tirto.id - Pakar Hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa DPR memang mempunyai wewenang untuk memberlakukan hak angket kepada KPK sesuai fakta bahwa KPK merupakan lembaga eksekutif yang dibentuk berdasar putusan undang-undang.
Hal ini disampaikan Yusril saat menemui anggota Pansus Hak Angket KPK yang terdiri dari 14 anggota yang hadir, antara lain: Agus Gunandjar selaku ketua pansus, Risa Mariska selaku wakil ketua pansus, Taufiqulhadi, Bambang Soesatyo, Misbakhun, Masinton Pasaribu, dan Muhammad Syafi’I sebagai anggota pansus.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) umum di ruang rapat Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta ini ada beberapa poin yang dibahas, antara lain terkait keberadaan hak angket dalam tatanan hukum tata negara Indonesia, posisi angket dalam penyelidikan terhadap KPK, lembaga KPK dalam tata negara Indonesia, dan juga latar belakang pembentukan dan pendirian KPK. Poin yang ditekankan Yusril sendiri ada pada kelembagaan KPK dalam tatanan negara Indonesia.
Dalam keterangannya, Yusril mengatakan bahwa kedudukan lembaga negara terbagi menjadi 3 : legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam kaitan kedudukan KPK, Yusril menilai bahwa KPK tidak mungkin termasuk dalam lembaga yudikatif. Hal ini didasari oleh tugas KPK yang bukan dalam ranah peradilan, memeriksa, mengadili, ataupun memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya.
“KPK sama sekali bukan yudikatif,” tegas Yusril.
Lebih lanjut Yusril juga menjelaskan bahwa legislatif pun bukan gelar lembaga yang tepat untuk disematkan kepada KPK. Kapasitas KPK bukan dalam memproduksi peraturan undang-undang di Indonesia, tetapi lebih kepada peraturan internal lembaga. Maka dari itu, KPK termasuk dalam lembaga eksekutif negara yang menjalankan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Menurut Yusril, KPK adalah lembaga eksekutif bukan wakil rakyat, yang bisa diawasi oleh DPR, karena secara struktural, KPK tidak berada di bawah DPR.
“Maka timbul perntanyaan: dapatkah DPR secara konstitusional melakukan angket terhadap KPK. Maka jawab saya: karena KPK dibentuk dengan undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang itu, maka DPR dapat melakukan angket terhadap KPK,” jelas Yusril.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini juga menambahkan sebab lain DPR berhak mengajukan hak angket karena KPK masih melakukan pembiayaan melalui APBN. Setiap lembaga negara yang mendapat pembiayaan dari APBN, secara hukum, menurut Yusril, berhak diawasi oleh lembaga legislatif negara, yakni DPR.
“Pada dulu kita ajukan (KPK) kan bukan dibiayain oleh APBN, tapi dari dana yang dikembalikan oleh koruptor itu berapa, nah, sekian buat dana KPK,” terang Yusril.
“Alasan apa KPK tidak bisa diangket oleh DPR?” lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua Pansus Hak Angket, Agun Gunandjar menyatakan bahwa pihaknya akan tetap berjalan seperti yang disepakati oleh DPR. Menurutnya, setiap orang harus terbiasa dalam perbedaan pendapat, tapi harus mengutamakan keadilan, kebenaran, dan kejujuran dalam mencapai tujuan.
“Berbeda pandangan itu sesuatu yang niscaya, kalau semuanya kembali pada posisi, mau duduk bersama, saling menghargai, terjadi proses dialog, dan didasarkan atas rambu hukum, rambu-rambu aturan dan kita mengejar sebuah keadilan dan mengejar sebuah kebenara yang dilandasi kejujura masing-masing, nggak ada yang nggak selesai,” terang Agun setelah menemui perwakilan Alumni dan Mahasiswa UI pada Senin (10/7).
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto