Menuju konten utama

Yunadi Ajukan 4 Poin Keberatan dalam Gugatan Praperadilan

Penetapan tersangka yang dilakukan tidak memenuhi unsur dua alat bukti yang cukup sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Yunadi Ajukan 4 Poin Keberatan dalam Gugatan Praperadilan
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi berjalan seusai diperiksa KPK, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/1/2018). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id - Tim penasihat hukum Fredrich Yunadi resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2018). Gugatan yang dilayangkan tim hukum sesuai dengan keinginan Freidrich Yunadi.

“Praperadilan ini kami ajukan berdasarkan permintaan Pak Fredrich karena ada beberapa hal,” kata Refa usai mendaftarkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (18/1/2018).

Dalam pengajuan gugatan ini, Refa menjelaskan, tim hukum mengajukan beberapa poin. Poin pertama, menurut Refa, penetapan tersangka yang dilakukan tidak memenuhi unsur dua alat bukti yang cukup sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

“Kami menganggap dua bukti permulaan yang cukup tidak terpenuhi,” kata Refa.

Poin kedua, kata Refa, tim penasihat hukum menyoalkan tentang penyitaan. Refa berdalih, penyitaan harus berdasarkan penetapan ketua pengadilan, dalam hal ini Ketua Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Akan tetapi, KPK melakukan penyitaan tanpa meminta penetapan pengadilan.

Selanjutnya, Refa menyebut, mereka mengajukan gugatan praperadilan karena benda yang disita diduga tidak berkaitan dengan kasus merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Fredrich Yunadi. Ia mengklaim, KPK menyita dokumen perkara yang tidak berhubungan dengan penyidikan perkara, padahal advokat dilindungi Undang-undang advokat.

“Banyak [dokumen disita]. Ada 27 dokumen yang kami anggap tidak ada hubungannya dengan Pasal 21,” kata Refa.

Terakhir, Refa mempermasalahkan tentang proses penangkapan Fredrich Yunadi. Menurut Refa, Fredrich bisa diperiksa kembali pasca tidak hadir dalam pemeriksaan, Jumat (12/1). Mereka pun sudah mengajukan surat permohonan penundaan pemanggilan kepada KPK untuk menunggu proses pemeriksaan etik Peradi.

Dalam perlaksanaanya, KPK justru mengeluarkan surat penangkapan yang dikeluarkan sebelum pergantian hari dan diduga melanggar Pasal 112 KUHAP yang menyatakan bahwa penyidik memeriksa saksi atau tersangka sesuai tenggat waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu memenuhi panggilan tersebut.

“Jadi kami beranggapan penangkapan yang diiringi penahanan tidak sah,” kata Refa.

Menanggapi praperadilan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memasalahkan langkah hukum yang diambil Freidrich Yunadi dan tim hukumnya. Juru bicara KPK Febri Diansyah menilai, menggugat proses penetapan tersangka adalah hak seorang tersangka.

“Silakan saja. Itu hak tersangka,” kata Febri kepada Tirto.

Menurut Febri, KPK belum menerima surat terkait praperadilan yang diajukan Yunadi, meski begitu KPK siap menghadapi seluruh proses hukum selama diperkenankan di hukum acara.

Konteks Kasus

Poin yang diajukan Yunadi dan tim hukum dalam praperadilan ini dilatari penetapan tersangka atas dirinya. Yunadi tak terima lantaran ditetapkan KPK sebagai tersangka menghalangi penyidikan perkara Setya Novanto bersama dengan dokter Bimanesh Sutardjo.

Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan pemeriksaan terhadap 35 saksi dan ahli. Dalam penyidikan, ditemukan pula indikasi kerja sama untuk menghindari penyidik KPK.

Penetapan tersangka mengacu kepada proses saat KPK memeriksa SN, akhir tahun lalu. Saat hendak diperiksa, Novanto tak datang ke KPK hingga akhirnya satgas KPK mendatangi rumahnya. Di rumah Novanto, satgas tak menemukan mantan Ketua DPR itu dan sehari berselang mendapat kabar Novanto kecelakaan.

Dalam penyidikan penelusuran kecelakaan Novanto, KPK pun mendapat informasi bahwa SN tidak dibawa ke IGD tetapi Novanto dibawa ke ruang rawat VVIP. Dalam penempatan Novanto, ditemukan indikasi Lobi-Lobi antara Fredrich dengan Bimanesh. "Sebelum SN dirawat di RS, diduga FY telah datang terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak RS," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Selain itu, KPK mendapati kabar bahwa Fredrich dan Bimanesh diduga membantu Novanto tidak diperiksa dengan alasan sakit. Kedua orang tersebut diduga merekayasa data medis Novanto."FY dan BST diduga keras untuk memasukkan SN ke salah satu RS untuk rawat inap dngan data medis dimanipulasi untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ke SN," kata Basaria.

Akibat tindakan Fredrich dan Bimanesh, KPK menyangkakan keduanya melanggar pasal 21 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1. KPK pun sudah mengirimkan Sprindik kepada para tersangka pada 9 januari 2018. Selain itu, KPK mencegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan per 8 desember 2017.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Mufti Sholih