Menuju konten utama

108 Negara Berpotensi Gagal Jadi Negara Berpendapatan Tinggi

108 negara berpotensi terjebak sebagai negara dengan pendapatan menengah (middle income trap). Apa penyebabnya?

108 Negara Berpotensi Gagal Jadi Negara Berpendapatan Tinggi
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II, Thomas Djiwandono dalam acara Makan Siang Bersama dan Ramah Tamah Wakil Menteri Keuangan II, di Kantornya, Rabu (11/9/2024). tirto.id/Qonita Azzahra

tirto.id - Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono atau yang karib disapa Tommy Djiwandono, mengatakan bahwa berdasarkan laporan Bank Dunia yang berjudul Laporan Pembangunan Dunia 2024: Jebakan Pendapatan Menengah, 108 negara berpotensi terjebak sebagai negara dengan pendapatan menengah (middle income trap). Menurutnya, hal ini dapat terjadi seiring dengan terus berlangsungnya periode perlambatan global.

“Dengan periode perlambatan global ini ada ancaman bahwa negara-negara berkembang akan tetap terjebak di dalam middle income trap. Laporan terbaru menyampaikan bahwa 108 negara berpotensi gagal menjadi negara yang berpendapatan tinggi,” katanya, dalam acara 8th AIFC: Islamic Public Finance Role and Optimization yang disiarkan secara daring di akun YouTube Kementerian Keuangan, Kamis (3/10/2024).

Menurut Tommy, perlambatan global tercermin dari ramalan lembaga-lembaga keuangan dunia. Bank Dunia misalnya, yang meramal pertumbuhan ekonomi dunia akan berada di kisaran 2,6 persen pada 2024. Sedangkan di 2025-2026 pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan akan stagnan di kisaran level 2,7 persen. Berbagai perkiraan tersebut jauh lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi dunia yang sebesar 2,9 persen pada 2023.

“Ini merupakan pertumbuhan yang juga cukup melambat dibandingkan pertumbuhan 2025. Selain ketidakpastian global, dunia juga menyaksikan dalamnya fragmentasi ekonomi dengan banyaknya konsekuensi negatif yang mempengaruhi stabilisasi rantai pasok dan perdagangan dunia,” ujar Tommy menjelaskan penyebab terjadinya pelambatan ekonomi global.

Lebih dari itu, berbagai konflik geopolitik dan juga ketegangan ekonomi dari banyak negara di dunia praktis menjadikan multirateralisme melemah. Karena berbagai ketidakpastian tersebut, ketimpangan dan kemiskinan dunia juga diperkirakan akan semakin menanjak.

“Saya buat analisis bahwa negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah juga akan membuat situasi ketidakseimbangan antara negara-negara tersebut. Dan ini merupakan suatu yang mengkhawatirkan dan bisa memundurkan progres yang seharusnya kita dapatkan dalam menghapuskan ketimpangan global,” sambungnya.

Karenanya, agar negara dengan pendapatan menengah dapat menjadi negara maju, sekaligus pula menghapuskan masalah ketimpangan global, pemerintah khususnya di negara berkembang harus mampu menghasilkan strategi untuk mereformasi ekonomi dan meningkatkan produktivitas mereka sebelum populasi menua.

Pasalnya, selain perlambatan global, dunia juga tengah dihadapkan oleh ancaman perubahan iklim, disrupsi teknologi melalui perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) maupun otomasi mesin-mesin produksi juga bisa berdampak pada goncangan ekonomi dan sosial jika tidak dikelola dengan baik.

“Kekuatan pasar juga tidak bisa mengatasi masalah ini dan oleh karena itu, pemerintah harus memerankan peran pentingnya dalam memitigasi tantangan-tantangan global tersebut. Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang inovatif dan solutif tidak hanya mengenai tata kelola dan ekonomi yang baik tapi juga keberlanjutan dan kesetaraan," tegas Tommy.

Baca juga artikel terkait MIDDLE INCOME TRAP atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang