tirto.id - Komnas HAM menyatakan pencatutan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pendukung salah satu calon kepala daerah berpotensi melanggar HAM. Pencatutan KTP dinilai masuk dalam indikasi pelanggaran HAM karena adanya hak atas perlindungan data pribadi.
"Dengan demikian, pengumpulan untuk suatu kepentingan dan pengungkapan identitas seseorang oleh orang lain tanpa persetujuan pemilik identitas adalah pelanggaran HAM, sebagaimana diatur dalam UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP)," kata Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam keterangan tertulis, Rabu (21/8/2024).
Menurut Anis, pemilu bukan sekadar memberi legitimasi bagi kekuasaan politik maupun prosedur rutin dalam negara demokrasi. Pemilu, lanjut Anis, merupakan mekanisme terpenting untuk pelaksanaan hak konstitusional warga negara sebagai bagian dari HAM dan perwujudan pelaksanaan kedaulatan rakyat.
"Indikasi pelanggaran HAM karena hak warga negara untuk memilih dalam Pemilu/Pilkada," tutur dia.
Pencatutan KTP itu terjadi pada warga DKI Jakarta dalam proses pencalonan Dharma Prangrekun-Kun Wardana melalui jalur independen.
Komnas HAM pun merekomendasikan agar Bawaslu DKI Jakarta melakukan investigasi lebih dalam atas pencatutan tersebut. Penindakan dari segi regulasi, kata dia, juga harus dilakukan pembenahan.
"Kepada pemerintah, agar berkomitmen menjamin pelindungan data pribadi bagi setiap warga negara dan segera melengkapi instrumen pelaksana UU PDP beserta aturan pelaksanaannya sehingga ketika UU PDP ini secara efektif berlaku pada Oktober 2024, memiliki daya pelindungan yang optimal atas kerahasian data pribadi seluruh warga negara," ungkap Anis.
Lebih lanjut, Anis memaparkan dari banyaknya data pribadi yang dicatut, terdapat eks komisioner Komnas HAM, Beka Ulung, menjadi korbannya. Beka pun telah melaporkan hal itu kepada Komnas HAM, kemarin (20/8/2024).
Menurut Anis, tak hanya Beka, tetapi keluarganya juga menjadi korban pencatutan itu. Laporan pun diterima langsung oleh Anis.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto