewarnai unjuk rasa di kampus UGM dengan peserta berjumlah 30 ribu mahasiswa. Mereka menginginkan dibentuknya pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di Surabaya dan Solo, aksi serupa berakhir bentrok antara petugas dan pengunjukrasa.
(Republika, 12 Maret 1998)
12 Maret 1998
Wiranto Tawarkan Dialog dengan ABRI
ABRI siap membuka dialog terkait merebaknya aksi keprihatinan mahasiswa di berbagai daerah. Jenderal TNI Wiranto selaku Panglima ABRI menyatakan, daripada melakukan aksi unjukrasa, lebih baik para mahasiswa melakukan dialog dan TNI siap membuka diri dengan para mahasiswa maupun tokoh pengkritik seperti Amien Rais dan Megawati.
(Media Indonesia, 13 Maret 1998)
13 Maret 1998
Tawaran Dialog dari Wiranto Disambut Baik
Tawaran Panglima ABRI Jendral Wiranto mendapat banyak dukungan baik dari berbagai pihak. Amien Rais selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah mengharapkan dialog melibatkan tokoh dari berbagai organisasi baik kampus maupun LSM. Komandan Korem 163/Wirasatya Kolonel Inf I Made Yasa menyatakan, unjuk rasa dilakukan mahasiswa karena selama ini ide-ide mereka tidak tersalurkan.
(Republika, 14 Maret 1998)
14 Maret 1998
PM Jepang Tiba di Indonesia
PM Jepang Ryutaro Hashimoto tiba di Indonesia dan dijadwalkan melakukan pembicaraan empat mata dengan Soeharto di Jalan Cendana esok harinya. Hashimoto berharap dapat membantu Indonesia untuk bisa keluar dari kesulitan ekonomi.
(Kompas, 15 Maret 1998)
15 Maret 1998
Soeharto dan Hashimoto Sepakat soal Program IMF
Presiden Soeharto dan PM Jepang Ryutaro Hashimoto sepakat tentang pelaksanaan reformasi dalam kaitannya dengan penerapan program IMF. Mereka juga sepakat bahwa Indonesia tetap perlu mengadakan kerjasama dengan lembaga keuangan internasional dan negara sahabat lainnya.
(Media Indonesia, 16 Maret 1998)
16 Maret 1998
Aksi Keprihatinan Terjadi Lagi
Setelah sempat berhenti, aksi keprihatinan mahasiswa kembali terjadi di beberapa kampus seperti Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Universitas Lampung (Unila), Universitas 11 Maret dan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sejumlah mahasiswa Unas sempat bentrok dengan aparat keamanan yang melarang mereka keluar dari kampus. Sementara ribuan mahasiswa dan pelajar di Unila memprotes masalah kenaikan harga dan menuntut reformasi ekonomi dan politik.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Kanezo Muraoki mengatakan, pemerintahnya siap mengimbau masyarakat internasional untuk membantu upaya membuka blokade pencairan bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Indonesia. Hal itu dilakukan menyusul pertemuan antara PM Jepang dengan Soeharto.
(Media Indonesia, 17 Maret 1998)
17 Maret 1998
Soeharto: Tanpa Bantuan IMF, Reformasi Tetap Jalan
PM Jepang Ryutaro Hashimoto mengirimkan pesan kepada Australia, Inggris, Jerman, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Hashimoto mendesak pemimpin enam negara untuk mendukung Indonesia yang tengah berada dalam krisis keuangan. IMF telah menghentikan pembayaran cicilan paket bantuan penyelamatan kepada Indonesia dengan alasan Soeharto gagal mewujudkan reformasi yang telah disepakati.
Sementara itu, Soeharto menegaskan terus melakukan reformasi ekonomi tanpa atau dengan bantuan IMF dalam sidang Kabinet Pembangunan VI pertama di Bina Graha. Ia menolak kesan bahwa reformasi dilakukan karena program IMF. Sebaliknya, Soeharto menuturkan, reformasi adalah kebutuhan dan tekad bangsa dengan atau tanpa bantuan siapapun.
(Pikiran Rakyat, 18 Maret 1998)
18 Maret 1998
Gas Air Mata Bubarkan Rapat Akbar Mahasiswa
Gas air mata membubarkan acara rapat akbar keluarga besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Rapat akbar yang berlangsung di kampus itu menuntut reformasi ekonomi dan politik. Menhankam Pangab Jenderal TNI Wiranto menilai selama aksi mahasiswa bicara masalah yang esensial dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional, maka diperbolehkan. Tetapi bila aksi mengarah ke anarkis dan destruktif, maka tidak ditolerir.
Pemerintah & IMF Sepakat Reformasi Ekonomi Dikaji Kembali
Pemerintah Indonesia dan IMF sepakat mengkaji kembali program reformasi ekonomi Indonesia. Kesepakatan itu melibatkan pembicaraan empat mata antara Menko Ekuin/Kepala Bappenas Ginandjar Kartasasmita dengan Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Hubert Neiss.
(Media Indonesia dan Pikiran Rakyat, 19 Maret 1998)
19 Maret 1998
Habibie: Pembicaraan RI dan IMF Berjalan Baik
Wakil Presiden BJ Habibie mengisyaratkan bahwa pembicaraan antara IMF dan pemerintah RI sudah berjalan baik dan kembali pada jalurnya. Habibie menyampaikan itu kepada para politikus Partai Liberal Demokratik (LDP) Jepang. Ia juga menyatakan bahwa Indonesia berkeinginan mengimplementasikan 50 butir reformasi yang tercantum dalam kesepakatan dengan IMF.
Rektor Unpad Tak Melarang Mahasiswa Berdemo
Rektor Unpad Prof. Dr. Maman P. Rukmana meminta para mahasiswa agar menyampaikan unek-unek terkait masalah bangsa berikut pemecahan solusinya ke dalam sebuah proposal dan nantinya diberikan kepada MPR/DPR. Maman juga menegaskan bahwa pimpinan universitas tidak pernah mengganggu atau melarang aksi demonstrasi sepanjang membawa aspirasi rakyat dan murni pemikiran mahasiswa.
(Pikiran Rakyat, 20 Maret 1998)
20 Maret 1998
ABRI Mewaspadai Demonstrasi Mahasiswa
Menteri Pertahanan Keamanan/Pangab Jenderal TNI Wiranto mulai mewaspadai gejala ketidaksabaran yang ditunjukkan lewat serangkaian aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah. Wiranto membagi menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang memposisikan diri sebagai bagian dari pemecah persoalan dan mereka yang menjadi bagian dari persoalan. Kelompok yang terakhir menjadi kewaspadaan ABRI.
(Media Indonesia, 21 Maret 1998)
21 Maret 1998
Arifin Panigoro Dituduh Makar
Eksponen 66 sekaligus pengusaha minyak Arifin Panigoro dan Meliyono Suwondo terkena tuduhan berat berbuat makar setelah mereka hadir dalam diskusi Pusat Pengkaji Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Hotel Radisson pada 5 Februari 1998. Ini sebagai buntut dari memo Prof. Dr. Sofian Effendi, Dewan Direktur PPSK, yang menyebut bahwa Amien Rais akan menggerakkan satu juta massa ke Gedung MPR/DPR Senayan. Peran Arifin sendiri disebut sebagai wakil dari pengusaha dan elit politik yang mendukung gerakan itu.
Pertemuan RI dan IMF Capai Kemajuan
RI dan IMF capai banyak kemajuan dalam pertemuan hari ketiga antara Menko Ekuin/Kepala Bappenas Ginandjar Kartasasmita dengan Direktur IMF untuk Asia Pasifik Hubert Neiss. Mereka setuju menjamin ketersediaan sembako dengan harga wajar. Juga sepakat bakal memperkuat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) guna mengembalikan kepercayaan masyarakat.
(Media Indonesia, 22 Maret 1998)
22 Maret 1998
Dirjen Dikti: Membawa Nama Kampus untuk Demo Tak Etis
Dirjen Dikti Bambang Soehendro menyebut, tidak etis bila mahasiswa yang melakukan aksi keluar kampus masih membawa nama perguruan tinggi. Mereka harus membawa nama diri sendiri sebagai warga negara. Bambang juga menekankan sudah ada komitmen antara aparat keamanan dengan Depdikbud yang mengacu pada SKB Tiga Menteri (Mendagri, Menhankan, Mendikbud) bahwa semua kegiatan mahasiswa di dalam kampus menjadi tanggung jawab rektor.
(Media Indonesia, 23 Maret 1998)
23 Maret 1998
Amien Rais Bantah Merancang Kudeta
Amien Rais sebagai Ketua Pusat Pengkajian Strategis Kebijakan (PPSK) membantah pertemuan di Hotel Radisson Yogyakarta 5 Februari 1998 sebagai langkah untuk merancang kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Berkaitan dengan pertemuan tersebut, beberapa orang sudah diperiksa polisi seperti Arifin Panigoro dan Dr. Afan Gaffar.
Mahasiswa Lampung Mempraperadilankan Kapolda
Tiga mahasiswa Lampung korban “Unila Berdarah” akan mempraperadilkan Kapolda Lampung atas penangkapan dan penganiayaan yang dilakukan petugas terhadap mereka. Ibrahim Bastari selaku Ketua Komisi Perlindungan HAM LBH Bandarlampung menyatakan siap mendampingi para mahasiswa untuk mempraperadilkan Polda Lampung.
(Media Indonesia, 24 Maret 1998)
24 Maret 1998
Dua Penyusup dalam Demo Mahasiswa Lampung
Dua penyusup yang masuk ke dalam kampus Unila babak belur dipukuli massa mahasiswa ketika aksi protes berlangsung di Unila. Mereka mencurigai dua orang tersebut sebagai intel aparat. Ditemukan kartu identitas kesatuan intel aparat di salah satu penyusup, sementara satu orang lainnya adalah seorang salesman dari perusahaan asuransi.
Indonesia Akan Tiru Cara Meksiko
Tanri Abeng, anggota Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK), mengatakan bahwa Indonesia akan meniru cara Meksiko dalam upaya menyelesaikan utang swasta. Saat kriris ekonomi 1980-an, Meksiko memberikan intensif kepada debitor berupa tenggang waktu bebas cicilan selama 3-4 tahun. Namun, Meneg Pembinaan BUMN mengatakan tidak akan melakukan cara Meksiko secara penuh karena ada beberapa aspek yang harus disesuaikan.
(Media Indonesia, 25 Maret 1998)
25 Maret 1998
Mahasiswa Solo Bentrok dengan Aparat
Pengunjuk rasa di UNS Solo terlibat bentrok dengan aparat keamanan. Lima mahasiswa luka-luka, dua diantaranya harus dirawat di rumah sakit. Sebanyak 39 peserta lain terkena gas air mata. Bentrokan terjadi pukul 13.50 karena kedua pihak tidak mencapai kata sepakat tentang batas demarkasi wilayah kampus.
Subsidi Dikurangi Secara Bertahap
Pemerintah akan mengurangi subsidi secara bertahap. Guna menjamin harga bahan-bahan kebutuhan terutama bahan pangan, pemerintah mengundang investor asing untuk pengadaan bahan pangan. Selama ini, menurut Kabulog, banyak subsidi yang membebani anggaran pemerintah seperti subsidi bahan bakar, sembako, dan gula pasir.
(Kompas dan Pikiran Rakyat, 26 Maret 1998)
26 Maret 1998
Krisis Moneter Picu PHK
Menteri Tenaga Kerja Theo L. Sambuaga mengungkapkan, krisis moneter yang melanda Indonesia dalam sembilan bulan terakhir mengakibatkan 133.459 pekerja mengalami PHK. Jumlah tersebut berasal dari sekitar 676 perusahaan. Angka PHK itu berdasarkan laporan Menaker per 21 Maret 1998.
Dialog Mahasiswa dengan Soeharto Tidak Memungkinkan
Menko Polkam Feisal Tanjung menegaskan, keinginan mahasiswa untuk berdialog secara langsung dengan Soeharto tidak memungkinkan karena tidak ada aturan yang mengatur tindakan tersebut. Sebaliknya, ABRI menawarkan dialog dengan melibatkan pejabat yang lengkap baik Tingkat I, II, maupun pusat.
(Kompas dan Pikiran Rakyat, 27 Maret 1998)
27 Maret 1998
Perwira Tinggi ABRI Bertemu Amien Rais
Letjen. Susilo Bambang Yudhoyono mengundang Amien Rais untuk bertemu dan berdialog di Sheraton Mustika Hotel. Termasuk bersama perwira tinggi ABRI lainnya seperti Mayjen. Zaky Anwar Makarim, Mayjen. Mardiyanto, dan Kolonel Djoko Santoso. Amien mengatakan bahwa pertemuan tersebut dilakukan untuk mempererat silaturahim.
(Jakarta Post 28 Maret 1998)
28 Maret 1998
Aktivis SMID Diculik Orang Tak Dikenal
Aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Andi Arief diculik orang tidak dikenal pada pukul 11.00 WIB di ruko milik kakaknya di Bandar Lampung. Pihak keluarga menyerahkan masalah tersebut ke YLBHI.
(Kompas, 30 Maret 1998)
29 Maret 1998
Panglima ABRI akan Temui Perwakilan Mahasiswa
Panglima ABRI Jenderal Wiranto mengkonfirmasi bahwa ia akan menemui perwakilan mahasiswa dari 17 kampus. Pertemuan tersebut akan digelar di Gedung YTKI Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
(Jakarta Post, 30 Maret 1998)
30 Maret 1998
Pemerintah Harus Jelaskan soal Penculikan Aktivis
Guru besar ilmu hukum Prof. Dr. Dimyati Hartono, Sekretaris Sub Komisi Pemantauan Pelaksanaan HAM Komnas HAM Clementino dos Reis Amaral, dan Anggota Komnas HAM Asmara Nababan menyatakan bahwa pemerintah harus menindaklanjuti dan memberikan penjelasan resmi seputar hilangnya beberapa aktivis mahasiswa. Peristiwa tersebut mulai mengganggu hak masyarakat untuk hidup tenteram. Kapuspen ABRI Birgjen. Abdul Wahab Mokodongan menyatakan, pihaknya tidak mengetahui tentang hilangnya sejumlah aktivis.
(Kompas, 31 Maret 1998)
31 Maret 1998
Mahasiswa Tolak Dialog dengan Menteri
Beberapa senat mahasiswa menolak hadir dalam dialog dengan sembilan menteri yang diprakarsai Eksponen ’66. Mereka juga menolak dialog yang ditawarkan Panglima ABRI. Para mahasiswa hanya mau berdialog dengan presiden.
(Media Indonesia, 1 April 1998)
Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Zen RS