tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membuka keran ekspor pasir laut ke luar negeri setelah sempat dilarang pada 2003. Pembukaan ekspor ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Dalam Bab IV, pasal 9, butir 2 dijelaskan pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah. Kemudian, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.
"Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," dikutip dalam aturan tersebut dikutip Tirto, Senin (29/5/2023).
Pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Penjualan pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan dari menteri yang menyelenggarakan penerbitan urusan di bidang mineral dan batu bara.
Izin pemanfaatan pasir laut juga bisa diperoleh dari gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah melalui kajian oleh tim kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan izin ini harus bergerak di bidang pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut.
Pada 2023, pemerintah sempat melarang melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Dalam SK yang ditandatangani Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno 28 Februari 2003 disebutkan alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir laut.
Aturan pembukaan kembali keran ekspor pasir laut ini pun mendapatkan reaksi dari Mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti. Susi meminta agar keputusan ini dibatalkan, karena berdampak kepada kerugian lingkungan yang lebih besar.
"Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dg penambangan pasir laut," tulisnya dikutip dari laman Twitternya @susipudjiastuti.
Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik KKP, Wahyu Muryadi, membenarkan ekspor pasir laut tersebut kembali dibuka. Para pihak yang melakukan pembersihan sedimentasi laut itu, nantinya akan benar-benar mengedepankan ekologi untuk memelihara kesehatan laut.
"PP ini bukan rezim penambangan, tapi pembersihan sedimentasi dengan mengedepankan aspek ekologi," kata Wahyu saat dikonfirmasi Tirto, Senin (26/5/2023).
Dia tidak menampik bahwa, pengambilan pasir laut terdahulu menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Hal ini karena pengambilan pasir laut tidak diatur dan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan.
"Sehingga melalui PP ini tata cara tata kelola pemanfaatan sedimentasi di laut dan alat yang ramah lingkungan itu diatur," paparnya.
Sedimentasi sendiri adalah sebuah peristiwa oceanografi, yang setiap tahun terus berkumpul secara alami. Jika tidak diambil akan menutupi terumbu karang dan alur laut dan juga berpotensi dicuri.
Sebaliknya jika diambil akan memberi keuntungan buat negara. Selain untuk bahan reklamasi utamanya di dalam negeri, bisa juga untuk memenuhi kebutuhan di luar negeri atau ekspor.
"Yang penentuannya ditentukan oleh tim kajian yang terdiri dari KKP, ESDM, KLHK dan Kemenhub, jadi tidak bisa sembarangan (ekspor)," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin