Menuju konten utama

Para Jenderal dari Tanah Batak

Posisi tertinggi militer di Indonesia pernah dipegang oleh jenderal-jenderal Batak. Mereka berasal dari beragam marga, mula dari Panjaitan, Nasution, Siregar, dan marga lain.

Para Jenderal dari Tanah Batak
Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan. [ANTARA FOTO/Reno Esnir]

tirto.id - Tanah Batak telah melahirkan sejumlah orang besar. Mereka menjadi jenderal-jenderal yang berperan besar di negeri ini. Di masa lalu ada Tahi Bonar Simatupang, kemudian Abdul Haris Nasution, Donald Izacus Panjaitan hingga Luhut Binsar Panjaitan yang begitu berpengaruh dalam kabinet Presiden Joko Widodo.

Di antara orang-orang Batak yang jadi Jenderal itu, yang sampai ke puncak karir militer sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia adalah TB Simatupang, AH Nasution, Maraden Panggabean dan Feisal Tanjung. Hingga 2016, Feisal Tanjung adalah orang Batak terakhir yang menjadi Panglima TNI. Sementara yang lain mencapai posisi Komandan Korps atau Panglima KODAM.

Jenderal Panjaitan dan Jenderal Nasution

Siapa tak kenal Luhut Binsar Panjaitan? Pensiunan Letnan Jenderal itu kini menjabat sebagai Menteri Kemaritiman dan Sumber Daya Republik Indonesia. Dari namanya, sudah jelas dia adalah orang Batak. Dalam sejarah militer Indonesia, Luhut bukan satu-satunya orang bermarga Panjaitan jadi Jenderal. Orang tak akan lupa pada Pahlawan Revolusi Mayor Jenderal (Anumerta) Donald Izacus Panjaitan, atau mantan Komadan Kopassus yang ikut memimpin operasi pembebasan sandera di Don Muang Bangkok, Sintong Panjaitan. Satu lagi, jenderal bermarga Panjaitan, yakni Hotmangaraja Panjaitan. Nama terakhir ini, seperti Luhut dan juga Sintong pernah bertugas sebagai Baret Merah (Kopassus). Hotmangaraja tak lain adalah putra dari Donald Izacus Panjaitan.

Dalam buku Siapa Dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (1988) yang disusun Harsya Bachtiar, tercatat ada seorang dokter yang menjadi Brigadir Jenderal bermarga Panjaitan lagi. Namun, tak dijelaskan nama lengkapnya hanya dr F.G. Pandjaitan saja ditulisnya. Masih ada lagi Mayor Jenderal (Almarhum) Mulia Panjaitan, Mayor Jenderal (Purnawirawan) Mangatas Panjaitan, Mayor Jenderal (Marinir) Sturman Panjaitan, Marsekal Pertama Monggur Panjaitan. Mungkin akan ada lagi orang bermarga Panjaitan yang jadi bintang di TNI.

Selain marga Panjaitan, banyak pula orang dengan marga Nasution yang menjadi jenderal. Siapa tak kenal Abdul Haris Nasution? Jenderal Bintang Lima ini tak hanya pernah jadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dua kali dan terlama dalam sejarah Angkatan Darat (AD). Pertama, dari 1949 hingga 1952, kedua dari 1955 hingga 1962. Setidaknya 9 tahun dia memimpin Angkatan terbesar dalam kemiliteran Indonesia. Belum ada yang menyamainya dalam sejarah AD.

Satu prestasi Nasution adalah dia banyak menulis puluhan buku sejarah dan militer, seperti Seputar Perang Kemerdekaan yang sebelas jilid banyaknya. Karya paling terkenal adalah Pokok-Pokok Gerilya, meski dengan bantuan penulis hantu. Belum termasuk berjilid-jilid buku biografinya, Memenuhi Panggilan Tugas. Belum ada jenderal yang menyaingi Nasution juga dalam hal buku. Sementara itu beberapa prajurit AD malah terkesan anti buku dewasa ini.

Buku Siapa Dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, mencatat nama lain sebagai jenderal selain AH Nasution yakni Zulkifli Nasution, M. Noor Nasution, Kaharudin Nasution dan Z. Djalalu'din Nasution. Mereka bertugas sebelum tahun 1990.

Salah satu dari marga Nasution itu belakangan ada yang pernah sebentar menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) sejak 2011 hingga 2012, yakni Azmyn Yusri Nasution yang sudah pensiun. Di Angkatan Udara ada almarhum Imron Nasution yang berasal dari korps penerbang. Jabatan terakhirnya sebelum meninggal adalah Komandan Pusan Pendidikan Pengembangan Spesialisasi Kodiklat TNI. Di kepolisian ada dua jenderal bermarga Nasution, yakni Inspektur Jenderal Rusli Nasution dan Komisaris Jenderal Saud Usman.

Dari marga Siregar, ada Brigadir Jenderal H.M Ali Siregar, Brigadir Jenderal A. Azis Siregar, Brigadir Boerhaniedin Siregar, Mayor Jenderal Haji Marsan Siregar dan Raja Inal Siregar. Sebelum Sudi Silalahi, Menteri Sekretaris Kabinet era Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi jenderal, setidaknya ada Mayor Jenderal H Silalahi yang pernah menjadi Kepala Staf KODAM Cendrawasih dan Tiopan Bernard Silalahi yang menulis novel Toba Dreams serta menjadi pelindung dari SMA Soposurung. Lalu dari marga Panggabean ada Jenderal Maraden Saur Panggabean yang pernah menjadi Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan di era Soeharto, dan Brigadir Jenderal Lodewijk Saur Maruli Panggabean yang pernah menjadi Wakil Pangdam Jakarta Raya lalu.

Sementara jenderal dari marga lain selain yang disebut di atas cukup sedikit. Orang-orang Batak lain yang jadi Jenderal antara lain Abdul Manaf Lubis, Abdul Muluk Lubis, Achmad Rivai Harahap, Adolf Sahala Rajagukguk, A. Husni Pohan, Albertus Maruli Tambunan, Amir Sembiring, Arifin S.S. Tambunan, Arifin Tarigan, Arsenius Elias Manihuruk, August Marpaung, Cornel Simbolon, E.W.P. Tambunan, Feisal Tandjung, Hasudungan Simanjuntak, Hopman Sitompul, Kilian Sidabutar, Jansen Rambe, Junus Samosir, Justin Sinaga, Lahiradja Munthe, Laupasa Malau, Oeloeng Sitepu, Pieter Damanik, Radjamin Purba, Raja Kami Sembiring Meliala, Raja Meteksa Tarigan, Ricardo M.J. Siahaan, Richard Panggabean, Risman Daulat L. Tobing, Romulo Simbolon, Roni Sikap Sinuraya, Rudolf Butarbutar, Sahala Nababan.

Orang-orang Batak Pertama Yang Jadi Petinggi TNI

Aboe Bakar Loebis, dalam bukunya Kilas Balik Revolusi (1992) menuliskan, di Sumatera Utara bagian timur pernah ada mantan copet yang mengangkat diri menjadi Jenderal Mayor. Ini karena dia punya lumayan banyak pasukan di masa revolusi ketika melawan Belanda. Namanya Timoer Pane. Dia bukan tentara, melainkan laskar Napindo yang tunduk kepada Partai Nasional Indonesia yang didirikan Presiden Soekarno. Tentu saja itu hanya sebatas klaim. Karakter Timoer Pane lalu dianggap sebagai pengilham Asrul Sani yang menulis cerita untuk film Nagabonar (1987).

Jika di dalam film Nagabonar dan Mariam mengaku diri jadi Jenderal di zaman Revolusi, maka di dunia nyata, orang Batak yang benar-benar diangkat menjadi jenderal di awal sejarah TNI tentunya Tahi Bonar Simatupang dan Abdul Haris Nasution.

Sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) setelah meninggalnya Jenderal Sudirman di tahun 1950, Tahi Bonar Simatupang adalah orang Batak pertama yang betul-betul menjadi Jenderal Mayor. Kala itu pangkat Brigadir Jenderal belum dipakai. Begitu pun Nasution untuk sementara waktu. Karena ada kebijakan penurunan pangkat besar-besaran, terpaksa Nasution menjadi kolonel lagi lebih lama. Namun, dia tetap orang berpengaruh di AD. Simatupang dianggap tentara paling pintar di AD. Baik Nasution dan Simatupang dianggap mendalami teori militer klasik Eropa.

Umur Simatupang juga baru 30 tahun ketika menjadi KSAP. Namun, kariernya kemudian mentok sebagai penasehat menteri pertahanan, yang pada periode tahun 1945 hingga tahun 1950an selalu dijabat orang-orang sipil. Abdul Haris Nasution, yang merupakan kawan satu angkatan Simatupang ketika belajar di Akademi Militer Kerajaan Belanda, Koninlijk Militaire Academie, di Bandung, adalah menteri pertahanan dari militer pertama setelah Supriyadi tidak muncul.

Setelah Nasution, Maraden Panggabean adalah orang Batak berikutnya yang menjadi Panglima ABRI (TNI) di awal orde baru. Beberapa tahun setelah tak dijabat orang-orang di luar Batak, di tahun 1993, orang Batak bernama Feisal Tanjung mengisi posisi tersebut.

Banyaknya orang-orang Batak menjadi jenderal tak lain karena karakter keras mereka yang cocok dengan dunia militer. Sudah tentu didukung, karena betapa pedulinya orang-orang Batak pada pendidikan barat. Ini mengingat syarat masuk militer adalah sekolah. Sejak zaman kolonial saja, jika ingin masuk akademi militer, seorang pemuda harus punya ijazah SMA. Di zaman kolonial, orang-orang Batak mulai bisa diterima menjadi tentara sejak 1929. Nasution dan Simatupang termasuk orang-orang Batak pertama yang menjadi perwira KNIL di tahun 1942. Di tahun sebelum itu orang-orang Batak sudah ada yang jadi sersan.

Baca juga artikel terkait PERWIRA TINGGI atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti