tirto.id - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) resmi mencabut (TAP) MPR Nomor II/MPR/2001 terkait pemberhentian Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Presiden keempat RI. Hal ini diputuskan atas kesepakatan dalam rapat gabungan yang telah digelar sebelumnya.
“Berdasarkan kesepakatan rapat gabungan MPR dengan pimpinan fraksi, kelompok DPD pada tanggal 23 September yang lalu, pimpinan MPR menegaskan ketetapan MPR Nomor 2/MPR 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia, Kiai Haji Abdurrahman Wahid, saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi,” kata Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, dalam sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024, di Gedung Nusantara pada Rabu (25/9/2024).
Bamsoet mengatakan keputusan ini berdasakan ajuan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia mengatakan, keputusan yang diambil oleh MPR dilakukan sebagai bentuk penyadaran akan upaya untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional.
“Seluruh hal di atas dilaksanakan oleh pimpinan MPR sebagai bagian dari penyadaran kita bersama untuk mewujudkan rekonsilasi nasional,” kata Bamsoet.
Untuk diketahui, Tap MPR RI Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K. H. Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa, ketidakhadiran dan penolakan Gus Dur untuk memberikan laporan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR dinilai telah melanggar haluan negara.
Termasuk keputusan Gus Dur menerbitkan Maklumat Presiden yang satu dari tiga isinya membubarkan DPR.
Sementara itu, Ketua Umum PKB cum Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin berterima kasih kepada para kadernya yang memperjuangkan pencabutan TAP MPR tentang pemberhentian Presiden ke-4 RI Gus Dur.
Menurut Cak Imin, keputusan ini juga sebagai upaya dalam membersihkan nama baik Gus Dur.
“Bahwa jasa-jasa Gus Dur, bahwa proses politik yang menggantikan Gus Dur tidak boleh menjadi beban pribadi sehingga penggantian kekuasaan itu tidak terbebankan kepada pribadi Gus Dur,” ujar Cak Imin.
“Artinya politik telah menjatuhkan Gus Dur, tetapi nama baik Gus Dur yang tidak kriminal, tidak terlibat korupsi, tidak terlibat tindakan-tindakan yang inkonstitusional itu direhabilitasi,” sambungnya.
Menurut Cak Imin, upaya yang dilakukan oleh Gus Dur dalam menjalin hubungan baik antar agama dan negara dapat menjadi alasan kuat atas dicabutnya ketetapan ini.
“Saya kira melihat jasa-jasa Gus Dur mempertahankan pluralisme, mencairkan hubungan agama dan negara, itu menjadi cukup alasan yang kuat untuk di MPR ini memberi rekomendasi,” ujar Cak Imin.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto