Menuju konten utama

Yon Koeswoyo, Koes Plus dan Musik "Ngak Ngik Ngok"

Usai tampil dan membawakan lagu "I Saw Her Standing There" milik The Beatles, Koes Plus langsung dipenjara tanpa pengadilan.

Yon Koeswoyo, Koes Plus dan Musik
Sejumlah keluarga dan kerabat membacakan Surat Yassin di samping jenazah musisi legendaris Indonesia Yon Koeswoyo di kediamannya di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/1/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - Jumat, 5 Januari 2018 menjadi kabar buruk bagi industri musik Indonesia. Bagaimana tidak, tepat di hari itu pula musisi legendaris Indonesia Koesyono Koeswoyo atau Yon Koeswoyo menghembuskan nafas terakhirnya, di usia 77 tahun. Yon menyusul kedua personel Koes Plus, Tonny Koeswoyo dan Murry, yang terlebih dahulu dipanggil Sang Khalik.

Berita duka itu dikonfirmasi langsung oleh pengamat musik, Bens Leo. “Saya ada di rumah duka ini di Pamulang, tadi sekitar pukul 05.30 WIB Mas Yon meninggal dunia,” ujar Bens Leo saat dihubungi Tirto, Kamis (5/1/2018) pagi.

Menurut Bens, Yon Koeswoyo sudah menderita sakit komplikasi sejak dua tahun lalu dan sempat dirawat beberapa waktu di RS Eka Hospital BSD. “Sudah komplikasi selama dua tahun dan dirawat di RS Eka, dan sempat pulang. Nah, baru semalam dibawa ke RS Medika dan tadi pagi meninggal,” jelas Bens.

Yon Koeswoyo adalah vokalis dan gitaris grup musik keluarga Koes Bersaudara yang telah berkiprah di dunia musik sejak tahun 1962, dengan personel Tonny Koeswoyo, Yok, dan Nomo. Namun, Koes Bersaudara berubah menjadi Koes Plus tahun 1969 dan Murry bergabung menggantikan Nomo sebagai drumer.

Baca: Yon Koeswoyo Tutup Usia, Bens Leo: Tak Ada Lagi Penerus Koes Plus

Bagaimana sejarah Yon dan trah Koeswoyo memijakkan kaki di industri musik?

Dari semua anak laki-lakinya, Tonny adalah yang paling gila musik. Dua adik laki-laki paling muda, Koesyono alias Yon dan Koesroyo alias Yok, diajari bermusik. Keduanya dilatih sebagai penyanyi.

Pengamat musik Denny Sakrie mengatakan, sebelum bermusik dengan saudara-saudaranya, Tonny sudah belajar bermain musik sejak remaja. Di SMA dia membentuk band Gita Remaja.

Titik terang Tonny dan saudara-saudaranya mulai tampak usai Tonny bertemu Irama Record, sebuah label milik mantan Komodor Angkatan Udara Sujoso Karsono dengan supervisor musisi legendaris Jack Lesmana.

Menurut Budi Setiono dalam artikel “Ngak Ngik Ngok” di buku “Jurnalisme Sastrawi (2008)”, keduanya menantang Tonny dan saudara-saudara untuk membuat lagu sendiri setelah mendengar lagu “Terpesona” dan “Wenny”. Hal itu disanggupi Tonny.

Di zaman itu, jarang musisi yang membawakan lagu bagus ciptaan sendiri. Kebanyakan mendaur ulang lagu-lagu yang sudah ada. Rekaman pertama Tonny dan saudara-saudaranya itu, menurut tulisan Denny Sakrie, terjadi tahun 1962. Ketika di Inggris, The Beatles mulai merajai industri musik.

Baca: Trah Musik Koeswoyo

Terkait dengan referensi itu, Tonny memang mengaku terpengaruh dengan musik Everly Brother dan sejenisnya di cover album pertama mereka. “Kalau seandainya dalam penyajian musik saya, Saudara menemukan pengaruh-pengaruh dari penyanyi Barat terkenal seperti Kalin Twin dan Everly Brothers, atau barangkali asosiasi saudara dalam mendengar musik kami tertuju ke arah mereka, itu tidak kami sangkal dan salahkan mereka karena memang merekalah yang mengilhami kami,” kata dia.

Lagu-lagu Koes Bersaudara di awal-awal masuk industri musik antara lain: Senja, Telaga Sunyi, Pagi Yang Indah Sekali, Bis Sekolah dan lainnya. Namun, karya itu belum bisa membuat mereka kaya. Terkadang mereka harus tampil di panggung-panggung kecil. Seperti hajatan kawinan, pesta ulang tahun bahkan acara sunatan. Usai tampil dan membawakan lagu "I Saw Her Standing There" milik Beatles, mereka dipenjara tanpa pengadilan, dan baru bebas setelah G 30 S.

Koes Bersaudara menjadi band yang pertama kali muncul dalam sejarah pidato Presiden Republik Indonesia. Pasalnya, Koes Bersaudara dianggap kebarat-baratan, Presiden Soekarno pun memberikan peringatan."Jangan seperti kawan-kawanmu, Koes Bersaudara. Masih banyak lagu-lagu Indonesia kenapa mesti Elvis-elvisan?,” katanya.

Menurut Hesri Setiawan dalam buku "Kamus Gestok" (2003), musik Ngak-Ngik-Ngok dipandang sebagai gejala yang mencolok dari imperialisme barat. Untuk itu, Orde Lama menilai kebudayaan Ngak-Ngik-Ngok adalah gejala sosial yang harus diganyang.

Baca: Kisah Rock Star Zaman Dulu

Selain Koes Bersaudara, boneka karet yang dikenal dengan nama Dakocan, termasuk nyanyiannya yang menjadi populer melalui penyanyi Lilies Suryani pun dilarang dijual dan disiarkan. Bahkan larangan itu sempat menjalar ke musik jazz, seperti musik yang biasa dimainkan oleh kelompok musik pimpinan Hugeng Slamet Imam Santoso.

Baca juga artikel terkait OBITUARI atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Musik
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto