tirto.id - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengkritik kinerja Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK).
Asfinawati menilai langkah pansel meminta penegak hukum dari kejaksaan dan kepolisian untuk mendaftar seleksi Capim KPK tidak tepat. Menurut dia, langkah itu justru bisa melemahkan KPK.
"Sejak awal, ia [pansel] memang sudah melemahkan KPK," kata Asfinawati dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, pada Selasa (16/7/2019).
Asfinawati menjelaskan, jika melihat dasar hukum pembentukan KPK, lembaga Antirasuah tersebut lahir untuk memberantas korupsi di institusi penegak hukum.
"Yang utama KPK berdiri memang untuk membersihkan [institusi] penegak hukum. [...] Artinya apa? Undang-undang [KPK] ini mengatakan ada persoalan di penegak hukum, baik di kepolisian ataupun kejaksaan," kata dia.
Oleh sebab itu, Asfinawati menilai langkah pansel berkebalikan dengan semangat awal pembentukan KPK, karena meminta jaksa dan polisi mendaftarkan diri sebagai capim Komisi Antirasuah.
"Ketika pansel berambisi untuk merekrut penegak hukum, maka kita bisa melihat persoalannya di mana. [...] Dengan logika pansel yang sekarang, dia memutarbalikkan logika UU [Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK]," ujar Asfinawati.
Setelah menemui Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pada 13 Juni 2019, Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih memang menyatakan timnya mengundang polisi dan jaksa untuk menjadi peserta seleksi.
“Kami mengundang calon-calon dari polisi untuk mendaftar, di dalam undang-undang itu jelas disampaikan bahwa komisioner KPK terdiri dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Unsur pemerintah, di antaranya penegak hukum,” kata Yenti.
Selain itu, Yenti menyatakan pansel juga akan meminta bantuan Polri untuk menelusuri rekam jejak kandidat calon pimpinan KPK.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom