Menuju konten utama

19 Warga Pancoran Tolak Penggusuran Pertamina Akui Diserang Ormas

Sekitar 19 warga Gang Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan yang menolak penggusuran lahan dari PT Pertamina (Persero) mengalami kekerasan.

19 Warga Pancoran Tolak Penggusuran Pertamina Akui Diserang Ormas
Ilustrasi Kekerasan. FOTO/iStockphoto.

tirto.id - Sekitar 19 warga Gang Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan yang menolak penggusuran lahan dari PT Pertamina (Persero) mengalami kekerasan. Kekerasan diduga dilakukan oleh Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Pancasila (PP) pada Rabu, 17 Maret 2021.

"Karena kekerasan tersebut 4 orang mengalami luka-luka dan dibawa ke Rumah Sakit Budi Asih," kata LBH Jakarta, Nelson Nicodemus kepada Tirto, Kamis (18/3/2021).

Nelson menjelaskan, peristiwa penyerang itu bermula ketika ormas mulai memblokade akses masuk utama dan pintu belakang Pancoran Gang Buntu II pada pukul 15.00 WIB.

Satu jam kemudian, warga menuntut agar lahan Sekolah PAUD yang telah dirampas agar dikembalikan. Sehingga anak-anak dapat kembali bersekolah dan menuntut agar preman yang menjaga akses masuk Pancoran Gang Buntu II untuk segera pergi.

"Karena preman terus mengintimidasi warga dan kelompok yang bersolidaritas," ucapnya.

Kemudian pukul 5 sore, warga dan kelompok yang bersolidaritas melakukan negosiasi dengan pihak PT Pertamina (Persero), Polres Jakarta Selatan, dan Polsek Pancoran.

Pihak PT Pertamina meminta warga mengirimkan perwakilan untuk melakukan mediasi. Warga dan solidaritas pun menolak hal tersebut karena seperti yang terjadi sebelumnya mediasi hanya berujung intimidasi dan ancaman untuk menandatangani surat penerimaan kerohiman atau ganti rugi.

Pada saat yang sama, PT Pertamina setuju untuk mengeluarkan beko dari lahan Pancoran Gang Buntu II, namun aparat tetap berjaga di dalam PAUD.

Warga menuntut aparat dan Aditya Karma selaku pihak PT Pertamina untuk meninggalkan PAUD agar anak-anak dapat kembali bermain dan belajar. Negosiasi berlangsung alot dan terjadi adu mulut.

Waktu magrib tiba, akhirnya PAUD berhasil diduduki oleh warga dan solidaritas. "Namun aparat tidak pergi dari lahan Pancoran Gang Buntu II dan pindah ke depan portal akses masuk utama," ujarnya.

Ormas mulai berkumpul di depan portal. Warga dan solidaritas bertahan di PAUD dengan anak-anak. Beberapa saat kemudian, anak-anak yang berada di PAUD diamankan ke aula karena kondisi di depan portal akses masuk utama yang semakin tidak kondusif.

Warga dan solidaritas kembali melakukan aktivitas, berjaga di sekitar PAUD dan memblokade akses masuk pintu utama dan pintu belakang.

Sekitar pukul 10 malam, Ormas berusaha memprovokasi warga dan solidaritas yang berjaga di tiap akses masuk. Tiba-tiba mulai ada lemparan batu dari pihak ormas dan terjadi bentrok yang menjatuhkan banyak korban dari pihak warga dan solidaritas.

"Warga dan solidaritas diserang dari dua arah akses masuk Pancoran Gang Buntu II," tuturnya.

Tak hanya itu, posko medis yang menangani banyak korban dengan peralatan yang minim tiba-tiba ditembaki gas air mata dari dua arah. Sehingga posko medis terkepung dan harus menutup akses masuknya yang mengakibatkan sulitnya mobilitas korban dan tim medis yang menangani di dalam posko.

Setelah serangan gas air mata mulai mereda, posko medis kembali dibuka. Namun akibat serangan tersebut kondisi di dalam posko medis menjadi tidak karuan. Akhirnya korban banyak ditangani di luar posko dengan keadaan alat medis yang sudah habis.

"Kami berusaha menghubungi ambulans dari rumah sakit terdekat, namun tidak ada yang mau menangani," ucapnya.

Tepat tengah malam, akses bantuan yang ingin masuk ke pokso medis sulit dijangkau karena seluruh pintu masuk ke Pancoran Gang Buntu II dijaga ketat oleh aparat.

Akibat bentrok tersebut, dikabarkan enam orang ditangkap polisi dan digiring ke Polsek Pancoran, Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.

"Saya dapat informasi beberapa orang yang ditangkap sudah dikeluarkan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGGUSURAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri