tirto.id - Nama Yoko Ono mungkin tak asing di telinga orang. Namun mungkin tak semua orang tahu apa yang dia kerjakan atau karyanya. Yoko Ono adalah seniman, pembuat film, dan aktivis perdamaian pada tahun 80-an, yang selama bertahun-tahun dicap sebagai penyihir yang menghancurkan The Beatles.
Sebuah kutipan dari karyanya muncul di Google Doodle hari ini untuk memperingati Hari Perempuan Internasional 2019.
The Guardian mewartakan, sebuah eksibisi di New York pada 2001, memunculkan kembali nama dan karya-karya Yoko Ono, dirinya kembali fokus menjadi seniman dan memenangkan Golden Lion untuk pencapaian seumur hidup pada 2009 di Venice.
Seniman di generasi selanjutnya mengenal Ono sebagai sosok inspiratif. Beberapa artis seperti Basement Jaxx, Flaming Lips, dan Lady Gaga pernah berkolaborasi dengan Ono.
Seniman visual seperti Jeff Koons, Pipilotti Rist, dan Dominique Gonzales-Foerster menyebut Ono seorang inspirator, sedangkan fotografer dan pembuat film Sam Taylor-Wood pernah bercanda dengan menyebut dirinya sebagai peggemar obsesif Yoko Ono.
Lahir dari keluarga aristokrat Jepang, Ono belajar musik sejak usia 4 tahun. Bakat melukisnya diperoleh dari ibunya, Isoko yang merupakan seorang pelukis. Lukisan pertama Ono adalah gambar langit ketika dirinya mengungsi di pinggiran kota karena pemboman terjadi pada 1945.
Keluarga Ono pindah ke New York dan memulai karier sebagai seniman. Ia bertemu John Lennon pada November 1966 ketika Lennon mengunjungi galeri Ono di London. Mereka menikah pada 1969 dan berkolaborasi di dunia seni, seperti film, dan proyek-proyek musikal.
Pasangan tersebut menjadi terkenal karena pertunjukan konseptual mereka tentang perdamaian dunia, termasuk “Bed-In”, sebuah pertunjukan di Amsterdam bersamaan dengan bulan madu mereka. Hingga pada 1980, Lennon ditembak oleh salah seorang fans yang mengamuk karena Lennon lebih memilih fokus membesarkan anaknya bersama Ono, Sean.
Ono melanjutkan karier sebagai seniman, termasuk karya-karyanya sebagai tribut untuk John Lennon. Ia juga merekam album, melakukan tur konser, dan menggubah komposisi untuk Broadway musikal. Eksibisi internasionalnya digelar pertama kali di New York pada 2002.
Pada 2012 dia mendirikan Artist Against Fracking dengan putranya, Sean yang menyerukan larangan terhadap pengeboran gas alami di New York.
Sebelumnya, pada 2011 ia mejadi seniman tertua yang karya seni tarinya menjadi peringkat pertama di Dance Charts. Ia berusia 78 tahun ketika “Move On Fast” menempati peringkat pertama.
Sebuah eksibisi spesial di New York’s Museum of Modern Art pada 2015 menampilkan lebih dari 100 karya Ono dari 1960 hingga 1971.
The Art Story mengisahkan beberapa warisan Ono. Pada 1960, Yoko Ono tampil sebagai seniman musik dan lukisan yang mengubah pandangan para seniman dan penikmat seni. Bed-Inand Bagism, sebuah konser bersama John Lennon pada 1969 yang membawa anteseden menjadi tontonan publik.
Hubungan rekanan dengan John Lennon juga membawanya pada ketenaran. Lagu solo Lennon “Imagine” terinspirasi dari karya-karya konstruksional Ono yang juga menggaungkan perdamaian melalui karya-karyanya. Musikus muda seperti The B-52's mengakui mereka menyukai musik Ono. Mereka terinspirasi seperti halnya Lennon.
Yoko Ono yang inovatif, ikonoklastik di dunia seni memunculkan inspirasi yang luas. Mengusung dialog tentang konsumerisme kultural dan materialisme menginspirasi tokoh-tokoh seni generasi berikutnya, seperti Rirkrit Tiravanija, Suzanne Lacy, dan seniman lain yang memilih tema pergerakan sosial.
Hari ini sebagai peringatan Hari Perempuan Internasional, Yoko Ono menulis melalui akun twitternya, “Hari Perempuan Internasional. Mimpi yang kamu mimpikan sendiri hanyalah mimpi. Mimpi yang kamu impikan bersama orang lain akan menjadi kenyataan. Y.o (inisial Yoko Ono),” yang juga dikutip oleh Google menjadi Google Doodle hari ini.
Editor: Dipna Videlia Putsanra