tirto.id - Jabatan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) akhirnya jatuh kepada Yuyu Sutisna. Sebelumnya, jabatan itu diampu Hadi Tjahjanto sejak 18 Januari 2017. Namun, Hadi mesti meninggalkan posisi tersebut karena Presiden Joko Widodo mengangkatnya sebagai Panglima TNI pada awal Desember 2017.
Sebelum diangkat menjadi KSAU, Yuyu menjabat Wakil KSAU. Jabatan orang nomor dua paling tinggi di KSAU itu sebelumnya dipegang Marsekal Madya (Marsdya) Hadiyan Sumintaatmadja sejak 9 November 2015. Dua tahun berikutnya, pada 13 November 2017, Hadiyan diangkat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Nama kedua orang itu, Hadiyan dan Yuyu, beserta Marsdya Muhammad Syaugi dan Marsdya Bagus Puruhito, memang santer digadang-gadang sebagai KSAU pengganti Hadi Tjahjanto. Namun, Hadiyan merupakan lulusan AAU 1983 dan dia bakal pensiun pada 2019. Sementara itu, Syaugi dan Bagus adalah lulusan AAU 1984. Sedangkan Yuyu lulus dari AAU pada 1986.
Dari sekian nama tersebut, hanya Yuyu yang seangkatan dengan Hadi Tjahjanto. Meskipun kewenangan memilih KSAU ada di tangan presiden, namun rekomendasi nama yang bakal menempati KSAU diajukan Panglima TNI. Faktor usia dan tahun kelulusan di AAU cenderung menguntungkan Yuyu.
Selain itu, pengangkatan Yuyu Sutisna juga menggenapi pola latar belakang skuadron yang dimiliki para KSAU. Semasa pemerintahan Presiden Jokowi, jabatan KSAU seperti digilir dari skuadron tempur ke angkut. Lalu, dari skuadron angkut ke tempur.
KSAU pertama di era Presiden Jokowi, Marsekal Agus Supriatna, adalah pilot pesawat tempur. Kemudian, Hadi Tjahjanto merupakan pilot pesawat angkut. Sedangkan Yuyu adalah pilot pesawat tempur.
Mereka dari Tatar Pasundan
Latar belakang Yuyu juga punya cerita lain. Yuyu adalah penerbang pesawat tempur F-5 Tiger II dengan nama sandi Lion. Laki-laki yang lahir pada 10 Juni 1962 itu menjadi orang kelahiran Jawa Barat ke-5 yang mencicipi posisi KSAU.
Orang kelahiran Jawa Barat pertama yang menjadi KSAU adalah Saleh Basarah. Dia lahir di Manonjaya, Tasikmalaya, 14 Agustus 1928. Ayahnya bernama Raden Basarah Soeradiningrat, seorang asisten wedana di Ciawi.
Saleh menjabat KSAU pada kurun 28 Maret 1973 hingga 4 Juni 1977. Dalam Awas Ketabrak Pesawat Terbang! (2009), KSAU periode 2002-2005 Marsekal Chappy Hakim menyebut Saleh orang yang tampan dengan wajah mirip aktor kenamaan asal Amerika Serikat, John Wayne.
“Saleh Basarah adalah sosok yang sangat ‘pas’ sebagai seorang Marsekal, dengan postur tubuhnya yang tinggi besar dan berwajah mirip ‘John Wayne’, saya sering menyebut beliau sebagai Saleh ‘John Wayne’ Basarah,” sebut Chappy.
Kemampuan Saleh menerbangkan pesawat terbang tidak perlu diragukan. Pada usia ke-70, Saleh masih mampu melakukan penerbangan dengan menggunakan pesawat AT-6G selama 30 menit. Atas apa yang dilakukan Saleh, Museum Rekor Indonesia mencatatnya sebagai rekor penerbang tertua di Indonesia.
Kemampuan terbang Saleh bermula kala dia bersama 60 calon penerbang lainnya dikirim Angkatan Udara Republik Indonesaia (AURI) ke Transocean Air Lines Oakland Airport (TALOA), akademi penerbangan bergengsi di California, AS, pada 1950. Di situ Saleh belajar ilmu aeronautika dan menerbangkan pesawat.
Namun, bukan Saleh kalau tidak punya bakat lain. Selain menimba ilmu, Saleh mencari kesibukan lain di California: mengikuti kursus wasit tinju. Menurut Asvi Warman Adam dalam Menguak Misteri Sejarah (2010), Saleh memang tukang berkelahi sejak kecil.
“Pada zaman Jepang ia sudah naik ring tinju di Purwokerto, Cirebon, dan Semarang. Setiap ada pasar malam, ia berusaha menjajal kemampuannya bertinju,” sebut Asvi.
Orang Sunda Jadi Jenderal
Dalam tata militer Indonesia, hanya prajurit TNI AU berpangkat marsekal yang bisa menjabat KSAU dan Panglima TNI.
Aturan kepangkatan itu juga berlaku untuk matra lainnya. Hanya prajurit TNI Angkatan Darat (AD) berpangkat jenderal yang menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima TNI. Lalu, hanya prajurit TNI Angkatan Laut (AL) berpangkat laksamana yang bisa menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dan Panglima TNI.
Selain Yuyu dan Saleh, Agus Supriatna, Soebandrio, Sutria Tubagus, juga tercatat sebagai orang kelahiran Jawa Barat yang mengemban jabatan sebagai KSAU. Secara otomatis, mereka adalah empat orang Jawa Barat yang punya pangkat marsekal.
Namun, Jawa Barat bukan wilayah terbanyak yang menjadi tempat kelahiran KSAU. Orang Jawa Timur menjabat posisi KSAU terbanyak, yakni 9 orang. Sementara itu, ada 4 orang Yogyakarta, 3 orang Jawa Tengah, dan 1 orang Bali pernah menjabat KSAU.
Sedangkan Laksamana R. E. Martadinata dan Laksamana Ade Supandi juga dicatat sebagai dua orang Jawa Barat yang menjabat Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL).
Lalu, dalam deretan KSAD, hanya ada satu jenderal yang lahir di Jawa Barat, yakni Umar Wirahadikusumah. Namun, bukan berarti dia satu-satunya urang Sunda yang pernah jadi jenderal. Satu jenderal berdarah Sunda lainnya adalah Edi Sudrajat.
Edi memang lahir di Jambi. Namun, ayahnya adalah Momon Wirakusumah. Nama Wirakusumah menandakan bahwa dia bagian keluarga bangsawan Sunda.
Laki-laki kelahiran 22 April 1938 itu merupakan lulusan Akademi Militer Nasional (AMN). Dia adalah angkatan pertama AMN. Setelah lulus pada 1960, karir ketentaraan Edi naik daun.
Puncaknya, Edi menjabat KSAD pada kurun 2 Februari 1988-23 Maret 1993. Kuasa yang dipegang Edi waktu itu tidak main-main. Pada 19 Februari 1993, Presiden Soeharto mengangkatnya jadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pangab). Kemudian, pada 17 Maret 1993, Edi diangkat jadi Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam).
Jadi, Edi adalah satu-satunya orang di Indonesia yang pernah menjabat KSAD, Pangab, dan Menhankam dalam satu waktu sekaligus.
Sewaktu menjabat KSAD, Edi berkunjung ke Timor Timur. Waktu itu Indonesia sudah berhasil mencaplok Timor Portugis untuk masuk dalam wilayah Indonesia dengan nama resmi Timor Timur lewat serangkaian operasi militer bersandi Seroja.
Saat Edi berkunjung, Kiki Syahnakri waktu itu bertugas di Timor Timur. Pangkatnya letnan kolonel dengan jabatan Komandan Batalyon 514 Kostrad. Kiki tidak menduga kunjungan itu.
“Pak Edi tidak hanya bertanya dan mengecek hal-hal taktis, tetapi juga menyentuh soal teknis mendasar. Pria kurus ini juga menanyakan ‘Cucemu’ (cuaca, medan, musuh) dengan rinci,” sebut Kiki dalam Aku Hanya Tentara (2008).
Selain itu, Edi dikenal dengan program Back to Basic. Maksud dari program itu adalah agar tentara kembali ke barak. Menurut Kiki, dalam hal itulah Edi dikenal sebagai tentara profesional.
“Pak Edi lebih dikenal sebagai perwira lapangan daripada ‘perwira politik’, berorientasi kuat pada pencapaian profesionalisme militer sebagai tujuan hakiki yang harus dicapai TNI, setidaknya AD,” sebut Kiki.
Namun, bukan berarti Edi tidak berpolitik praktis. Edi pernah meramaikan Musyarawah Luar Biasa (Munaslub) Golkar pertama setelah Soeharto lengser. Tujuan Munaslub itu memilih Ketua Umum Golkar.
Dalam pemilihan Ketua Umum, faksi militer-cendana menjagokan Edi Sudrajat, sementara faksi sipil menjagokan Akbar Tanjung. Edi Sudrajat kalah dalam pemilihan ini. Edi pun mendirikan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pada awal 1999.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan